Mohon tunggu...
Azizah Saffa
Azizah Saffa Mohon Tunggu... Pelajar -

"Dosa terbesar kaum terpelajar adalah membiarkan umurnya habis tanpa karya tulisan" # Pengkiblat Pramoedya Ananta #Penikmat musik Jazz dan fashion design # Penggemar teater

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendidik Inovatif Pencerdas Bangsa

19 Juni 2016   21:35 Diperbarui: 24 Juni 2016   21:46 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam dunia pendidikan, peran pendidik merupakan faktor utama kemajuan mutu pendidikan suatu bangsa. Sejatinya, saat ini teknologi dan globalisasi semakin meluas. Seiring dengan perkembangan teknologi membuat dunia pendidikan harus menjadi lebih besar dan berkembang. Agar menghasilkan didikan yang bekualitas dan dapat bersaing dalam buasnya persaingan global, para pendidik diharuskan memiliki inovasi baru dan efektif dalam mengajar. Pendidik yang berkualitas, jelas akan melahirkan didikan yang berkualitas pula.

Mutu guru Indonesia nyatanya masih sangat mengkhawatirkan. Dari Uji Kompetensi Guru (UKG) tahun 2015, sebanyak 1,6 juta guru hasilnya tidak memuaskan yakni memperoleh nilai 50 dari nilai tertinggi 100. Bahkan, ada hampir 130.000 guru yang nilainya antara 0-30. Adapun guru yang mendapatkan nilai 60 hanya berkisar 200.000 guru. Dari hasil UKG terhadap semua tingkatan guru, terlihat guru SD yang paling tertinggal. Padahal, jumlah guru SD adalah yang paling banyak mengikuti UKG, yakni 798. 836 orang. Bukan hanya itu, data Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia tahun 2015 mencantumkan bahwa negara Indonesia memiliki 3.015.273 orang guru, tetapi hanya ±63.000 saja yang lolos dalam sertifikasi. Ternyata, belum tentu guru bersertifikasi memiliki kecakapan  dalam mengajar.

Menurut data terakhir EDI (Education Development Index) yang diluncurkan UNESCO pada tahun 2014, Indonesia menempati peringkat ke 57 dari 115 negara. Ditinjau dari data Programme Institute Student Assessment (PISA) 2015, jumlah rata-rata Mathematics Performance bagi anak-anak Indonesia adalah 377. Science Performance mendapatkan skor rata-rata 383 dan Reading Performance adalah 410 skor.

Mengetahui fakta-fakta tersebut, maka para pemuda pemudi yang tergabung dalam komunitas Ebibag (Eko Bisnis Indonesia) dan Isbanban (Istana Belajar Anak Banten) berinisiatif ikut berpartisipasi membantu pemerintah dalam mengajar anak-anak sekolah dasar. Kegiatan yang dinamakan Serambi ini bersifat sukarelawan dan tidak memaksa. Jadi, siapapun yang ingin ikut menjadi volunteer untuk mengajar sangat diperbolehkan.

Serambi diselenggarakan di Kedaung, Ciputat. Setiap Minggu pagi, para volunteer sudah siap di lokasi untuk menyiapkan tempat, seperti menggelar karpet sampai merapikan buku-buku. Anak-anak yang diajar sebanyak 20 orang dan berusia rata-rata 3-12 tahun. Biasanya, sebelum mulai pembelajaran anak-anak akan kami minta untuk membaca satu buku kemudian menceritakan ulang kembali. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan minat membaca. Karena jika merujuk pada data terakhir UNESCO tahun 2012, masyarakat Indonesia baru mencapai angka 0,001 dalam minat baca. Dengan menggalakkan buku seperti itu, penulis berharap minat membaca anak-anak akan meningkat nantinya.

 Saat pembelajaran, anak-anak dibagi kelompok belajar sesuai kelas mereka dan ada beberapa volunteer yang menjadi pendamping di setiap kelompok. Cara mengajar masing-masing volunteer pun cukup beragam seperti, bernyanyi atau bercerita. Dengan begitu, anak-anak yang diajarkan dapat mengingat pelajaran dalam jangka waktu yang lama.

            Pembelajaran selesai pukul 11 siang yang diakhiri dengan doa dan bersalaman. Setelah mengajar, para volunteer masih harus melakukan evaluasi pembelajaran, yakni menjelaskan apa saja kendala yang mereka alami saat mengajar tadi hingga hal-hal yang bisa dipelajari hari itu. Terkadang mereka juga mendiskusikan metode pembelajaran baru bersama agar dimodifikasi lebih menarik dan up to date.

Penulis merasa bangga memutuskan ikut terlibat mengajar anak-anak. Menurut hemat penulis, disamping bisa menambah lingkup pertemanan, melatih kesabaran dalam mendidik dan merasakan menjadi seorang guru merupakan tantangan sekaligus pengalaman baru. Dikarenakan pendidikan merupakan modal bangsa untuk pembangunan berkelanjutan, maka investasi pendidikan merupakan kemutlakan bagi bangsa ini jika ingin sejajar dengan bangsa lain. Itulah mengapa pendidikan harus dilakukan dengan kreatif dan inovatif. Selain itu, memberikan kebaikan kepada orang sekecil apapun pasti akan membuahkan kemanfaatan bagi diri kita sendiri. Semoga karya penulis dan teman-teman volunteer bisa bermanfaat untuk anak-anak calon penerus bangsa ke depan. (UNESCO/PISA/azz)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun