Berbicara tentang food estate, keberhasilannya adalah buah dari sinergi dan kolaborasi semua pihak yang terlibat. Prof Muladno menilai ada 4 instansi yang harus bergotong royong dalam hal ini.Â
1) Pemerintah sebagai regulator untuk semua usaha peternakan dan fasilitator untuk perusahaan kolektif berjamaah. 2) Perguruan tinggi sebagai edukator, inovator, evaluator usaha peternakan sekaligus pendamping perusahaan kolektif berjamaah. 3) Peternak sebagai aktor penyedia produk peternakan. Terakhir, 4) Pebisnis sebagai penggerak ekonomi usaha dan industri peternakan.
Selain itu, Prof Muladno juga memaparkan keberhasilan konsep SPR (Sekolah Peternakan Rakyat) yang dibentuknya. Pada bulan Maret silam, komunitas sosio bisnis Lembu Kartini Sejahtera, Kediri Jawa Timur menyerahkan dana investasi sebesar 200 juta pada SPR Anutapura Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah.Â
"Komunitas di Kediri ini percaya untuk berinvestasi pada SPR Sulteng, karena ada PT (Perguruan Tinggi), ada IPB yang mendampingi. Kehadiran PT menjadi kepercayaan tersendiri bagi mereka para investor. Inilah contoh edukasi oleh SPR, peternak jadi jago berbisnis," ujarnya.
Prof Muladno lantas mengungkapkan beberapa keunggulan lainnya dari program SPR oleh IPB tersebut. Diantaranya peningkatan literasi akademik di pedesaan, potensi sebagai lokasi Kampus Merdeka, Merdeka Belajar (KMMB), transfer IPTEK yang lebih mudah, murah, dan lebih cepat. Serta inisiatif dalam menumbuhkan banyak technosociopreneur.
Sampai tahun 2020, ujar Prof Muladno, SASPRI sudah tersebar di 10 Kabupaten (6 Provinsi) di Indonesia, dengan konsentrasi terbanyak di wilayah Jawa Timur.Â
Solidaritas Alumni SPR Indonesia (SASPRI) ini terdiri dari 47 SPR IPB, 5 SPR Poltana, 4 SPR Untama, 3 SPR Uniska, Untad-Palu, dan Unisma Malang. Tentu, jumlah ini dapat terus bertambah dan meluas ke daerah lain yang merasa konsep SPR ini cocok dengan peternakan setempat.
Terakhir, Prof Muladno menekankan beberapa poin penting. Dalam mendukung swasembada pangan, sinergi antar peternak, akademisi, birokrat, dan pelaku usaha harus dibangun dan diperkuat.Â
Selain itu, peraturan daerah perlu dibuat agar memberi dukungan pada bupati dalam menggerakkan ekonomi daerahnya di bidang peternakan. "Bersatu dan bersinergi antar pihak adalah kunci untuk membangun usaha dan industri peternakan di Indonesia," imbuhnya mengakhiri sesi webinar.
Sesi webinar berikutnya dilanjutkan oleh Ir Maria Nunik sebagai Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH). Aspek utama dan prinsip dasar pengembanagan food estate menjadi bahasan awal. "Aspek hulu-hilir mencakup geospasial seperti hutan atau gambut, air, lahan, infrastruktur wilayah atau desa, serta kelembagaan atau SDM petani.Â