Mohon tunggu...
Tania Salim
Tania Salim Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Belajar dengan Cara yang Asyik (II)

3 November 2024   08:02 Diperbarui: 3 November 2024   08:06 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     Halo semuanya! Senang sekali bisa berjumpa kembali dalam pelajaran kehidupan II. Masih ingat tentang pelajaran kehidupan I yang lalu?

     Bagi yang belum mempelajarinya dipersilakan untuk mampir sejenak ke tulisan "Belajar dengan Cara yang Asyik (I)" ya.

     Nah, kita mendapatkan pelajaran tentang kedisiplinan dalam hal waktu, kesabaran, dan kekuatan cinta kasih.

     Kali ini kita akan belajar dari kegiatan gowes. Siap untuk berdayung?

     "Bersepeda sehat sekali

       Bersepeda senang di hati

       Lebih cepat kalau kau pergi

       Daripada berjalan kaki"

     Masih ingatkah anda dengan lagu jadul di atas?

     Kukayuh sepeda putih dengan lis merah jambu kesayanganku, yang telah mendampingiku selama ini, dengan kecepatan sedang. Bukan karena tidak ingin mencapai tujuan dengan cepat tetapi karena aku lebih memilih untuk menikmati pemandangan alam dengan langit yang indah, pepohonan, dan orang-orang yang lalu lalang dengan segala kesibukannya sambil menghirup udara pagi yang segar, yang belum tercemar oleh asap dari knalpot kendaraan yang menyesakkan nafas.

     Sebenarnya niat untuk melestarikan lingkungan dengan bersepeda ke mana-mana, misalnya ke tempat kerja, ingin kuterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun apa dayaku. Masalah waktu, keamanan, jarak tempuh, dan kondisi kesehatanku menghambat terwujudnya niat baik itu.

     Tempat kerjaku lumayan jauh dari rumahku yang terletak di daerah luar kota. Dibutuhkan sekitar 1 jam untuk bersepeda ke sana. Belum lagi jam masuk kerja, yakni pukul 07.15 WIB harus tiba di tempat, yang berarti aku harus siap berangkat dari rumah pukul 06.00 WIB di saat langit masih gelap. Dan yang paling gawat adalah kondisi kesehatanku yang boleh dibilang sudah kurang fit untuk melakukan aktivitas fisik yang berat karena sudah menyandang gelar tambahan sebagai penyintas kanker.

     Sebagai seorang penyintas kanker nasofaring aku harus menjaga kondisi fisik dan batinku agar sel kankernya tidak bermetastasis ke bagian tubuh yg lain.

     Menurut pengamatanku selama ini, justru kesehatan batin lebih penting karena kebanyakan penderita kanker meninggal dunia karena kondisi batinnya tidak tenang, mengkhawatirkan ini dan itu.

     Demikian juga denganku yang tak bisa menerima kenyataan ini. Bagaimana mempertahankan keadaan batinku agar bahagia?

     Yang bisa kulakukan adalah bersepeda pada hari Minggu atau hari libur di sekitar rumah sambil bersosialisasi dengan tetangga yang merupakan hal penting yang perlu kita terapkan pada zaman sekarang karena di saat kita mengalami musibah, tetangga merupakan pertolongan pertama yang bisa diharapkan untuk menolong kita mengatasinya. 

     Pada suatu senja di hari Minggu, kucoba mengusir galau dengan bersepeda di sekitar rumah. 

      Di sepanjang jalan yang kulalui kupusatkan perhatianku pada rintangan yang menghalangi jalanku seperti batu kerikil dan genangan air. Tersadar aku bahwa hidup ini memang tidak selamanya mulus seperti yang kita inginkan. Terkadang ada cobaan yang menghadang yang harus kita hadapi.

     Sambil menarik nafas panjang kutatap langit senja.

     Wah, betapa menakjubkan pemandangan alam yang indah kala mentari bersembunyi di balik awan hitam! Begitu pula dengan bunga-bunga yang bermekaran di sepanjang jalan yang kulalui.

     Aku terpesona dengan keindahan alam yang terbentang di depan mataku. Perasaan bahagia menyelimutiku.

     Tanpa sadar aku tertawa lepas di tengah jalan. Alangkah malunya ketika beberapa pasang mata menatapku curiga. Segera aku mengambil langkah seribu.

     Ternyata kebahagiaan itu tidak perlu dicari ke mana-mana karena kita sendiri yang menentukan bahagia atau menderitanya kita melalui pikiran kita.

     Sungguh sebuah pelajaran berharga yang kudapat dari kegiatan bersepeda ini bahwa seharusnya kita bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk menjalani hidup ini dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun