Lilin kecil pemberian Tuhan di pertengahan Maret 1994.
Wangi bambu basah, wangi daun yang berembun,
wangi akar yang tetap terjaga di dasar bumi.
Pagi,
masih gulita.
Kugenggam lilin kecil yang nyalanya redup itu.
Lilin pertama ku, dari Tuhan
yang cahaya nya temaram, tapi mampu
menghangatkan hati.
Tak ada wewangi
hanya rasa yang bersamanya menapaki tanah
bebatu sejengkal demi sejengkal menuju surau di
wetan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!