Seperti yang diatur dalam PERMEN PUPR No. 1 Tahun 2015, rehabilitasi bangunan cagar budaya harus dilakukan dengan upaya pemulihan yang tetap mempertahankan nilai kesejarahan dan arsitektur.Â
Pada Gereja Sion, restorasi besar terakhir terjadi pada tahun 2002, di mana pengecatan ulang dilakukan tanpa mengubah susunan atau struktur aslinya. Restorasi ini memperlihatkan komitmen untuk menjaga keaslian bangunan sebagaimana diamanatkan oleh regulasi tersebut.
TANGTANGAN DALAM PENGELOLAAN ARTEFAK BERSEJARAH
Selain fungsi gerejanya, Gereja Sion juga menyimpan banyak artefak bersejarah, seperti prasasti, simbol, dan benda-benda lain yang bernilai sejarah tinggi. Namun, menurut PP Nomor 19 Tahun 1995 tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum, setiap benda cagar budaya yang disimpan harus dicatat dalam buku registrasi dan inventarisasi museum.
 Di sini terdapat tantangan, karena benda-benda bersejarah yang ada di dalam gereja belum dikelola secara sistematis sesuai peraturan. Pendataan dan pelabelan benda-benda tersebut perlu ditingkatkan agar sesuai dengan standar yang ditetapkan, mengingat pentingnya nilai sejarah dari benda-benda tersebut.
ANALISIS IMPELMENTASI STATUS GEREJA SION SEBAGAI CAGAR BUDAYA
- PP NOMOR 1 TAHUN 2022 REGISTER NASIONAL DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PASAL 43
"Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangan menyampaikan Penetapan status Cagar Budaya dan peringkat Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ke dalam Register Nasional untuk dilakukan Pencatatan"
Implementasi :Â Dari data Kemendikbud, bangunan Gereja Sion ini sudah terdaftar sebagai Cagar Budaya kelas A melalui SK tingkat Menteri terkait, yang sebelumnya hanya sampai di tingkat SK Tingkat Gubernur pada 1972.
- PP NOMOR I TAHUN 2022 TENTANG REGISTER NASIONAL DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PASAL 90