Sosok lain adalah mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang berhasil memanfaatkan Aksi Bela Islam untuk mendongkrak popularitas. Berdasarkan survei Indo Barometer, April lalu, Gatot mengungguli semua kandidat lain sebagai calon wakil presiden.
"Hasilnya Gatot Nurmantyo unggul dengan 12,5%. Kemudian disusul Anies Baswedan dengan perolehan 9,3%," ujar Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari dalam paparannya di Hotel Atlet Century, Jakarta Pusat, Selasa (22/5/2018).
Posisi ketiga diisi Jusuf Kalla dengan (7,9%). Kemudian disusul Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Muhaimin Iskandar. Tentu saja, klasemen ini masih sangat mungkin berubah karena Pilpres 2019 baru akan digelar setahun lagi.
Kemunculan Gatot perlu diwaspadai masyarakat. Sebab, dibanding semua calon lain, dia merupakan satu-satunya kandidat yang kasat mata menggunakan politik pecah belah, berdasarkan suku, ras, dan agama. Pidatonya dalam acara Rapimnas Partai Golkar, Mei lalu, merupakan contoh nyata. Saat menjabat sebagai Panglima TNI, dia juga getol mengembuskan isu kebangkitan PKI.
Di sisi lain, Muhaimin Iskandar, Romahurmuziy atau tokoh muda semacam AHY justru lebih sering berbicara dalam konteks kebangsaan dan keindonesiaan. Apakah Pilpres 2019 nanti kembali menjadikan agama sebagai komoditas politik dan memecah persatuan? Atau umat akan kembali diarahkan untuk aksi? Semua kemungkinannya masih terbuka.
Namun yang jelas, kita rakyat jelata ini juga masih punya daya untuk mengatakan tidak kepada kandidat yang gemar membuat kita merasa terancam. Masih banyak tokoh muda, potensial, berprestasi yang lebih layak menjadi pemimpin kita ke depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H