Mohon tunggu...
Tantidevi Santosa
Tantidevi Santosa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Ilmu Komunikasi

Be Mindful

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsumsi Artefak Budaya "Angklung" di Masa Digital? Yuk Simak Penjelasannya!

6 Maret 2021   20:11 Diperbarui: 6 Maret 2021   20:18 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://indonesiaful.com/

Kebudayaan terus berkembang seiring berjalannya waktu. Saat ini kita sedang berada di era digital, era dimana semuanya serba digital dan instan tak terkecuali kebudayaan itu sendiri. Indonesia memiliki banyak sekali ragam kebudayaan dan juga produk-produk kebudayaan, semua hal tersebut dapat kita konsumsi melalui digital, dengan mediasi smartphone dan internet tentunya. 

Berbicara mengenai kebudayaan tentunya kita tak asing dengan kata artefak (karya), artefak merupakan wujud dari kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan (Sari Eviyanti, 2010, Hal. 50). 

Mengkonsumsi suatu artefak budaya dibutuhkan waktu untuk memperdalam suatu artefak budaya tersebut agar dapat dimaknai oleh para individu lainnya, misalnya alat musik khas Jawa Barat yang mendunia "angklung".

Angklung merupakan salah satu wujud kebudayaan fisik. Di luar negeri angklung memiliki identitas yakni alat musik khas Indonesia. Bahkan di Amerika serikat angklung dimainkan di sejumlah sekolah, kegiatan ini dilakukan melalui program angklung goes to school, tak hanya itu melalui media pemberitaan online indonesia antaranews (2011), angklung juga berhasil masuk rekor dunia "Guinness World Records" dengan permainan angklung yang dilakukan oleh peserta multibangsa yang lebih dari 5.000 orang berlangsung di Taman National Mall-Washington Monument. 

Angklung alat musik yang dimainkan dengan cara digetarkan atau digoyangkan ini juga rutin dimainkan oleh suku sunda karena termasuk ke dalam tradisi, bisanya dimainkan pada upacara adata seren taun yang kental dengan nuansa yang sakral dan magis. 

Angklung juga menjadi pelajaran music wajib di beberapa sekolah di Indonesia khususnya jawa barat. Angklung tidak hanya popouler di Luar negeri khususnya Amerika Serikat, angklung juga populer di negara asalnya, masyarakat Indonesia diluar pulau jawa juga banyak yang suka dengan alat musik unik satu ini, ada yang ingin belajar, ada juga yang menjadikannya barang koleksi, bagaimana masyarakat di luar pulau jawa dapat membeli alat musik ini? tentunya lewat platform e-commerce, melalui online kita dapat dengan mudah mengkonsumsi salah satu artefak budaya Indonesia yang mendunia ini.

Angklung sendiri dapat dijumpai dalam e-commerce Shopee, aplikasi belanja online yang masyarakat Indonesia sukai. Berbicara mengenai konsumsi artefak budaya angklung, mari kita coba untuk menganalisis konsumsi artefak budaya angklung dengan menggunakan  Teori Circuit of culture yang dikemukakan oleh Stuart Hall (1996). 

Teori Circuit of culture sendiri menggambarkan hubungan-hubungan atau koneksi antara representasi dengan identitas, regulasi, konsumsi dan produksi. Kelima elemen dari circuit of culture tersebut memang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, angklung memiliki identitas yakni alat musik khas Indonesia tepatnya berasal dari Jawa barat, tentunya untuk memperkenalkan alat musik khas Indonesia ini hingga ke kancah dunia internasional, angklung ini dipromosikan melalui media sosial, dipertontonkan jika ada wisatawan asing berkunjung sehingga tentunya angklung ini akan mendapat identitas nya yakni alat musik asal Indonesia yang unik. 

Pertunjukkan angklung yang digelar tentunya berhubungan dengan alat musik angklung itu sendiri, hal ini dapat kita analisis bahwa angklung-angklung-angklung yang digunakan bisa saja di produksi oleh salah satu pusat kerajinan tangan dari bambu khas Jawa Barat yang terkenal yakni Saung Angklung Udjo, hal ini juga terkait dengan konsumsi Angklung itu sendiri, dimana angklung akan dibeli oleh konsumen unuk kepentingan seperti pergelaran seni, alat pembelajaran, alat koleksi, dan lain sebagainya. Dalam hal konsumsi ini tentunya mempertimbangkan reputasi nilai uang, fasilitas dan sebagainya, dan mengacu pada penggunaan dan investasi suatu budaya.

 

DAFTAR PUSTAKA

Antaranewscom. (2010). Indonesia Cetak Rekor Dunia Permainan Angklung Di Amerika. Berita

online Antaranews. https://www.antaranews.com/berita/266748/indonesia-cetak-rekor-dunia-permainan-angklung-di-amerika . Diakses pada 5 Maret 2021.

Eviyanti, sari. (2010). Taman Budaya Kalimantan Tengah. Ejournal Universitas Atma Jaya

Yogyakarta Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur. http://e-journal.uajy.ac.id/2374/ . Diakses pada 5 Maret 2021

Hall, Stuart. (1996). Question of Cultural Identity. London : Sage Publication.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun