Mohon tunggu...
Tania Nahwa
Tania Nahwa Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

u can do it!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Korean Wave dan Web Series Indonesia Saling Berkaitan?

8 Januari 2022   16:26 Diperbarui: 8 Januari 2022   16:33 794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
IMPERFECT THE SERIES, I LOVE YOU SILLY, ANTARES (Credit: IMDb) 

Konsumen global semakin menikmati produk budaya populer seperti musik, film, televisi dan konten media audiovisual lainnya melalui jaringan komunitas online. Secara khusus, saluran media sosial seperti YouTube, Twitter dan Facebook sekarang memainkan peran sentral dalam arus budaya global. Aliran ini membentuk dasar dari model distribusi budaya baru yang disebut sebagai 'distribusi sosial'. (Jenkins et al., 2013) juga menggunakan gagasan 'media yang dapat disebarkan' untuk menggambarkan cara konten budaya bergerak melalui media sosial. Menurut mereka, melalui proses 'sirkulasi', yang dipahami sebagai hibrida dari mekanisme komersial dan akar rumput, konten budaya memperoleh nilai dan makna. Dengan demikian, 'distribusi sosial' mengacu pada penyebaran konten melalui kombinasi jaringan formal dan informal.

Korea Selatan telah menyebarkan "gelombang"-nya, yang disebut "gelombang Korea", sejak pertengahan tahun 1990-an. Awalnya Korean wave memperluas budaya kontemporer dan produk budaya Korea hanya di Asia Timur, namun sejak akhir 1990-an, "gelombang" tersebut menyerang kawasan Asia Tenggara, seperti Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Selain itu, bahkan mulai mencapai Eropa dan di seluruh dunia baru-baru ini. Fenomena ini, yang juga disebut Hallyu (Korean version of the Korean wave, yang mengacu pada drama televisi Korea, film, dan musik pop), pertama kali muncul di Taiwan pada 1999 dan di koran mainstream Jepang, "Asahi Shimbun" pada 2001.

Korean wave atau Hallyu dapat digambarkan sebagai perkembangan pesat budaya kontemporer dan produk budaya Korea di seluruh Asia Timur sejak pertengahan 1990-an. Di sisi lain, Korean wave juga mengacu pada lonjakan visibilitas internasional budaya Korea, dimulai di Asia Timur pada 1990-an dan berlanjut baru-baru ini di Amerika Serikat, Latin. Amerika, Timur Tengah, dan sebagian Eropa. Selain itu, Korean wave juga diakui sebagai budaya pop Amerika bergaya Korea yang merupakan perpaduan budaya lokal dan global.

Namun Indonesia saat ini juga telah memasukkan unsur unsur budaya Korea ke dalam setiap aktivistas kehidupan sehari-hari bahkan alam media massa maupun media sosialnya. Salah satunya ialah melalui drama web series yang sedang banyak digandrungi oleh, tak hanya anak remaja, tetapi juga para orang tua. Sudah banyak web series yang masuk di Indonesia yang mulai diminati oleh anak-anak remaja karena alur ceritanya yang menarik dan selain itu pemeran-pemeran utamanya yang tidak kalah terkenal dari artis-artis sinetron pada jamannya. Sebut saja seperti Angga Yunanda, Jefri Nichole, Shenina, Zara Adhisty, dan lain-lain yang saat ini tengah digandrungi dan ditunggu kemunculan mereka di sinetron pendek web series.

Kemunculan web series ini baru banyak diminati oleh anak muda Indonesia semenjak Pandemi Covid-19, ditambah dengan adanya unsur-unsur perselingkuhan dan percintaan ala anak milenial sehingga bumbu-bumbu tersebut membuat web series semakin digandrungi. Selain itu, dengan hanya total 7 sampai 10 episode tidak membuat alur cerita terkesan dipaksakan. Hal ini membuat tanda tanya yang cukup besar apakah web series yang tayang di Indonesia merupakan salah satu peniruan dari web series yang sering bermunculan dari Korea?

Hal ini menjadi salah satu pertanyaan mendasar karena fenomena tren dari Korea masih terus melekat di Indonesia dan selain itu banyak juga web series asal Korea yang masih tayang dan dengan mudah di akses di Indonesia. Salah satu web series Indonesia yang diduga memiliki alur yang sama dengan alur web series Korea ialah Taste of Friendship. Cerita ini memiliki alur mengenai persahabatan dan percintaan yang terjadi di kampus serta kehidupan sehari-hari para aktor dan aktrisnya dimana web series ini mengusung tren Korea-Indonesia.

Tren Korea dan Indonesia yang dipadukan ini menjadi semacam tren baru yang akhirnya dimunculkan dalam siaran-siaran Indonesia karena banyak masyarakat Indonesia yang mencintai Drama Korea, Produk Korea, Style Korea, bahkan hingga aktris dan aktor Korea. Melalui hal ini pun tampak bahwa Korea pada dasarnya telah berhasil memikat masyarakat Indonesia melalui apa yang mereka tawarkan dimulai dari K-Pop yang menginspirasi kemunculan boyband dan girlband di Indonesia, sehingga wajar saja apabila web series yang diikuti trennya oleh Indonesia ini pun juga mengikuti dari bagaimana Korea manawarkan alur cerita web series mereka.

Perusahaan pun yang menyadari fenomena ini sehingga memanfaatkan hal tersbeut. Dibalik semua itu, dengan kehadiran web series di Indonesia perlahan-lahan menghilangkan minat masyarakat Indonesia untuk menonton acara-acara sinetron yang ditayangkan di televisi yang menurut sebagian orang memiliki alur cerita yang bertele-tele dan memiliki episode terlalu panjang sehingga sulit untuk diikuti. Web series yang tayang ini, justru membuat masyarakat Indonesia mudah menikmatinya karena aksesnya yang mudah dan dapat ditonton kapanpun diinginkan. Pada dasarnya, bukan soal apakah ini menjiplak atau meniru apa yang ditawarkan oleh budaya Korea, tetapi mengikuti tren yang ada dan menggabungkan keduanya merupakan cara yang tepat untuk menarik minat pasar pertelevisian dan rumah produksi.

Konsumen global semakin menikmati produk budaya populer seperti musik, film, televisi dan konten media audiovisual lainnya melalui jaringan komunitas online. Secara khusus, saluran media sosial seperti YouTube, Twitter dan Facebook sekarang memainkan peran sentral dalam arus budaya global. Aliran ini membentuk dasar dari model distribusi budaya baru yang disebut sebagai 'distribusi sosial'. (Jenkins et al., 2013) juga menggunakan gagasan 'media yang dapat disebarkan' untuk menggambarkan cara konten budaya bergerak melalui media sosial. Menurut mereka, melalui proses 'sirkulasi', yang dipahami sebagai hibrida dari mekanisme komersial dan akar rumput, konten budaya memperoleh nilai dan makna. Dengan demikian, 'distribusi sosial' mengacu pada penyebaran konten melalui kombinasi jaringan formal dan informal.

Korea Selatan telah menyebarkan "gelombang"-nya, yang disebut "gelombang Korea", sejak pertengahan tahun 1990-an. Awalnya Korean wave memperluas budaya kontemporer dan produk budaya Korea hanya di Asia Timur, namun sejak akhir 1990-an, "gelombang" tersebut menyerang kawasan Asia Tenggara, seperti Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Selain itu, bahkan mulai mencapai Eropa dan di seluruh dunia baru-baru ini. Fenomena ini, yang juga disebut Hallyu (Korean version of the Korean wave, yang mengacu pada drama televisi Korea, film, dan musik pop), pertama kali muncul di Taiwan pada 1999 dan di koran mainstream Jepang, "Asahi Shimbun" pada 2001.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun