Jepang memiliki legenda khusus berkaitan dengan hal tersebut, yaitu legenda Manju dan Saka. Manju dan Saka adalah dua peri yang ditugaskan oleh Dewi Amaterasu, dewi matahari dalam ajaran Shinto.
Manju bertugas untuk menjaga bunga, sedangkan Saka bertugas menjaga daun Higanbana. Dewi Amaterasu melarang keduanya meninggalkan tempat mereka harus berjaga.
Namun suatu saat, mereka tidak dapat membendung rasa penasaran mereka dan mereka meninggalkan tempat mereka bertugas. Mereka tanpa sengaja saling bertemu saat daun Higanbana tumbuh mencapai kelopak bunga. Mereka pun saling jatuh cinta.
Dewi Amaterasu mengetahui hal tersebut dan sangat marah pada keduanya. Akhirnya Amaterasu mengutuk keduanya agar mereka tidak dapat lagi bertemu satu sama lain. Sejak itu bunga dan daun Higanbana tidak pernah lagi tumbuh dan mekar bersamaan. Kisah cinta yang baru saja dimulai harus berakhir secara tragis.
Higanbana tidak hanya berwarna merah. Ada Higanbana yang berwarna putih dan kuning, walaupun tumbuhnya tidak sebanyak Higanbana merah. Bagi orang Jepang warna bunga Higanbana juga memiliki arti masing-masing.
Higanbana kuning diartikan sebagai perlambang kenangan dan cinta. Sedangkan Higanbana putih diartikan sebagai lambang kesepian dan harapan untuk kembali bertemu dengan orang yang disayangi.
Namun dibalik kisah tragis Manju dan Saka, bunga Higanbana masih menjadi daya tarik utama bagi wisatawan mancanegara untuk mengunjungi Jepang di bulan September, saat musim gugur baru dimulai, hanya untuk sekedar menikmati keindahan bunga Higanbana yang hanya tumbuh selama dua minggu dalam satu tahun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H