Mohon tunggu...
Venny Tania
Venny Tania Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Verba volant, scripta manent

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perempuan dalam Game Online, Teristimewa atau?

21 November 2022   15:06 Diperbarui: 21 November 2022   15:37 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika game menemukan jalur internet, maka game online berubah menjadi ruang untuk mencari kawan dan jodoh.

Dalam semesta rekaan bernama game online, para pemain biasanya berinteraksi dengan sesama pemain lain untuk menyelesaikan misi tertentu, melakukan barter item atau jasa tertentu terkait permainan, atau membahas strategi hingga drama seputar game yang mereka mainkan.

Karena itulah setiap hari para gamers berkomunikasi dalam komunitasnya, melalui platform komunikasi seperti discord, viber, atau forum-forum. Interaksi antar pemain game merupakan bentuk komunikasi dan politik layaknya seperti di dunia nyata. Strategi dan negosiasi sangat penting jika ingin bertahan lama dan meraih kemenangan dalam game online.

Dalam interaksi itulah, saya merasakan adanya objektifikasi perlakuan terhadap gamers perempuan. Gamers perempuan terkadang masih dianggap sebagai pemanis atau pemeriah suasana. Kemampuan bermain tentu saja tidak bergantung pada jenis kelamin. Namun hal tersebut kadang tenggelam oleh pola pikir bahwa gamer perempuan tidak cukup kuat jika tidak didukung pemain laki-laki lain.

Akibat dari bias pandang ini salah satunya melahirkan fenomena gamer laki-laki menyamar sebagai perempuan dengan menggunakan avatar (tampilan identitas karakter dalam game) perempuan. Fenomena yang telah ada cukup lama ini sering disebut sebagai hode.  

Biasanya pemain menjadi hode agar dianggap sebagai perempuan dan menarik perhatian pemain lain untuk mensponsori item (gift) yang dapat meningkatkan kekuatan, peringkat, dan gengsi dalam game. Namun, bukan berarti gamers perempuan memiliki keistimewaan posisi dan selalu diuntungkan karena hal ini.

Gamers perempuan sering menerima pesan pribadi maupun membaca pesan yang tidak membuat nyaman di ruang obrolan publik. Salah satunya karena avatar game yang dipandang sebagai objek seksual, hingga penggunanya diimajinasikan memiliki rupa sama dengan avatar. Cukup lazim menemukan ragam ekspresi mesum acak saat bermain game, seperti komentar yang mengobjektifikasi tubuh perempuan (Contohnya "Wah, dadamu besar dan seksi bikin mata seger"), bahkan menyebut avatar sebagai bahan masturbasi.

Gamers juga menggunakan istilah chicken, pussy, untuk menjatuhkan mental lawan, sementara istilah--istilah tersebut secara peyorasi memiliki makna sangat negatif terkait perempuan.

Saya juga banyak melihat gamers Indonesia memiliki beberapa kebiasaan bercanda yang tidak peka terhadap etika dan privasi. Dalam banyak pikiran orang Indonesia seperti tertanam bahwa perempuan merupakan objek seksual yang rapuh, membutuhkan perlindungan, penakut, dan berbagai perspektif misoginis lainnya. Hal itu mempengaruhi cara mereka membicarakan dan memperlakukan perempuan dalam game online.

Contohnya ada gamers Indonesia yang gemar menyebutkan bagian alat kelamin untuk mengejek, ataupun menganggap itu lucu. Ada yang gemar membicarakan, mencandai, atau menggunakan kata "janda".

Media Tirto pernah mengungkapkan stereotip negatif terhadap janda telah mengakar selama puluhan tahun di Indonesia. Berbagai judul film, lagu, dan buku yang menggambarkan janda sebagai perempuan penggoda, genit, perusak rumah tangga, dan haus seks.

Stereotip dalam pola pikir gamers Indonesia terlihat saat mereka menamai berbagai hal dalam game (aliansi, bangunan, kota, kastil, ID, pets) dengan kata 'janda". Misalnya penggemar janda, janda squad, janda attack, kota janda, dan lain-lain.

Pada dasarnya, eksistensi seorang pemain dalam game online sangat ditentukan oleh ilusi hierarki yang tercipta. Kekuasaan dan kekuatan dalam game dibeli dengan uang. Karena itu, saat gamers perempuan atau hode disponsori oleh pemain lain yang lebih 'kaya' dan kuat, pemberi sponsor tentu memiliki tujuan. Biasanya mereka akan merasa memiliki hak lebih soal mengatur jalannya permainan, bahkan lebih jauh terkait komunikasi pribadi.

Karena perbedaan relasi kuasa inilah, interaksi antar pemain game tak jarang diwarnai dengan tekanan, intimidasi, pelanggaran hal-hal pribadi. Bahkan berlanjut ke tingkat lebih ekstrim, seperti pinjam-meminjam uang dan pemerasan.


Sisi Gelap Game Online, Hanya Bisa Diabaikan

Tidak berlebihan jika disimpulkan, interaksi antar gamers menjadi ruang terjadinya berbagai ekspresi maskulinitas toksik, pelecehan seksual, dan bahkan kekerasan berbasis gender online (KBGO).

Sebenarnya, diskriminasi gender hampir tidak berlaku dalam sistem teknis game. Baik laki- laki maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam bermain. Namun bias datang dari sesama pemain.

Eksploitasi, diskriminasi, dan penyalahgunaan kuasa dalam dunia game belum banyak dibicarakan karena orang hanya ingin mencari hiburan singkat dan keseruan selama beberapa jam. Dalam situasi ini, kesadaran kolektif mengenai diskriminasi dan penindasan menjadi sesuatu yang langka. Mungkin gamers perempuan kadang merasa sulit memposisikan diri di tengah ratusan pemain lain karena kurangnya kesadaran maupun dukungan.

Kebanyakan pemain game juga menggunakan nama samaran, sehingga ada kesan misleading bahwa mereka akan aman dari konsekuensi atas perkataan apapun dalam game. Hanya tombol blokir dan tindakan dari administrator game yang bisa mencegah korban untuk terpapar ulang. Namun hanya sebagian yang memiliki kesadaran untuk melaporkan gangguan kepada tim pengembang game.

Pada akhirnya, pengembang game memegang peranan penting untuk menciptakan lingkungan bermain yang lebih aman dan ramah bagi perempuan dan mengurangi perilaku toksik.  Pengembang game harus memberikan sanksi tegas pelaku hate speech, diskriminasi, dan pelecehan. Misalnya dengan menghapus  hak berbicara atau membekukan akun game, meskipun akun tersebut penting dan signifikan. Menyediakan fasilitas sistem akun resmi yang terikat pada identitas pemain dapat mendorong gamers untuk lebih bertanggung jawab dalam setiap ucapan.

Meskipun segala sesuatu yang ada di dalam game bersifat sementara, namun perlawanan terhadap diskriminasi, perisakan, dan kekerasan seksual harus konsisten dilakukan. Mengabaikan persoalan tidak akan membuat suasana dalam game menjadi lebih baik. Sedikit usaha untuk melawan akan membawa dampak. Mbak sis gamers perempuan, bijaksanalah dalam merespons berbagai tawaran dalam game online.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun