Tidak seperti hari biasanya, hari ini langit terlihat cerah merona, anak-anak bersemangat berangkat ke sekolah tanpa harus mengenakan payung atau jas hujan yang sudah lusuh milik orangtuanya. Anak-anak seperti biasa sebelum pelajaran dimulai pukul 08.00 wib. Kain pel, ember dan sapu sudah ada ditanganya, mereka akan membersihkan selasar lorong kelas yang penuh dengan bekas lumpur.
Pasalnya jika hujan turun, maka lantai keramik yang putih akan berwarna kecoklatan, dan tugas anak-anak adalah membersihkanya. Dan bisa dilihat halaman sekolahpun mirip kubangan kolam. Dan disekolah ini setiap pagi ataupun selepas jam belajar mengajar selesai, kegiatan membersihkan halaman sekolah menjadi kegiatan rutin.
Ya, sekolah dasar (SD) yang berada di Desa Cileuksa, Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor berada di ketinggian 900 mdpl, memiliki 5 sekolah negeri, jarak antar satu SD dengan SD lainya sangat jauh. Bisa memakan lebih 1 jam. SD N Cileuksa 01 dan 02 terletak di kampung tengah yaitu kampung Pasir Mulya dan Cileuksa Desa, SD 03 terletak dikampung Cipugur, SD 04 dikampung Cisusuh, sementara SD N 05 memiliki dua bangunan sekolah berada diatas pegunungan jalan tanah dan bebatuan berada di Ciparempeng dan Cijairin.
Dari 5 SD Negeri ini, hanya satu bangunan yang dibangun oleh pihak swasta yaitu NGO GNI (Gugah Nurani Indonesia) dibangun tahun 2013 terletak dikampung Cijairin. Bedanya sekolah yang dibangun oleh swasta ini sudah ramah dan memenuhi standar layak anak, dari bentuk fisik hingga sarana dan prasarana sudah dimilikinya. Namun sangat disayangkan sekolah yang dibangun oleh pemerintah baru beberapa tahun sudah tidak layak untuk ditempati, buku-buku pun terkikis bakteri berserakan di meja kelas.
Selama hampir 3 tahun mengajar sendiri di selasar Mushola tidak membuat dirinya patah semangat. “Siapapun itu, jika berkeinginan untuk belajar saya harus ada dan hadir. Siapapun tidak boleh menghalangi anak untuk belajar. Pendidikan harus jalan dan ada,” kata Kurnia.
Kurnia melihat banyak anak-anak di usia SD dikampung Cipuguh yang belum bisa membaca. Dari hal itulah Kurnia berinisiatif untuk memulai membuka ruang belajar bagi anak-anak tanpa dipungut biaya sekecil apapun.
Gayung bersambut 2011 pemerintah lewat UPT Pendidikan membuat SD Negeri, dan dinamai SD 03 Cileuksa. Tahun 2011 itulah awal mula anak-anak menempati gedung yang hanya memiliki 3 kelas. Dengan 3 guru honorer. Anak-anak kelas 1-3 masuk jam 07.30 hingga pukul 10.00, anak kelas 4 - 6 SD masuk pukul 10.00-12.00.
Siang harinya, Kurnia bersama 2 guru honorer lainya akan mengajar kembali siswa SMP hingga pukul saya bertiga akan mengajar lagi anak-anak SMP 1 Sukajya yang jumlahnya masih sangat sedikit. Mulai pukul 13.00 hingga pukul 17.00. Dengan upah 500 ribu perbulan dan dibayarkan setiap tri wulan tidak membuat guru honorer patas semangat.
Pemandangan itu, bukan hanya berada dii SD 03 Cileuksa saja namun di SD N lain yang masih berada di Desa Cileuksa terdapat guru honorer yang mengalami nasib sama. Jadi kepala sekolah, jadi guru sekaligus jadi tukang jaga malam atau tukang bersih-bersih.
“Pendidikan harus disamaratakan, karena wilayah tempat kami mengajar di Kabupaten Bogor ini dekat dengan ibukota, namun wilayah dimana kami mengabdi untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman kepada anak didik, masih sangat minim untuk direspon oleh masyarakat maupun dinas terkait. Guru honorer juga perlu diberikan pelatihan,” ujar Apip salah satu guru SD N 05. (wien)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H