Dulu ketika saya SMA saya bercita-cita jadi diplomat. Maka setelah lulus saya daftar UMPTN , pilihan satu UGM pilihan kedua Unej. Semua mengambil jurusan yang sama, hubungan internasional. Namun semua berlalu begitu saja , saya tidak lolos ujian.
Vakum, saya memutuskan ikut ujian lagi kali ini Poltek Unibraw. Mengambil jurusan administrasi niaga. Juga tidak lolos ujian. Tiktok tiktok harus kemana lagi akan melangkah.
Waktu untuk masuk kampus perguruan tinggi kurang dua bulan. Melalui semacam ikhtiar yang sungguh sungguh saya ikut ujian masuk Uniga Malang dengan konsentrasi akutansi. Sudah saya pikir bahwa kelak saya akan jadi akuntan saja. Mengubur mimpi jadi seorang diplomat.
Baru kemudian beberapa tahun saya tahu, untuk jadi diplomat tidak harus dari jurusan hubungan internasional. Bisa dari bahasa dan sastra asing (inggris, perancis,cina,arab,dan lainnya) juga akutansi, jurusan hukum. Namun apa daya saya sudah terlanjur patah arang.
Maka sampailah saya pada realita berbicara, untuk makan butuh uang. Saya suka membaca dan akhirnya saya jualan buku didepan kampus pascasarjana Unibraw Malang. Hobi baca yang ternyata juga mendatangkang penghasilan karena bisa membantu pelanggan untuk menyelesaikan tesis maupun disertasi.
Bahkan saya bisa jadi penasehat spiritual dadakan hehehehe. Ceritanya ada seorang mahasiswa magister stuck tidak bisa memecahkan kode dari dosen pembimbing tesis. Maka saya sarankan agar berolah spiritual ke makam Sunan Ampel di Surabaya. Pucuk dicita ulam pun tiba, sang dosen cum calon magister berkata sama bahwa dirinya juga mendapat arahan yang sama dari guru spiritualnya ikhtiar ditempat yang tersebut diatas.
Maka hikmah yang terpetik diatas adalah jangan berputus asa. Teruslah bermimpi dan berimajinasi untuk mengejawantahkan visi misi dalam hidupmu. Petuah bijak bestari berkata tuntutlah ilmu sampai ke liang lahat.
Begitulah ketika passion membaca menghasilkan uang dari berjualan buku. Kita bisa baca gratis sekalian memberi informasi kepada calon pelanggan.
Kini era bergeser ke media elektronik ada tablet dan smartphone. Idealisme saya bergeser untuk menjajal kreatifitas saya dalam olah kata. Saya juga becita-cita jadi content creator sekaligus penulis. Semua bisa saya hadirkan dengan mulai menulis diblog yang ada dalam kendali.
Inilah era dimana kita bisa berlomba mewujudkan passion menulis. Lewat media sosial kita berbagi pengetahuan dan informasi. Dari hobi sampai kerja kebudayaan serius.
Itulah sekelumit passion yang saya miliki dari baca sampai latihan terus menerus agar bisa menjadi penulis. Tabik.