Mohon tunggu...
david tansen
david tansen Mohon Tunggu... -

David Tansen

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Selamat Pagi Indonesia "Kusni Kasdut"

26 September 2011   09:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:36 14958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Last Supper Kusni Kasdut

[caption id="attachment_137489" align="alignleft" width="242" caption="Penjahat Legendaris specialist barang antik"][/caption] Di atas makamnya kelak hanya akan tertulis: "Ignatius Waluyo" . Nama hitamnya, Kusni Kasdut, telah lama dinyatakannya sendiri habis.  Yang hendak ditinggalkan hanyalah nama baptis. Itu adalah semacam simbul dia bukan manusia yang dulu pernah mengumbar kejahatan dengan tidak semena-mena, tapi seorang biasa yang mati dalam iman. Dan ia tidak bergurau, di muka rumah penjara Kalisosok sebelum berangkat ke tempat eksekusi, ketika ia berkata. "Semoga dalam perjalanan terakhir saya ini tidak ketemu setan . . . Haleluya . . . Haleluya . . . !" Tiga buah peluru tepat mengenai jantungnya dan lima yang lain di sekitar perutnya. Tugas 12 orang dari regu tembak polisi pagi itu, 6 Februari sekitar jam 04.35, selesai sudah: Kusni Kasdut, 52 tahun dinyatakan telah menjalani hukuman ditembak sampai mati. Waktu itu di langit bersinar tigaperempat rembulan malam ke-18. Di cakrawala sebelah utara nampak pijar-pijar kilat yang tak berbunyi. Nasib Kusni telah ditentukan, sejak Presiden Soeharto menolak permohonan grasinya 10 November tahun lalu. Ada memang jasanya dalam perjuangan 1945. Kelakuannya juga baik sebagai narapidana teladan di Cipinang. Dan ia sendiri berharap dapat pengampunan. Tapi hukuman bagi kejahatan yang pernah dibuatnya memang, seperti katanya sendiri, sudah tidak tertanggungkan lagi. Ia dipidana mati bagi kejahatannya membunuh anggota polisi di Semarang. Ia dihukum penjara seumur hidup untuk nyawa Ali Bajened. Ia divonis 12 tahun penjara untuk lakonnya memimpin perampokan berlian di Museum Pusat. Dan ia diganjar 5 tahun untuk kejahatannya -- yang pertama -- menculik seorang dokter. [caption id="attachment_137491" align="aligncenter" width="465" caption="Dia sungguh berubah saat menjelang ajal.."][/caption] Selama sebagai "orang rantai", narapidana, Kusni juga sudah 8 kali berusaha lari dari penjara dan tempat tahanan polisi. Hanya tiga kali ia gagal. Demikianlah awal bulan ini, Kusni Kasdut dipanggil dari sel ke-5 blok B-II penjara Kalisosok (Surabaya) untuk diberitahu tentang penolakan grasinya oleh Presiden. Tak ada yang bisa meraba apa yang ada dalam pikirannya. Tapi petugas penjara melihat ia kembali ke selnya dengan langkah yang biasa-biasa saja. Tidak kaget? Kecewa? Mungkin. Sebelumnya Kusni sudah juga diberitahu: akhir hidupnya ditentukan pemerintah paling lama liga hari lagi. Upaya hukum, seperti "amnesti" yang masih diharapkannya, tentu saja tak mungkin bisa diperolehnya. [caption id="attachment_137493" align="alignleft" width="235" caption="sosok kecil ini sangat do segani dan ditakuti oleh penjahat pada saat itu."][/caption] Keinginannya terakhir hanya ia mau duduk di tengah keluarganya. Itu terpenuhi. Sembilan jam sebelum diantar pergi oleh tim eksekutor, di ruang kebaktian Katolik di LP Kalisosok Kusni Kasdut dikelilingi keluarganya: Sunarti (istri keduanya), Ninik dan Bambang (anak dari istri pertama), Edi (menantu, suami Ninik) dan dua cucunya, anak Ninik. Itulah jamuannya yang terakhir-dengan capcai, mi dan ayam goreng. Tapi rupanya hanya orang yang menjelang mati itu yang dengan nikmat makan. Kusni, kemudian, memeluk Ninik. "Saya sebenarnya sudah tobat total sejak 1976," katanya, seperti direkam seorang pendengarnya. "Situasilah yang membuat ayah jadi begini. "Sebenarnya ayah ingin menghabiskan umur untuk mengabdi kepada Tuhan" , Tapi waktu terlalu pendek. Ninik dan yang lain menangis. "Diamlah," lanjut ayahnya, "Ninik 'kan sudah tahu, ayah sudah pasrah. Ayah yakin Tuhan sudah menyediakan tempat bagi ayah. Maafkanlah ayah." Kedua cucunya, Eka dan Vera, mulai mengantuk. Kusni banyak berpesan, misalnya agar keluarganya saling mengunjungi. Ia juga minta kerelaan Edi, menantunya, agar menyekolahkan Eka dan Vera di sekolah Katolik. "Syukur kalau salah scorang di antaranya bisa ada yang jadi biarawati." Lalu acara pemakaman juga dibicarakan. Mereka sepakat mengajukan permohonan agar jenazah dikuburkan di Probolinggo (Jawa Timur). Di saat terakhir Kusni menyerahkan sebuah bungkusan coklat kepada Bambang. Isinya sepotong kemeja safari, hem lengan panjang dan dua buah celana panjang. Pesan penghabisan sederhana, seperti urusan bisnis agar honor dari penerbit Gramedia, untuk riwayat hidup yang dibukukan oleh pengarang Parakitri, agar diurus. [caption id="attachment_137494" align="aligncenter" width="465" caption="dia selalu ramah dengan siapapun, khusus nya dengan parakitri wartawan kompas yang menemaninya di dalam selama beberapa bulan."][/caption] Itu, kata Kusni, "merupakan persembahan terakhir bapak kepada anak-cucu." Lalu keluarga itu berpisah. Di malam menjelang ajal, Kusni hanya duduk dekat terali besi, merokok kretek, mengobrol dengan sipir, dan sekali-kali bersembahyang. Ketika tim eksekutor menjemputnya, sekitar jam 03.00, Kusni masih tetap jaga. Ia menolak mandi pagi. Setelah menyalami petugas yang selama ini mengurusnya, Kusni pun diiring meninggalkan selnya. Di muka penjara menunggu dua orang polisi: Kol. Pol. Harsono dan Mayor Pol. Sujono. Mereka adalah petugas yang menangkapnya setelah sebulan melarikan diri dari penjara Lowokwaru di Malang. Mereka memeluk dan mencium Kusni. Lalu dua buah mobil polisi pun memimpin iring-iringan 17 mobil meninggalkan Kalisosok. Banyak yang menyangka hukuman mati bagi Kusni Kasdut akan dilaksanakan di Pantai Kenjeran sebelah timur kota. Ternyata rombongan menuju barat laut. Di sekitar 8 km sebelum Gresik, iringan berhenti. Rombongan turun dari kendaraan dan berjalan kaki menuruti pematang-pematang tambak, untuk mencapai tanah yang agak datar berpohon rimbun dekat Selat Kamal. Di situ, segala sesuatunya telah siap. Kusni terpancang di sebuah tiang dengan sehelai kain menutupi mukanya. Romo Tandyo Sukmono membimbingnya berdoa. Lalu "Amin". Dan peluru menggelegar. Tuhan, selesai sudah. ( dikutip melalui : http://majalah.tempointeraktif.com ) "SELAMAT PAGI INDONESIA" Saat-saat terakhir Kusni Kasdut ,  dijadikan ide untuk lagu dari Super  Group  God Bless  yang di baptis dengan judul , “Selamat Pagi Indonesia” di album “Cermin”.  Lirik lagu ini ditulis oleh Theodore KS, wartawan musik Harian Kompas yg jago menulis lirik lagu, arrangement lagu di gubah oleh Ian antono yang merupakan sahabat dari Theo sang penulis lyric. Selamat Pagi Indonesia Sayap burung berkepak Menembus embun pagi Terbang menerjang keheningan gerbang dini Terperanjat mendengar Derap langkahnya yang begitu tenang Melangkah menuju keabadian Rumpun bambu bergoyang Gemrisik dan melambai Seakan memberikan kata “selamat Jalan” Rumput-rumput nan hijau Bermandi embun tunduk dengan pilu Menatap dia pergi pagi ini Langkahnya.. Berderap dan pandangannya menatap ke depan Tegakkan.. Dadanya seakan dia menantang perang Di bibirnya terlukis senyum yang yakin akan kebenaran Matanya berbinar dalam keredupan Mulutnya bergerak menyusun doa terakhir baginya Yang meluncur menembus himpitan sepi kemanakah kucari Kebenaran… Kedamaian… Kasih sayang.. Kemana… (Kemana akan kucari) Surya merekah pagi Membuka tabir hari Tapi dia takkan kuasa melihat lagi Seandainya kuasa membuka mulut mungkin akan berkata (Selamat Pagi Indonesia, Cintaku) [caption id="attachment_137495" align="alignleft" width="464" caption="bagaimanapun kejamnya dia saat itu, namun saat bertobat dia melahirkan sebuah karya yang bisa di nikmati di museum Gereja kathedral."][/caption] Karya kusni kasdut juga bisa di nikmati di museum Gereja Khatedral Jakarta berupa lukisan dari gedebong pisang, silahkan mengunjungi Gereja ini. Yang sudah tak bisa kita nikmati adalah Buku sejarah hidupnya yang di tulis oleh Wartawan Senior Harian Kompas bpk. Parakitri TS. Semoga kelak bisa di cetak ulang atau di jual dalam bentuk e.book yah !!! salam - Sensen -

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun