Kemendikbud Ristek berencana untuk merenovasi ruang kerja Menristek Nadiem Makarim dan ruang rapat gedung A di lingkungan kementrian tersebut. Pagu anggaran sekitar 6,5 Milyar dapat dilihat di laman lpse.kemdikbud.go.id.Â
Renovasi yang rencananya akan berada di bawah koordinasi Biro Umum dan Pengadaan Barang dan Jasa. Tujuan renovasi adalah untuk menambah ruangan untuk staf khusus menteri yang semakin bertambah sejak penyatuan dua kementrian, yaitu Kementerian Pendidikan dan Budaya dengan Kementrian Riset dan Teknologi.
Walaupun Irjen Kemendikbud, Catarina Girsang mengaku belum mendapatkan informasi tentang hal itu, akan tetapi sudah bergulir bagai bola panas di ruang publik (Liputan6.com, 10 September 2021).Â
Kritik pun mengalir dari berbagai pihak, antara lain  pengamat pendidikan, Azyumardi Azra. Azyumardi menganggap bahwa anggaran tersebut menunjukkan ketidakpekaan Kemendikbud Ristek terhadap situasi yang sedang sulit saat ini.Â
Ada ratusan anak-anak usia sekolah yang mendadak yatim piatu sebagai imbas dari pandemik COVID-19. Belum lagi jika harus bicara mengenai fasilitas pendidikan di daerah yang belum merata sepenuhnya.
Beberapa anggota DPR dari beberapa fraksi juga menyoroti hal yang sama. Ali Zamroni, anggota Komisi X DPRRI dari Fraksi Gerindra, menyayangkan sikap Nadiem yang seharusnya memahami skala prioritas anggaran di posisi negara yang saat ini mengalami kondisi krisis.Â
Ada hal lain yang harusnya menjadi perhatian penting bagi Kemendikbud, terutama penanganan ribuan anak yang terancam putus sekolah akibat pandemi.
Warganet pun ikut bersuara. Sudah seharusnya Nadiem sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di Kemendikbud Ristek menolak dan membatalkan rencana renovasi tersebut, karena bukan  merupakan prioritas utama saat ini. Di tengah kondisi masyarakat yang serba sulit ini, menyebabkan banyak siswa dan mahasiswa yang harus merelakan mimpinya untuk melanjutkan pendidikan, karena terbentur biaya.
Demikian juga fasilitas pendidikan terutama di wilayah pedalaman yang belum merata. Banyak daerah belum memiliki jaringan internet yang memadai untuk menunjang pembelajaran baik secara daring ataupun luring.
Belum lagi mengenai honor guru-guru honorer di daerah luar Jakarta yang masih kurang manusiawi. Hal-hal ini yang harusnya menjadi perhatian utama pemerintah, dalam hal ini Kementrian Pendidikan Budaya Riset dan Teknologi sebagai penanggung jawab utama dunia pendidikan di Indonesia.
Alangkah baiknya jika pagu anggaran sebesar itu dapat dimanfaatkan untuk memberikan beasiswa bagi siswa yang kehilangan orang tua selama masa pandemi, sehingga terancam mengalami putus sekolah karena tidak ada yang menunjang biaya pendidikannya.