Sebagai manusia tentu saja kita mengalami suka dan duka dalam hidup ini, namun tidak kusangka ketegaranku akan diuji melalui penyakit yang datang menyerang laksana serangan fajar yang memporakporandakan kehidupanku yang sedang menikmati masa ABG (Awak Baru Gocap) setelah berjuang selama 35 tahun sebagai pendidik di sekolahku tercinta.
   "Mengapa hal ini bisa terjadi?" ratapku, "Apa salah dan dosaku?"
   "Coba engkau bertanya pada rumput yang bergoyang," sayup-sayup terdengar jawabannya.
   Berawal dari benjolan yang muncul di bawah telinga kiriku, kian hari kian besar. Pada mulanya aku tidak terlalu ambil pusing karena tidak terasa sakit, tetapi lama-lama aku jadi sulit bernafas, terutama sewaktu kutempelkan kepalaku ke bantal pada malam hari. Bisa terbayangkankah?
   Ada apa gerangan? Akhirnya kuperiksakan ke dokter THT di dekat rumahku. Terkuaklah misteri yang menghantuiku selama ini. Sebongkah daging yang lebih dikenal sebagai tumor telah tumbuh dan berkembang dengan nyaman di rongga nasofaringku, yaitu bagian hulu kerongkongan yang berhubungan dengan hidung.
   Aduh! Bagaimana ini?
   Dokter menyarankan biopsi untuk mengetahui jenis tumornya. Apa dayaku? Hasil biopsi tumornya termasuk jenis yang berbahaya dan sudah stadium IV.
   Berabe nih! Tak pernah kubayangkan bahwa aku akan disapa oleh penyakit kanker yang konon sulit ditaklukkan itu.
   Dokter menyarankan kemoterapi sebanyak 6 kali dan radioterapi sebanyak 33 kali.
   Setelah menjalani pengobatan selama satu setengah bulan, akhirnya selesailah pengobatannya dan dokter menyatakan bahwa selanjutnya tinggal pemulihan.  Â
   Senangnya hatiku menerima berita baik ini. Aku bisa beraktivitas kembali. Terima kasih atas kesempatan hidup lebih lama yang telah dilimpahkan kepadaku.