Jorge Luis Borges mengomentari karangan ini sebagai Parabel Cervantes dan Don Quixote. "Bagi mereka berdua, bagi seorang pemimpi dan seseorang yang tengah bermimpi, jejaring dari seluruh alur petualangan itu tersusun rapi dalam kontraposisi dua dunia: dunia tak nyata dari buku-buku kisah petualangan para kesatria dan dunia keseharian yang lazim dari abad tujuh belas".
Dari kisah itu berabad-abad setelahnya, banyak pengarang yang lahir dan menceritakan kisah sosok laki-laki tua dengan beragam cerita. Hemingway membuat kisah seorang laki-laki tua dengan laut.
Menjadi seorang yang selalu sial dalam mencari ikan, membuatnya tak putus asa. Sehingga ia mencoba peruntungan untuk mencari ikan hingga ke tengah laut. Delapan puluh empat hari tanpa menangkap seekor ikan.
Hingga ia dijuluki salao, bentuk terburuk dari ketidakberuntungan. Luis Sepulveda juga menulis kisah "Pak Tua Yang Membaca Kisah Cinta". Kisah yang mereka buat tidak jauh dari realita meskipun bumbu imajinasinya banyak. Itulah namanya sastra. Sastra membuat kisah real menjadi kisah yang ajaib. Sehingga mampu hidup hingga sekarang.
Dalam kenyataan, kita masih menemukan pak tua yang masih suka bermimpi menjadi orang kaya. Dengan segala cara ia bisa berkhayal menjadi politisi, pengusaha, hingga apa saja agar tercapai mimpinya. Padahal, ini hanya sastra sebuah cerita. Ntah kenapa selalu ada di dunia nyata dan terus berlanjut orang-orang seperti Alonzo Quinjano.
Mungkin itu dulu, kurasa cukup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H