Mohon tunggu...
Tantia Wahyu Kinanti
Tantia Wahyu Kinanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Semarang

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Meriahnya Tradisi Kesenian Gejog Lesung, Desa Beji, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten : Warisan Budaya yang Terus Hidup

13 Agustus 2024   14:51 Diperbarui: 13 Agustus 2024   15:05 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelompok mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari Universitas Negeri Semarang yang tergabung dalam Tim Unnes Giat 9 mengadakan latihan rutin Gejog Lesung yang biasa dilaksanakan oleh warga Jatirejo desa Beji, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten. Kegiatan ini bertujuan untuk melestarikan kesenian tradisional yang ada di dukuh Jatirejo agar terus berkembang. Kesenian Gejog Lesung terletak di Dukuh Jatirejo RT 08 RW 03 Desa Beji, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten. Dukuh Jatirejo adalah salah satu dusun yang terletak di desa Beji, kecamatan Tulung, kabupaten Klaten. Sejarah singkat mengenai dukuh ini mencakup perkembangan sejak zaman dahulu hingga sekarang, termasuk aspek-aspek sosial, budaya, dan ekonomi yang mempengaruhi dukuh ini.

Dukuh Jatirejo pada awalnya didirikan oleh beberapa keluarga yang bermigrasi dari daerah lain di sekitar Klaten. Nama "Jatirejo" kemungkinan berasal dari gabungan kata "Jati" (sejenis pohon) dan "Rejo" (ramai), mencerminkan daerah tersebut yang dulu dipenuhi oleh pohon jati dan ramai dengan kegiatan masyarakat. Dusun Jatirejo adalah contoh dari komunitas desa yang mempertahankan tradisi dan budaya mereka sambil beradaptasi dengan perubahan zaman. Sejarah singkat ini memberikan gambaran umum tentang bagaimana dukuh ini berkembang dan berkontribusi dalam kerangka desa Beji dan kecamatan Tulung. Sebagian besar penduduk Jatirejo bekerja sebagai petani Tanah yang subur di daerah ini mendukung pertanian, terutama padi dan palawija. Selain itu, beberapa warga juga berprofesi sebagai peternak yakni peternak sapi.

Ketua Gejog Lesung  dukuh Jatirejo Bapak Marjuki, menjelaskan "Masyarakat Jatirejo memiliki berbagai kesenian dan kebudayaan yang masih dilestarikan hingga sekarang, salah satunya seperti kesenian Gejog Lesung yang merupakan bagian penting dari kehidupan masyarakat di dukuh ini". Kesenian yang berkembang di tengah masyarakat agraris ini dimainkan menggunakan alat-alat yang digunakan dalam aktivitas sehari-hari, yaitu alu dan lesung. Sesuai namanya yang berasal dari bahasa Jawa, kesenian gejog lesung berasal dari dua kata, yaitu gejog atau kothekan berarti memukul atau menumbuk, dan lesung yang merupakan sebuah alat untuk menumbuk padi. 

Properti yang digunakan dalam kesenian gejog lesung berupa lesung atau wadah panjang dengan cekungan di tengahnya dan penumbuknya disebut alu, yang keduanya dibuat dari batang kayu yang panjang. Dahulu, lesung digunakan oleh masyarakat pedesaan untuk memisahkan padi dari tangkai-tangkainya dengan ditumbuk menggunakan alu secara berirama. Cara menumbuk menggunakan lesung ini sudah banyak ditinggalkan, namun keberadaan lesung justru dilestarikan melalui kesenian tradisional. Dahulu, Kesenian Gejog Lesung biasanya dimainkan setelah panen padi bersama-sama masyarakat setempat secara beramai-ramai. Latihan rutin yang dilaksanakan pada hari Kamis (27/6/2024) yang diikuti oleh 20 warga Jatirejo serta diikuti oleh KKN Unnes Giat 9 dengan begitu warga Jatirejo memberikan ilmu terhadap KKN dari Unnes untuk belajar cara memainkan Gejog Lesung dan tentukan kami langsung bisa mempraktikkannya.

Kegiatan ini diselingi nyanyian dan tarian, serta dialog atau cerita sebagai ekspresi kebahagiaan dan pengusir rasa lelah dengan menimbulkan bunyi suara “thok thek thok thek” bersahut-sahutan yang berirama unik sekaligus indah. Lama-kelamaan, kegiatan ini tidak hanya dilihat menjadi proses menumbuk padi namun berkembang sebagai sebuah kesenian yang ditunggu masyarakat dan menjadi sebuah hiburan. Sejarah gejog lesung juga tidak lepas dari cerita nenek moyang berupa mitos atau legenda yang dipercaya masyarakat setempat. Masyarakat mempraktikan kesenian ini di setiap hari Kamis sore yang dimainkan oleh ibu-ibu serta bapak-bapak dengan jumlah kurang lebih 15-20 orang diantaranya ada yang menjadi tim pengiring musik dan sebagian ada yang menyanyi. Untuk lagu yang biasa dimainkan diantaranya Lumbung Desa, Taman Jurug, Koes Plus yang di gubah liriknya.

Kesenian Gejog Lesung  bersifat menghibur untuk mesyarakat dukuh Jatirejo dengan tujuan membangun kerukunan sesama warga desa karena dengan adanya kesenian tersebut akan mempererat persaudaraan warga desa tersebut. Saat pembuatan nama untuk kesenian Gejog Lesung para warga melaksanakan doa bersama serta bancakan secara bersama-sama yang bertempatan di dukuh Jatirejo dan menghasilkan sebuah nama yaitu Gejog Lesung Madu Melati. Pengaruh kesenian ini terhadap masyarakat diantaranya masyarakat memiliki kegiatan positif, berkurangnya tingkat stres pada masyarakat serta memiliki target untuk pentas. Gejog Lesung menjadi maskot bagi masyarakat Kecamatan Tulung karena sering dipentaskan dalam acara penyambutan para pejabat . Jatirejo sebagai desa pencetus pertama dalam kesenian Gejog Lesung dan banyak desa lain yang ingin ikut belajar kesenian tersebut melalui masyarakat Jatirejo.

Menurut informasi dari Mas Jati terdapat tokoh seniman di daerah setempat yaitu Alm. Bapak Rohmat, Bapak Mardzuki dan Mbah Ragil sebagai awal adanya kesenian Gejog Lesung yang dipentaskan saat acara festival di Kecamatan Cawas tahun 2014. Prestasi yang pernah didapatkan oleh tim pemain kesenian Gejog Lesung di dukuh Jatirejo Desa Beji diantaranya Juara 2 Tingkat Kabupaten Tahun 2019 yang saat itu di ketuai oleh Bapak Marjuki. Juara 1 Tingkat Kabupaten Tahun 2020 yang saat itu di ketuai oleh Mas Jati Tridhay S.Sn . Gejog Lesung juga menjadi kesenian rutin untuk acara Saparan. Upaya masyarakat dalam melestarikan kesenian ini dengan menyelenggarakan event tetapi regenerasi penerusnya dikatakan kurang. Meskipun begitu para masyarakat tetap memiliki rasa semangat untuk berlatih dengan berbagai variasi lagu untuk mengiringi kesenian tersebut. Peran pemerintah cukup terlibat dengan adanya pemberian lesung dan pemberian sarana prasarana ketika akan ada acara. Hambatan masyarakat dalam melestarikan kesenian ini diantaranya dari faktor eksternal yaitu keterlibatan pemerintah desa yang lebih mengedepankan pembangunan material dari pada kesenian. 

Sedangkan dari faktor internal adalah regenerasi peserta yang tidak bisa dipaksakan kepada anak-anak karena tidak semua anak menyukai dan mampu mendalami kesenian ini. Harapan dari masyarakat pelaku seni ini semoga kesenian Gejog lesung tetap Lestari dan jangan sampai mati kesenianya serta harus melatih anak kecil agar kesenian ini tidak menjadi buah bibir di masa yang akan datang. Harapan bagi pemerintah desa lebih memberi perhatian terhadap kesenian yang ada di Desa Beji dan memberi ruang pentas untuk para pelaku seni. Harapan lebih luas untuk musik agraris ini bisa dikenalkan diluar wilayah Klaten bahkan sampai ke Luar Jawa dan Luar Negeri

UNNES GIAT 9 DESA BEJI
UNNES GIAT 9 DESA BEJI
Gejog Lesung Madu Melati
Gejog Lesung Madu Melati

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun