Mohon tunggu...
Peduli Tangsel
Peduli Tangsel Mohon Tunggu... -

Aku bukanlah siapa-siapa, aku mencoba apa adanya, mengawal dinamika berdirinya kota Tangerang Selatan.. Fokus dan aku tidak segan-segan memburu dan menembak target

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bejo Ternyata Benci Jokowi

18 Maret 2014   19:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:47 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1395122108966080093

[caption id="attachment_299585" align="aligncenter" width="310" caption="Bejo Ternyata Benci Jokowi"][/caption]

detaktangsel.com - Sungguh bosan, bosan, bosan dan memuakkan.........! Saben hari diperdengarkan kata-kata dan sepenggal kalimat. Ayo dukung Jokowi. Inilah calon presiden yang mampu mengentaskan bangsa dan negara dari masalah. Mampu membawa rakyat sejahtera.

"Emang siapa Joko Widodo (Jokowi). Kok segampang itu sih rakyat menyandingkan Jokowi dengan sosok Bung Karno. Apa enggak salah. Dasar ngawur," ujar Bejo sambil menggerutu.

Sambil menggiring kerbau, Bejo ngoceh sendirian. Sekali-kali kerbau yang dinamai Rejo diajak ngomong. Seolah terkesan Bejo curhat ama Rejo.

Sepanjang jalan sepulang dari sawah, Bejo dan Rejo, pun bak pasangan ideal. Si Bejo tidak bosan mencurahkan unek-unek ihwal pencapresan Jokowi. Sedangkan Si Rejo manggut-manggut.

Ketika papasan dengan Imel, kembang desa Ciceri, Bejo dengan nada santun dan melankolis menyapa. Rejo pun diam seribu bahasa. Mengetahui, juragannya sedang kesandung kasmaran.

"Imel mau kemana?" tanya Bejo.

"Ke salon, mau crembath sekalian reboading, Kang," katanya.

Imel tampak tersenyum simpul ketika menyampaikan jawaban. Gadis yang punya suara renyah bak krupuk udang ketika on air ini tidak malu berhadapan dengan pria berkumis tebal dan pakai kalung berliontin batu akik.

Sorot pandang Bejo tidak berkedip memandang Imel. Kekesalan Bejo atas Jokowi hilang saat itu. Pikirannya melayang-layang menghayalkan Imel ikut menggiring Si Rejo pulang kandang. Selanjutnya jalan sore-sore berboncengan naik harley meski mesinnya sudah rada rewel. Maklum, lama enggak pernah di-tune up di bengkel milik Heru pengepul bakteri di kawasan Villa Dago.

Hampir lima menit, kedua insan ini dan sahabatnya, Rejo, terdiam. Masing-masing saling memandang. Tidak ada seorang pun, termasuk Ayu atau Bison, mampu mengartikulasikan kondisi kebatinan mereka. Begitu sadar, Imel buru-buru pamitan dan beranjak mau ke salon.

Bejo tenggok kanan-kiri. Begitu keadaan aman terkendali, Bejo nyosor cipika-cipiki. Rejo Cuma bisa geleng kepala sambil buang kotoran dan pipis.

Tanpa sepatah kata, Imel pergi. Sedangkan Bejo kembali menuntun Rejo.

Meski ceria abis ketemu Imel, hati Bejo tetap kesel ketika ingat nama Jokowi. Sosok Gubernur DKI Jakarta ini bener-bener menghantui Bejo.

Tadinya pemuda gagah berani kelahiran daerah Banjar, Jabar ini sumingrah dan happy, kusut lagi. Apalagi janjian ketemu ama George Poros dibatalin.

"Runyam......!"

"Kekasih pergi, rejeki menghilang. Justru nama Jokowi yang melekat," desah Bejo sembari menarik Rejo yang mendadak berhenti karena nyamplok rerumputan.

Selang lima belas menit, Bejo sampai di rumah. Tanpa berpikir panjang, putra mantan Kepala Dinas Suku Rimba ini mengandangkan Rejo. Dengan hati kesal dan dongkol pula jebolan Fakultas Hukum Karma Universitas Usung Langit ini membanting pintu kandang Rejo.

"Braaak.....!

"Ada apa Jo, kok banting pintu. Ada masalah apa, kamu jadi kesetanan sampai rumah?" tanya Aira, ibunda Bejo.

"Enggak sengaja, Ma," sahutnya sambil jalan menuju teras rumahnya.

Di tengah pikiran lagi kusut, Bejo berbaring di bale-bale. Menatap langit-langit rumah tanpa berkedip. Bak ketika dia menantap Imel ketika berpapasan di jalan.

Lalu, Bejo ambil telepon sellularnya, kontak Damha Oke. Untuk kali sepuluh, Damha Oke angkat teleponnya.

"Di mana, Bang?" tanyanya

"Di rumah, baru pulang angon kerbau," tutur Bejo kurang semangat.

"Jual aja kerbau itu. Lumayan, uang hasil jual kerbau beliin mobil buatan 70-an buat mejeng. Siapa tahu cewek cabe-cabean pada nyamperin, Bang."

"Pusing nih gara-gara PDI Perjuangan ngusung Jokowi jadi capres. Coba cariin solusi biar gak pusing," pinta Bejo.

"Kecil itu. Belajar aja Mas Inad Inadmar bagaimana menjadi hacker. Siapa tahu tak hanya jebolin sistem atau jaringan komunikasi maupun data Jokowi, juga bisa jebol bank. Ayo mau enggak."

"Sial elu. Itu namanya enggak bener. Ogah aah, bukan tipeku," katanya.

"Kenapa sih kok benci banget Jokowi dicapresin. Alasannya apa ?."

"Terlalu cepat dan dini, emang siapa Jokowi. "

"Kali emang dari sononya, kamu dilahirkan untuk membenci Jokowi.

Mungkin, kamu dapat warisan membenci Jokowi. Buktinya, kamu diberi nama Bejo alias Benci Jokowi. Coba tanya ibumu, alasan pemberian nama Bejo itu."

"Aaah, bisa-bisa kamu aja Dam."

"Aku pikir-pikir benar juga pendapat mu Dam. Apa ya ada dendam kusumat orangtuanya, sama-sama asal Solo, Jateng, dengan Jokowi.

"Oke, aku hubungi lagi kamu Dam nanti selepas Isya."

Bejo ragu-ragu mau nanyain Ibunya perihal namanya. Simpatisan PDI Perjuangan ini tetap keukeuh mempertahankan sikap menolak Jokowi dicapres partai moncong putih itu. Namun, ia tidak berbuat apa-apa menentang perintah harian Megawati Soekarnoputri.

Menutupi kekesalannya, Bejo menyanyikan lagu Orang Pinggiran yang dilantunkan Iwan Fals bareng Franky Sahilatua .

Sambil berbaring meraih mimpi
menatap langit, langit tidak peduli
Sebab esok kembali........... (deddy 'oblak' triyono)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun