Saat kita dalam kondisi sulit dan merasa di titik terendah, kita terkadang ingin dapat mencurahkan perasaan kita kepada sahabat atau orang-orang terdekat kita dan mengharapkan solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah kita. Seringkali dari teman-teman, kita mendapatkan kata-kata penyemangat yang dimaksudkan sebagai bentuk dukungan agar kita tetap dapat menyelesaikan masalah yang kita hadapi.
 Namun kadang-kadang penyemangat yang terlalu berlebihan malah berbalik menjadi sesuatu yang membuat kita semakin terpuruk. Kondisi inilah yang dikenal sebagai toxic positivity. Hal ini jika dibiarkan akan menjadi racun yang berbahaya bagi kesehatan mental kita.
Mengapa demikian? Pada dasarnya emosi negatif dihasilkan oleh otak untuk memperingatkan adanya bahaya. Namun apabila selalu diabaikan, emosi negatif tersebut akan menumpuk dan terus menumpuk, sehingga akhirnya kita jadi tidak dapat menilai realita secara berimbang dan kurang antisipatif karena menganggap semua masalah akan berlalu dengan sendirinya. Padahal tidak semua masalah dapat terselesaikan hanya dengan kata-kata inspiratif. Contohnya saat kita harus menghadapi kehilangan seseorang yang kita sayangi atau kita sedang mengalami sakit berat.
Kita terpancing untuk menutupi perasaan kita yang sebenarnya dan mengemukakan fake happiness atau kebahagiaan palsu untuk menutupinya. Kemudian kita jadi merasa bersalah pada diri sendiri bahwa kita memiliki emosi negatif dan berusaha keras menghilangkan emosi yang ada.
 Kecenderungan menutupi perasaan yang sebenarnya, entah karena malu atau tidak mau dianggap sebagai orang lemah, membuat kita menjadi kurang reaktif dalam merespons tingkat stress dalam diri.
Kadang-kadang ada saatnya kita membutuhkan sebuah pengesahan bahwa rasa terpuruk yang kita rasakan adalah manusiawi dan wajar. Bahwa bahagia dan sedih adalah sebuah siklus kehidupan yang memang terjadi sewajarnya. Bahwa ada saatnya kita dapat berkata it's ok not to be ok.
Catatan Pengingat Diri
Tanjung 'Tije' Sari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H