Mohon tunggu...
Dike Dandari Sukmana
Dike Dandari Sukmana Mohon Tunggu... -

nama: Dike Dandari Sukmana mahasiswa fakultas farmasi angkatan 2014

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Apoteker Keluyuran ?! Akses Obat Berantakan

2 Desember 2014   06:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:17 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keluyuran? Memang agak terdengar sinis, tapi istilah tersebut cukup pantas diberikan bagi pengelola resmi apotek yang tidak bertanggung jawab dalam menjaga tempat pengabdian profesinya. Lantas, bagaimana jadinya jikasebuah apotek ternyata tidak dijaga oleh apotekernya? Saya rasa apotek yang demikian tidak lebih dari sekedar tempat jual beli obat yang murah, tidak sesuai standar pelayanan kesehatan, dan kualitas obat yang dijual sudah pasti tergolong murahan. Seiring berjalannya waktu, kesadaran masyarakat atas pemenuhan hak dan kewajiban mereka memang semakin berkurang. Salah satu bentuk penurunan kepedulian mereka terhadap hak yang seharusnya mereka dapatkan dalam hal ini ialah bersifat acuh pada pelayanan kesehatan yang seringkali tidak memuaskan. Pertanyaannya, apakah masyarakat yang seakan bersikap masa bodoh atau memang masyarakat itu sendiri yang telah dibodohi? Masa bodoh dianggap sebagai suatu perilaku dimana masyarakat itu sendiri sebenarnya tahu tentang resiko pengoperasian apotek tanpa apoteker, namun mereka tidak memiliki acuan serta kemauan untuk bertindak memerangi kesalahan yang terus berkembang. Apabila banyak penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di dalam pelayanan kesehatan terutama kefarmasian, bagaimana mutu pelayanan kesehatan di wilayah kita dapat berkembang? Bagaimana? Lain lagi halnya dengan sikap pembodohan yang dilakukan segelintir oknum terhadap orang-orang awam yang memang tidak kritis dalam menyikapi standar mutu pelayanan kefarmasian khususnya dalam apotek. Yang ada dalam pikiran mereka adalah setiap orang yang menjaga sebuah apotek, tentu saja merupakan seorang apoteker, ahli obat-obatan, dan tidak ada keraguan untuk membeli obat di tempat pengabdian sang ahli obat. Padahal orang itu hanya asisten apoteker yang ilmunya belum setara dengan seorang apoteker. Pemikiran ini sama halnya ketika melihat seseorang dengan mengenakan pakaian serba putih berjalan di sekitaran rumah sakit. Dengan wajah yang mendukung serta kulit putih bersih, pasti menimbulkan pemahaman bahwa dia adalah seorang dokter walaupun sebenarnya dia sedang menjalani masa praktiknya sebagai calon dokter …. ( Ingat nah baru calon).Selain dari segi pelayanan,apotek juga seharusnya dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang sesuai dengan standar operasional kesehatan yang telah dikukuhkandalam hukum. Hal ini dimaksudkan agar pasien mendapat pelayanan dan obat yang sesuai dengan keluhan penyakitnya.

Apoteker sebagai penanggung jawab apotek memiliki banyak peran, tidak dibatasi hanya pada satu kegiatan seperti meracik obat saja, melainkan pengabdian-pengabdian dalam memberikan pelayanan kesehatan yang memang perlu dicanangkan lebih giat lagi agar derajat kesehatan masyarakat bisa terpelihara dan terurus secara optimal .

Melihat peran apoteker yang begitu penting, maka seharusnya apoteker selalu berada di apotek sepanjang jam buka apotek. Tetapi, dalam pelaksanaannya malah berbanding terbalik. Semakin hari situasi dan kondisi pelayanan kefarmasian di apotek semakin terbengkalai. Apoteker yang seharusnya siap sedia di dalam apotek nyata-nyatanya sering tidak dijumpai bertugas.Seperti yang telahdiatur dalam hukum bahwasanya asisten apoteker tetap berada dalam pengawasan dan bimbingan apoteker. Bukan malah dibiarkan melakukan pelayanan kefarmasian sendiri tanpa didampingioleh apotekernya. Semua yang berhubungan dengan kefarmasian sudah memiliki undang-undang tersendiri sebagai bentuk tata tertibnya, tinggal bagaimana usaha orang-orang yang terlibat dan terikat oleh peraturan tersebut dalam menegakkan pelaksanaannya. Siapa yang berhak disalahkan? Ujung-ujungnya pasti pengelola resmi apotek yang akan menanggung semua persoalan.

Apoteker sebagai profesi yang bertanggung jawab menyampaikan informasi mengenai obat- obatan kepada masyarakat, memang masih belum maksimal dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini menimbulkan pencitraan nama yang kurang baik bagi profesi apoteker itu sendiri. Dari sini kita kembali memunculkan satu pertanyaan, lantas bagaimana upaya yang dilakukan seorang apoteker dalam menjaga pencitraan namanya? Ini menjadi tugas bagi para apoteker yang masih merasa perlu mempertahankan martabatnya sebagai seorang farmasis.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. http://www.hukor.depkes.go.id/?art=8&set=4 (diakses pada 26 November 2014)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun