Mungkin terdengar sedikit kontroversi bagi mahasiswa yang makan dan tidur di warung kopi bahkan menjadikan warung kopi sebagai logosentris yang mampu menghadirkan sebuah diskursus pemikiran, dan gerakan sosial.
Namun yang perlu mahasiswa sekarang ketahui ialah sebenarnya warung kopi adalah dalang kegagalan pergerakan politik mahasiswa. Kenapa demikian?Â
Karena di warung kopi terlalu banyak wacana yang dibicarakan setiap seduhan segelas kopi. Bahkan sampai seduhan akhir pun wacana berhala itu tetap dibicarakan oleh para mahasiswa. Tidak ada satu usaha konkret yang digagas dalam bentuk blue print untuk sekiranya di realisasikan.
Para mahasiswa lupa bahwa perwujudan ide dalam bentuk tindakan nyata itu yang paling penting, sehingga tidak perlu memamerkan kepentingan politis di meja kopi bila tidak direalisasikan.Â
Socrates pernah berkata bahwa "hidup yang tidak direfleksikan tidak layak dikatakan hidup" maka bagaimana bisa direfleksikan jika minim tindakan, banyak wacana dan syarat kepentingan politis golongan.Â
Akhirnya mahasiswa tidak sadar bahwa watak kapitalis ala borjuasi kecil sudah mereka perbiasakan di warung kopi karena hanya membahas hal-hal politis golongan bukan kedaulatan rakyat secara menyeluruh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H