Mohon tunggu...
Kebijakan Pilihan

Memahami Politik Populis Gatot Nurmantyo (2)

7 Juni 2018   14:40 Diperbarui: 7 Juni 2018   14:52 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apalagi, saat Jokowi sedang semangat membangun infrastruktur dan melonggarkan aturan Tenaga Kerja Asing, Gatot justru mengembuskan isu Kebangkitan Komunis atau Komunis Gaya Baru. Menakut-nakuti orang bahwa penduduk pribumi Indonesia bisa punah karena migrasi penduduk asing, terutama dari Cina. Sebelumnya, dia juga aktif mempromosikan tesis bahwa Indonesia terancam menjadi "Proxy War" kekuatan asing.

Kalau dilihat secara lebih kritis, isu-isu yang digoreng Gatot sebenarnya tak lebih dari retorika belaka. Misalnya, kalau betul pribumi terancam punah, apa yang akan dia lakukan? Kalau betul Indonesia terancam jadi "Proxy War", siapa pelakunya?Negara mana? Apa yang akan dan sudah dia lakukan untuk mencegahnya selama menjadi Panglima TNI? Kalau betul ada Komunisme Gaya Baru, mana orang/kelompoknya?

Politik populis ala Gatot, meminjam istilah Made Supriatma, adalah tipuan yang tampak radikal namun tanpa isi dan visi sama sekali. Politisi populis dengan sangat cerdik mengeksploitasi kemarahan dan rasa frustrasi dalam masyarakat, tapi tidak mampu menawarkan solusi.

Mereka menyalurkan kemarahan ini menjadi kebencian kepada 'yang lain.' Alih-alih memberikan imajinasi tentang kebahagian dari sebuah masyarakat ideal, para politisi populis memainkan perasaan terancam (insecurity) dari rakyat kebanyakan. Mereka menanamkan ketakutan, bukan harapan.

Satu-satunya yang mereka tawarkan adalah kebencian, terutama untuk membenci mereka yang berbeda. Itulah sebabnya, para politisi populis sangat mahir memainkan politik identitas.

Meminjam penjelasan Made Supriatma, populisme bisa diartikan secara sederhana sebagai sebuah gerakan politik dari rakyat biasa untuk melawan kaum elite yang mapan (the establishment). Dalam pengertian yang sederhana, populisme adalah gerakan massa-rakyat yang tidak berdasarkan kelas, melawan segelintir elite penguasa mapan dan korup. Penguasa yang tidak demokratis serta hanya mementingkan diri sendiri.

Sayangnya, masih kata Supriatma, populisme adalah gerakan yang ironis. Sementara ia mengutuki para elite mapan, gerakan ini biasanya dimotori oleh kaum elite juga. Mereka memobilisasi massa dengan janji-janji akan meruntuhkan kekuasaan kaum mapan.

Jika diperhatikan, sebagian besar retorika para agitator populis kanan ini selalu berusaha menumbuhkan perasaan sebagai korban dari para pendengarnya. Perasaan sebagai korban ini memperdalam kefrustrasian dan kemarahan pendengarnya.

Sama seperti di tempat-tempat lain, para politisi dan agitator populis kanan tidak menawarkan ide atau imajinasi apa pun untuk keluar dari rasa frustrasi dan kemarahan ini. 

Apakah Anda merasakah hal yang sama ketika mendengar pernyataan-pernyataan Gatot?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun