Mohon tunggu...
Mumin Boli
Mumin Boli Mohon Tunggu... Seniman - Human Rights Activist

Hidupilah hidupmu sehidup-hidupnya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kampus Kebangsaan: Praktik Kegagapan dan Disorientasi?

25 Agustus 2020   05:30 Diperbarui: 25 Agustus 2020   05:43 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kredit Foto : DPRD DIY

Alih-alih memberikan prioritas kepada kebutuhan pembelajaran, jaringan keamanan sosial, dan merespon pandemi Covid-19, birokrasi kampus justru tidak memberikan alokasi anggaran secara konkret sebagai penunjang kegiatan pembelajaran daring dan penangguhan pembayaran SPP variabel, serta keberlangsungan kehidupan dan penghidupan mahasiswa selama pandemi ini.

Padahal banyak mahasiswa perantau di kampus kebangsaan ini yang memiliki ekonomi menengah ke bawah. Kampus mestinya bisa membuat kebijakan yang menyentuh ranah-ranah tersebut.

Kampus sepatutnya juga mereaktualisasi kembali sifat dan maksud pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, yaitu pendidikan yang berguna untuk peri kehidupan bersama. Maksudnya ialah memerdekakan manusia sebagai anggota dari persatuan (rakyat). 

Di dalam konsep hidup merdeka, seseorang mesti senantiasa ingat bahwa ia hidup bersama-sama dengan orang lain yang kemudian tergolong menjadi suatu bagian dari persatuan manusia yang berhak menuntut kemerdekaannya, dan mereka itu semua lebih besar (rakyat).

Oleh karenanya, bila makin tinggi, makin lebih banyak pengaruhnya terhadap kemerdekaan manusia, haruslah pengajaran bagi rakyat dipertinggi sepantasnya. Tidak hanya itu, pendidikan harus mengutamakan kemerdekaan haknya sebagai anggota dari persatuan (rakyat). 

Kebijakan-kebijakan neoliberal dalam pendidikan tinggi telah mengubah misi dan visi pendidikan tinggi Tamansiswa secara keseluruhan. Dikarenakan institusi pendidikan tinggi kita menjadi sebuah “pasar” ketimbang sebuah public good maka fokus mahasiswa maupun para pendidik pun adalah return of investment (ROI) dari ‘investasi’ para mahasiswa.

Dengan kata lain fokus pendidikan yang dipersempit ke output ekonomi menyebabkan matinya aktivisme dan pola pikir kritis mahasiswa secara perlahan. Oleh karena itu, perlu sebuah revolusi pendidikan yang terbuka terhadap kritik, serta mendorong masyarakat untuk berpikir secara kritis akan dirinya maupun dunia sekitarnya, serta sesuai dengan cita-cita Ki Hadjar Dewantara yaitu membentuk pendidikan yang memanusiakan manusia.

Lantas apa yang bisa membuat pendidikan insaf dengan nilai kemanusiaan yang dapat memberikan semangat bagi kaum terdidik untuk membuka mata terhadap masalah manusia dalam kehidupan?

Apakah kita harus merefleksikan kembali tujuan perguruan Tamansiswa dan semangat perjuangan Ki Hajar dalam mewujudkan sistem pendidikan nasional sebagai antitesa terhadap sistem pendidikan penjajah?

Silakan memberikan jawaban di benak kita masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun