Sebagai komunitas yang masih bayi, Komunitas Perempuan Pelestari Budaya Nusantara (PPBN) tak main-main dalam wujudkan cita-cita awal dibentuknya. Â Maka, pada tanggal 14 hingga 17 Desember 2022 lalu, PPBN kembali mengadakan gathering kedua, dengan berangkat ke Solo.Â
PPBN Jalan-jalan ke Solo dan YogyaÂ
Sebenarnya, banyak sekali peserta di komunitas PPBN yang mendaftarkan diri, namun untuk gathering pertama di luar kota ini, Elisa Koraag, founder komunitas PPBN sengaja tak ingin membawa banyak massa. Selain karena lokasi, ia juga ingin tahu terlebih dahulu bagaimana antusiasme serta komitmen member komunitas, jika busana yang dikenakan selama trip, adalah dengan mengenakan kebaya!
Maka rundown-pun dibuat, tapi tentu saja di hari pertama kami tak diwajibkan mengenakan kebaya, walau ada beberapa yang memang sudah komitmen, seperti ibu Roby tuan rumah kami di Solo kali ini. Beliau memang telah mengenakan busana kebaya itu sebagai busana sehari-hari. Begitu juga ibu Allegrena, sejak hari pertama terlihat sangat nyaman mengenakan kebaya.
Daripada berlama-lama, yuk kita mare tengok napak tilas perjalanan Ibu-ibu Perempuan Pelestari Budaya Nusantara dengan kebayanya yang cetar membahana...
Rabu, tanggal 14 Desember 2022 kami sudah berkumpul di tiga titik,yaitu titik terdekat dari rumah masing-masing. Dengan dress code colourful aka bebas warna-warni. Â Terbayang akan betapa menyenangkannya perjalanan kali ini, karena sebagian besar dari kami memang baru bertemu satu dua kali, kecuali aku dan founder PPBN yang akrab kusapa Buncha (Elisa Koraag).
Tepat pukul 07.00 WIB kami berangkat menuju ke Solo, ke kediaman Ibu Hj. Robiyatun. Karena semobil Elf ini isinya para ibu-ibu, bisa ditebak, perbekalan komplit tersedia di bus. Mulai dari sekardus besar air mineral, sarapan pagi bihun goreng yang dibawa Ibu Robi hingga aneka snack berat dan aneka keripik serta permen!
Perjalanan lancar, dan kami berhenti di beberapa titik rest area untuk sekedar buang air kecil dan melemaskan kaki yang tentu saja pegal di perjalanan.  Mobil  memasuki Kertosuro Solo sekitar pukul 18.00WIB.Â
Unik sekali karena kami akan tinggal di rumah Ibu Robi yang menyatu dengan PAUD milik beliau. Rumah ini memang jarang ditempati karena sang pemilik memiliki rumah tinggal di Jakarta.Â
Tepat pukul 20.00 kami sudah berkumpul, sudah segar dan bersih, sudah menunaikan sholat dan bersiap makan malam. Dan kami menuju resto yang akan menyediakan hidangan bebek goreng dengan sambalnya yang nikmat di... tepat di sebelah rumah beliau!
Ya, Ibu Robi juga memiliki sebuah resto yang cantik sekali, tepat di sebelah PAUD itu! Nuansa restonya vintage, dengan beberapa perabotan jati asli yang besar-besar! Karena udara hujan dan dingin, usai berkenalan, kami menyantap hidangan dengan nikmat! Â Usai santap malam, kami bersantai dan mendengar dendang riang bu Fifi dan bu Endang yang jago nyanyi.
Btw, Resto "Lumpang Watoe" milik Ibu Robi ini, rpanya terkenal dengan  menu yang sangat lezatnya yaitu Bebek Kremes. yang kami santap malam itu.Â
Keistimewaan bebek  kremes Lumpang Watoe ini, diambil dari bebek pilihan yaitu sudah berumur dan tua. Dengan sistim masaknya di ungkep selama 7 jam, menggunakan bumbu rempah - rempah alami, sehingga tekstur dagingnya empuk dan tidak hancur. Keistimewaan yang lain adalah bumbunya meresap sampai ke tulang, dan ... jangan ditanya yaa rasa sambelnya yang pedas dan nikmat!
Hari ke-2, Kamis tanggal  15 Desember 2022
Subuh baru saja pergi, titik-titik embun masih membasahi kelopak daun.Â
Tapi, di rumah ibu Robi, kesibukan telah dimulai. Ada yang mandi, ada yang telah bergegas berdandan dengan mengenakan seragam kebaya yang sudah disiapkan oleh Tuan Rumah. Satu setel kebaya jumputan cantik aneka warna, dengan kain batik atau rok batik.
Pada pukul 07:00kami berkeliling sebentar di seputar rumah bu Robi untuk melihat beberapa Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) binaan.Â
Ternyata, ini adalah salah satu impian bu Robi, bahwa di sekelling rumah di Desa Karang Asem, harus memiliki usaha, agar tak hanya bergantung pada lahan sawah yang semakin mengecil saja ukurannya semakin hari. Benar, Â sawah pertanian di beberapa daerah saat ini memang telah habis, hanya tersisa kas desa dan milik warga yang masuk zona hijau, seperti Dukuh Kudusan dan Karangasem, Gumpang.
Beberapa UMKM di desa Karangasem Gumpang ini antara lain :Â
> usaha kerupuk rambakÂ
> usaha rengginang
> usaha bordir
> usaha kaos print motif Papua
Puas berkeliling, kami akan sarapan pagi Nasi Liwet. Tebak di mana? Ya, kami sarapan di rumah beliau yang satunya lagi! Â Letaknya tak jauh dari rumah ini, namun membutuhkan naik mobil, lalu dilanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri gang.Â
Sesudah sarapan, kami segera lanjut ke The Heritage Palace, lalu rencana selanjutnya adalah ke Colomadu, Ndalem Kalitan dan  Masjid Raya Sheikh Zayeh Al Nahyan. Kami berencana  santap malam, setelah  kembali ke rumah Ibu Robi.
The Heritage Palace, Semarak Dengan Jumputan
Bagi yang belum pernah ke sini, The Heritage Palace salah satu objek wisata favorit di Sukoharjo yang menyediakan banyak atraksi menarik dan spot foto keren. Tempat ini menawarkan wisata seru ke Solo ala Romawi Kuno di Gedung Tua bekas Pabrik.Â
Setelah membayar tiket terusan sebesar IDR 75K Ibu-ibu dengan semangat 45 memasuki  The Heritage Palace, yang dulu dikenal merupakan bekas pabrik gula di zaman kolonial Belanda.
Tidak memberikan kesan yang menyeramkan, tetapi saat ini bekas pabrik Gula ini justru berubah menjadi wisata keluarga yang kekinian. Nuansa Eropa yang kental dengan gaya vintage menjadi ciri khas destinasi kekinian ini. Dengan mudah, kita  bisa menemukan gedung gedung dengan desain futuristik, pemandangan unik hingga mobil kuno yang berderet rapi.
Semua properti yang berada di tempat satu ini memang kebanyakan barang kuno. Tetapi setiap benda memberikan nilai seni yang begitu tinggi. Mengusung konsep wisata dan edukasi pada benda benda kuno yang ada.
Destinasi ini berdiri di lahan seluas 2,2 hektar, Pabrik Gula Gembongan sudah ada sejak tahun 1892 yang totalnya memiliki 9 bangunan. Dengan cerobong asap yang menjulang hingga 20 meter, menjadikan bangunan ini begitu unik. Karena PG ini didirikan oleh Belanda, dan di tahun 1920 mengalami renovasi dengan konsep Art Deco.
Karena renovasi inilah akhirnya bagian depannya memiliki tembok menjulang tinggi layaknya kastil. Pabrik ini tutup tahun 1981 yang sebelumnya mengalami perpindahan tangan beberapa kali. Hingga akhirnya mengalami rekonstruksi dan renovasi menjadi sebuah objek wisata. The Heritage Palace sendiri baru dibuka di tahun 2018 dan menawarkan banyak sekali spot foto menarik.Â
Oya pengunjung tak perlu takut lelah, karena di The Heritage Palace ada beberapa tempat yang menjual makanan, minuman dingin serta banyak sekali tempat duduk yang disediakan. Mau belanja merchandise khas Solo juga bisa!
Nah itu keseruan para Ibu PPBN dengan kebaya jumputannya di hari kedua. Penasaran, selanjutnya mau ke mana lagi? Ikuti cerita selanjutnya yaaa!
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H