Mohon tunggu...
Tyasworo Prasetyowati
Tyasworo Prasetyowati Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

proud being a part of sastra instan :D

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rahasia Kecil

21 April 2012   07:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:19 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku mengajaknya ke acara Brit Milah keponakanku yang masih bayi. Sebenarnya aku enggan mendatangi acara-acara keagamaan seperti ini terutama Brit Millah. Bukannya aku menyangkal keYahudianku. Aku bangga menjadi bagian bangsa yang menggurita seperti Yahudi. Hanya saja semua keluarga besar memiliki kecurigaan yang bertendensi pada setiap lajang yang berkeliaran di acara-acara keluarga. Dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan, para wanita setengah baya itu serupa burung-burung nasar yang mengincar lajang untuk dicomblangi. Terlebih lagi di acara Brit Milah. Aku selalu ngeri membayangkan seorang bayi yang harus menjalani proses penting di alat kelaminnya dengan begitu tak berdaya.

“Proses itu sangat cepat dan tidak menyakitkan,” ujarnya saat itu.

“Tapi seharusnya si bayi memiliki hak untuk menentukan apakah ia ingin di sirkumsisi atau tidak.” tandasku sedikit emosional.

“Setiap manusia yang dilahirkan mengemban kewajiban agamanya masing-masing, Dear. Terberkatilah bayi-bayi yang disirkumsisi.” Ia mencandai sekaligus membujukku untuk hadir.

Akhirnya kami berdua datang ke Perayaan Brit Milah. Tepat pada saat Brit dilaksanakan oleh Sang Mohel, aku membuat kehebohan dengan terjatuh lemas. Mungkin ini tidak terlalu buruk seandainya saat itu aku bukan kvater dari si bayi.

“Sebagai muslim Rahm juga akan disirkumsisi. Tapi nanti setelah ia agak besar mungkin saat usianya 8 atau 9 tahun. Disini kami menyebutnya dengan khitan.”

Aku mengangguk-angguk. “Rahm. Apakah wajahnya mirip denganmu?” tanyaku penasaran.

“Mmm… tidak. Dia lebih mirip Najma, ibunya.”

Ah, Najma. Setelah sekian tahun akhirnya kudengar nama perempuan itu, Najma.

“Jadi kau memutuskan untuk pulang?” tanyaku setelah isakku berhenti. Dia menganggukkan kepala.

“Aku tak punya pilihan lain. Keluargaku meminang gadis itu untuk Novel, adikku. Tapi ia menolaknya. Bagi Ummi ini adalah persoalan marwah. Harga diri keluarga. Aku harus mendapatkan gadis itu untuk kehormatan keluarga kami.” Pandangannya menerawang menembus jendela apartemen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun