Mohon tunggu...
Egi  Adrian
Egi Adrian Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Maafkan Kami Ibu (Pertiwi)

28 April 2017   05:55 Diperbarui: 28 April 2017   17:00 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal ini juga bisa mendapat percepatan menuju titik nadir dengan nilai-nilai sosial yang makin sirna akibat akulturasi budaya sebagai efek dari arus globalisasi. Nilai-nilai kekeluargaan mulai hilang seperti dengan merusak peran ibu, sehingga banyak manusia yang sudah tidak ingin berkeluarga lagi, karena mengejar karir. Begitupun dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, melunturkan nilai-nilai pokok yang mampu merusak derajat kemanusiaan seseorang. Jauh sebelum berkembangnya ilmu kedokteran, angka kematian ibu melahirkan sangat tinggi, akibat perih yang dideritanya saat melahirkan. Hal ini paling tidak menjadi salah satu mula tersadarnya seorang anak perempuan bahwa begitu berat pengorbanan sang ibu saat melahirkannya. Dengan operasi Caesar membuat berkurangnya perempuan-perempuan sadar beratnya pengorbanan sang ibu. Mereka tidak lagi merasakan sakit yang luar biasa seperih apa yang dirasakan ibunya. Indeks kepatuhan seorang anak pada ibunya juga cenderung berkurang.  Meski dengan teknologi ini mampu mengurangi angka kematian perempuan. Namun ini hanya secuil pandangan, banyak pertimbangan lain mestinya.

Tinggal pilihan kita sebagai Gen-X (dimana X>=3) yang menentukan apakah siklus dalam bentuk gelombang itu berlaku. Kita juga yang memilih apakah akan menjadi pemain atau penonton di dinamika kesejahteraan ini. Saat trendini benar-benar terjadi, penonton hanya akan bertepuk tangan (sindiran) dan menggunjing di tengah kegagalan para pemain. Sebaliknya , saat trend ini dipatahkan, yang merasa paling puas dan merasakan indahnya kemenangan adalah para pemain di garda terdapan. Penonton memang tetap bertepuk tangan, hanya porsi kesenangan mereka berbeda, jelas lebih kecil.

sumber gambar : http://keluargakokoh.com/file/content/2016/08/160815080536_keluargakokoh.jpg 

http://narasomanotebook.blogspot.co.id/2011/07/prinsip-ketidakpastian-via-gelombang.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun