Mohon tunggu...
Egi  Adrian
Egi Adrian Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saat Krisis Kebahagiaan Menerpa Generasi Terkini

31 Desember 2016   22:57 Diperbarui: 2 Januari 2017   20:29 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia beserta sistemnya telah diciptakan dengan caranya sendiri dan dibuat indah bagi setiap manusia yang menempatinya. Keindahan sebagai salah satu yang menghadirkan kebahagiaan yang begitu diidamkan oleh setiap manusia dalam hidupnya. Pastinya tidak ada yang menginginkan kesengsaraan. Namun tidak semua manusia mampu berbahagia di dunia ini, bahkan tidak menemukan cara bagaimana untuk membahagiakan dirinya sendiri. Pelik memang, namun begitu pahit, saat kematian menjadi sebuah pilihan, saat tak kunjung bahagia.

Tulisan ini bukan merupakan penjelasan serta langkah-langkah untuk mencapai kebahagiaan. Bukan juga menjelaskan apa efek dari krisis kebahagiaan yang kini, percaya atau tidak, tengah dirasakan. Saya sendiri bukan sosok motivator yang barangkali mampu membuat orang bahagia. Karena kebahagian punya caranya sendiri, dan setiap orang juga punya cara bahagianya masing-masing. Tulisan ini akan mencoba mengajak dan membawa pembaca bahwa sebenarnya bahagia itu cukup sederhana untuk diraih dan kita mampu menemukannya, hanya kita terlupa atau dilenakan oleh keadaan sekitar atau kita yang terbiasa dibuai teori-teori dan kondisi-kondisi ideal, sehingga lupa daratan. Karena pada dasarnya kita hidup didunia nyata, daratan kita ialah kehidupan nyata, yang sangat komplikatif  jika diteorikan atau bahkan diformulasikan, karena akan banyak faktor yang diabaikan. Namun begitulah manusia yang tidak puas jika belum menemukan titik temu terhadap sesuatu atau suatu kejadian, sampai menemukan kesimpulan yang mampu dibuktikan dan well defined.

Bahagia menurut KBBI adalah keadaan atau perasaan senang dan tenteram. Namun menururut saya, kebahagiaan merupakan sebuah perasaan tenteram, senang, ataupun nyaman sebagai solusi sementara ataupun solusi sebenarnya bagi setiap problema yang tengah dihadapi. Silahkan definisikan sendiri, semua orang punya hak untuk mendefinisikannya. Belum hilang dalam ingatan kita sejak tulisan ini dibuat tentang fenomena “om telolet om” di Indonesia. Saking viralnya, demam fenomena ini mewabah hingga ke luar negeri. Bahkan banyak yang mempertanyakan seberapa penting dan mengenanya peristiwa tersebut sehingga begitu viralnya. Saya pribadipun sudah mengenal lebih awal bunyi klakson mobil tersebut pada kendaraan umum yang ada di kota Padang. Naman si anak di belahan bumi Indonesia lainnya menggunakan bunyi tersebut untuk menemukan kebahagiaan dalam dirinya. Setelah permintaan mereka dikabulkan sopir, mereka langsung tertawa bersama, lepas tanpa beban. Saya congkel sedikit pelajaran dari peristiwa yang orang bilang begitu tidak penting ini, yakni “bahagia itu sederhana”. Ada yang bahagia hanya dengan berkumpul dengan anggota keluarga, dengan kebiasaannya, dengan pekerjaannya, bahagia dengan kelebihan yang dimilikinya, intinya bahagia dengan caranya sendiri.

Namun perlu hati-hati, bahwa pada dasarnya kelebihan tidak muluk diciptakan untuk membuat kita bahagia seutuhnya. Sebanarnya jujur saya belum menemukan kata yang tepat untuk mendeskripsikannya. Pada suatu artikel oleh Ibnu Baginda, kekurangan merupakan cara menjaga paling dasar. Jika kekayaan dianggap suatu kelebihan, terdapat kegelisahan baru muncul yang tidak akan dimiliki oleh seseorang yang miskin sekalipun. Orang kaya akan selalu waspada terhadap mobil mewahnya dicuri ataupun rumahnya dirampok, sehingga membutuhkan high security system untuk rumahnya. Sedangkan si miskin dengan santai membiarkan rumahnya tidak terkunci seharian karena tidak ada barang yang akan dirampok di dalamnya. Si tampan akan repot sendiri mengatur dirinya agar terlihat good looking, berbeda dengan si biasa saja yang tidak butuh waktu lama untuk berdandan. Atau dalam sudut pandang lain, si tampan akan merasa gelisah saat ketampanannya menimbulkan fitnah-fitnah baru akibat pandangan-pandangan dari lawan jenisnya yang akan membuatnnya berdosa, berbeda dengan si (tampang) biasa saja yang merasa tidak peduli dengan hal itu. Kita cukup simak kisah Nabi Yusuf as. yang merasakan cukup pedihnya menjadi tampan, diasingkan saudaranya, dibuang kedalam sumur sampai dipenjarakan tanpa sebab yang jelas. Bukan berarti kaya dan tampan adalah hal yang tidak baik, bahkan harus. Namun keduanya sudah dipaketkan dengan kegelisahannya masing-masing sebagai konsekuensi atau nilai tambah.

 Sedikit cerita, Seorang pengusaha kaya raya, omset bulanan di angka 100 juta, berjalan mendayu sepulang dari rapat kerjanya di Kota Keraton. Dia bahkan tidak punya alasan kenapa rapat itu harus dilakukan begitu jauh dari kantornya di Jakarta, apa hanya untuk sekedar menghabiskan uang perusahaan, atau memang ada jampi-jampi di hotel tersebut sehingga rapat yang dilakukan disana akan menghasilkan keputusan yang membuat perusahaan beruntung. Ada sejuta kemungkinan alasan, namun ia sengaja enyahkan pikiran itu sementara. Tidak dikira perjalanannya menuju Hotel lain tempat penginapannya digerai oleh hujan deras. Disekitar Pasar Malioboro, dari dalam taksi pengusaha ini menyakikan sesuatu yang membuatnya terhenyak. Di tengah derasnya hujan, dia menyaksikan tukang becak tertidur didalam becaknya begitu lelap. Pengusaha ini berpikir, begitu bahagianya si tukang becak, di tengah derasnya hujan nan berisik, ia masih mampu tertidur lelap. Sedangkan dia, si pengusaha, butuh hotel berbintang lima dengan Kasur empuk, AC berteknologi tinggi serta selimut tebal untuk mendapatkan tidur selelap tukang becak tadi. Cukup jelas.

Yap, sederhana. Namun sedikit masalah yang ada di Indonesia. Terdapat kebahagiaan yang didefinisikan secara general. Kita begitu mengenal dan lekat bahwa di sini seseorang dinilai berhasil dan hidup bahagia saat mampu berpenghasilan cukup dan mampu mengirim uang saku untuk orang tua di kampung, atau mampu membawa orang tuanya naik haji, memiliki rumah yang nyaman, anak banyak dan sholeh, dan semua kondisi ideal lainnya. Lingkungan begitu besar pengaruhnya dalam membentuk pola dalam kehidupan kita. Saya masih mempertanyakan kenapa di Indonesia masih terdapat korupsi di kalangan pelajar (mencontek). Kenapa di sini mencontek masih menjadi musuh untuk diperangi keberadaannya, bukan lagi suatu hal yang sudah ditinggalkan seperti yang dilakukan Negara-negara lainnya. Jawaban yang masih saya pegang untuk  sementara adalah, Karena di Indonesia hasil sukses atau nilai tinggi lebih dinilai baik dibanding dengan proses yang dilakukan dengan jujur. Penilaian orang jatuh pada hasil akhir, tidak peduli bagaimana prosesnya. Sehingga bagi yang mendefinisikan kebahagiaannya dengan nilai tinggi atau kesuksesan absolute,berbagai cara akan dilakukan demi mencapainya, karena kepuasannya, ketenteramannya bahkan kesenangannya ada disana. Atau saya bisa sebut dia yang tak mampu menemukan caranya bahagia akan menggunakan cara kebahagiaan yang general ini.

Mari kita temukan cara untuk berbahagia dengan cara kita sendiri, hidup begitu singkat jikalau hanya terpaku pada ambisi. Tiada lain yang mampu membuat kita puas selain bersyukur serta memahami bahwa takdir bukanlah untuk dilangkahi. Semua sudah diatur sedemikin rupa untuk kebaikan setiap insan di bumi ini. Silahkan cek QS. Al Baqarah : 216. Jika kuat dengan konsekuensinya, tidak salah untuk menjadi muslim terkuat, terkaya dan tertampan di dunia ini, jikalau itu pilihan mu untuk merasa bahagia. Atau barangkali bahagia cukup hanya dengan mendengar suara merdu ibu dan suara parau ayahmu. Sederhana.

Sumber artikel penunjang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun