Setelah empat kali memenangi Liga Champions bersama Madrid, Cristiano Rolando mencoba mencari pengalaman baru ke klub Italia, Juventus. Mungkin saja, Juventus menjadi tempat terakhir bagi Ronaldo untuk mengakhiri profesinya sebagai pemain sepakbola. Di usia 30 ini, megabintang asal Portugal yang dibeli Juventus dengan harga 100 juta Euro meninggalkan dampak yang luar biasa bagi Real Madrid.
Menjadi orang yang dikenal oleh publik, siapapun itu akan selalu menjadi perbincangan hangat. Seperti yang terjadi pada Ratna Sarumpaet beberapa hari ini.Â
Viral foto-foto Ratna Sarumpaet di media sosial yang diberitakan babak belur oleh pelaku yang tidak dikenal. Namun, penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian mengatakan bahwa Ratna Sarumpaet sedang melakukan operasi plastik bukan habis dipukul. Tidak ada kebenaran mutlak kecuali kebenaran yang datangnya dari Pencipta.
Apa yang terjadi kepada Ratna terjadi pula kepada Ronaldo, namun lain cerita. Kepindahan Ronaldo ke Juventus menjadi perbincangan seru dikalangan aktivis sepak bola.Â
Mantan pemain Juventus Platini, melihat kepindahan Rolando adalah hal yang aneh. ""Saya rasa aneh bahwa di usia 33 tahun dia meninggalkan Real Madrid-nya, yang mana bersama mereka dia telah memenangi tiga Liga Champions beruntun, demi mencoba tantangan baru," kata Platini dilansir AS.
Kata orang, hidup adalah sebuah pilihan. Dalam dunia sepakbola pun tak ada salahnya berganti-ganti klub baik dalam usia berapapun. Pilihan dan keputusan Ronaldo terlihat sangat ganjal. Tapi, bagi Ronaldo tentu ia menikmati setiap momen dimanapun dia bermain. Dan disetiap tempat tentu memiliki tantangan dan cobaan tersendiri.
Lain halnya dengan nasib Real Madrid hari ini. Seakan kepindahan Ronaldo adalah hal yang paling buruk bagi mereka. Ditambah dengan pensiunnya Zidane Zidan dari kursi kepelatihan.Â
Kekalahan dua kali beruntun dan sekali imbang di awal musim ini, menandakan Real Madrid butuh pemain yang bisa menggantikan posisi Ronaldo. Gareth Bale belum mempunyai kapasitas itu. Sedangkan Benzema seorang striker murni tidak juga cocok, apalagi usia yang semakin tua. Pemain-pemain muda pun minim pengalaman dan keliatan belum siap bermain di level professional.
Mungkin tak selamanya kemenangan selalu bertahan disuatu tempat dan kekalahanpun juga demikian. Kemenangan empat kali pada Liga Champions sudah cukup bagi Madrid untuk mengantarkannya sebagai klub terbaik di Eropa. Mungkin, musim ini bukan lagi milik Madrid. Bosan juga toh Madrid terus yang ngangkat Si Kuping Besar?
Pergiliran menang dan kalah adalah niscaya. Baik di level individu, tim, bahkan suatu bangsa. Hal inilah yang mesti disadari. Maka, ketika berada pada puncak-puncaknya masih bisa rendah hati. Ketika berada pada titik bawah tidak pula merasa rendah diri. Inilah namanya keseimbangan.
Keseimbangan inilah yang tidak boleh dikacaukan, ini sebuah prinsip dalam kehidupan. Tak perlu iri hati dan menyombongkan diri. Ketika dari salah satu ada yang menyombongkan diri dan salah satu lainnya iri hati, inilah yang nanti akan menimbulkan namanya pemberontakan. Seperti apa yang pernah terjadi pada Gereja. Ketika Gereja menguasai seluruh sendi-sendi kehidupan dan menekan orang untuk tidak berpikir hanya mengikuti dogma Gereja, terjadilah pemberontakan oleh kaum Intelektual yang dipelopori oleh Martin Luther.
Di masa yang lain pula, ketika orang-orang kaya sibuk mengumpulkan kekayaan sendiri dan tidak peduli dengan nasib orang lain, muncullah pemberontakan dari orang-orang tertindas kaum buruh dan pekerja. Revolusi yang dicanangkan Karl Marx untuk mengganyang orang-orang kaya yang serakah. Keadilan dan kesejahteraan mesti merata, tidak ada yang boleh menguasai harta dijumlah tertentu, begitulah proposal Marx untuk dunia.
Dari Real Madrid kita bisa belajar, tim-tim besar tak selamanya kelihatan besar. Dan yang dianggap kecill tak selamanya pula tak memiliki kekuatan. Revolusi terkadang lahir dari hal yang paling kecil dan sesuatu yang remeh. Dalam sejarahpun banyak sekali bagaimana pasukan besar dapat dikalahkan oleh pasukan yang kecil dan berjumlah sedikit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H