Mohon tunggu...
Tantan Hermansah
Tantan Hermansah Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Trainer materi NUN-Integrity. Pelatihan yang bisa menganalisis kinerja perusahaan/lembaga, memetakan sumberdaya manusia yang tepat, membangun TEAM Work yang solid dan mampu menerjemahkan visi-misi perusahaan/ lembaga di lapangan. Pelatihan dilengkapi alat tes yang sudah teruji. Kontak: 0818 800 528

Selanjutnya

Tutup

Money

Membantu Tak Perlu Menunggu Mampu

18 Desember 2012   09:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:26 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam setiap pelatihan yang kami laksanakan, sesi yang paling saya sukai dan juga menguras banyak energi adalah ketika sesi "CURHAT". Sebab pada sesi ini, peserta diperbolehkan mengungkapkan apa saja, baik tentang saya--yang melatih mereka saat itu--atau, dan ini paling banyak, keadaan pada diri mereka.

Dalam satu acara pelatihan "Pemberdaya [an] Masyarakat" di mana seratus persen pesertanya adalah birokrat bagian atau seksi pengembangan masyarakat dari dua provinsi, ada pertanyaan menggelitik yang diungkapkan oleh peserta kepada saya.

"Pak, bagaimana saya bisa memberdayakan orang, sementara saya sendiri (sebenarnya sebagai aparat birokrasi), belum berdaya?" Kata sang peserta.

Ada 2 hal yang ingin disampaikan oleh peserta itu, pertama, ia tidak enjoy pada seksi tersebut karena bukan tempat "basah"; kedua, ia memang tidak memiliki jalan keluar atas masalah di subdit atau seksinya tersebut.

Saya menjawab pertanyaan tersebut dengan pengalaman saya sewaktu mahasiswa S-1. Saat itu, saya punya kebiasaan mengumpulkan baju bekas kawan-kawan, baik yang masih layak pakai, atau yang sudah rusak sama sekali. Istilah saya, bersih-bersih lemari. Baju-baju bekas tersebut kemudian saya cuci. Dengan mengeluarkan modal Rp. 1000 untuk membeli deterjen bubuk waktu itu, saya bisa mencuci pakaian sebanyak kurang lebih 20 potong. Pakaian tersebut jika sudah kering, saya rapikan dan dikumpulkan.

Setiap sudah menjadi 1 sampai 2 karung, lalu sambil pulang kampung ke Garut, saya bawa menggunakan Bus Mekar Raya (waktu itu) dari Terminal Kampung Rambutan.

Sesampainya di kampung, baju tersebut biasanya disertika dulu, lalu dipasang-pasangkan biar matching. Lalu esoknya, bersama sepupu, saya antarkan kepada warga miskin yang jarang (dua tahun sekali saja tidak) membeli baju. Biasanya, per Kepala Keluarga mendapatkan 2 stel. Begitu hampir tiap 3 bulan saya lakukan. Sampai akhirnya saya lulus kuliah S-1.

Saya melakukan itu sendiri. Pada saat saya melakukannya, saya tidak mampu seperti mahasiswa lain untuk indekost. Asal Anda ketahui, saya mencuci dan menjemur pakaian itu di sekretariat organisasi ekstra mahasiswa. Saya cuek saja, dan mereka juga cuek. Toh saya melakukannya bukan bagi diri saya sendiri kok.

Ada kebanggaan atas apa yang saya lakukan. Secara materi dan kapasitas, waktu itu saya bisa dikatakan belum menjadi manusia mampu. Tetapi Tuhanlah yang membuat saya mampu.

Lulus kuliah, dan mendapat kesempatan kuliah dan kuliah lagi. Saat sedang kuliah S-3, saya akhirnya memberanikan diri membuka Jasa Laundri Kiloan, yang saat ini sudah mulai membuka cabang baru.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun