Mohon tunggu...
Ningtyas
Ningtyas Mohon Tunggu... karyawan swasta -

lorem ipsup dolor sit amet

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mati Sia-Sia

25 Juni 2015   10:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:13 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di ceritakan ada sebuah keluarga di masa kini (2015) yang terdiri dari ayah, ibu dan anak.

Keluarga mereka bisa di bilang sangat makmur, kalau kata orang biasa keluarga itu kelas atas. Tak ayal, keluarga itu begitu harmonis dan bahagia hingga suatu ketika sang ayah terkena penyakit kronis.

Konon penyakit tersebut tidak ada obatnya. Karena keluarga itu sangat berkecukupan mereka pun berangkat ke Malaysia untuk berobat. Menurut dokter di sana yang skill dan kopetensinya beribu-ribu kali lipat dari kita, penyakit tersebut sudah parah karena sebenarnya si ayah sudah sakit sejak lama. Keluarga itu putus asa mendengar kata-kata tersebut.

Si dokter pun iba melihat kondisi mereka, oleh karena itu ia menawarkan diri untuk melakukan operasi yang di yakini dapat memperpanjang sisa hidup si ayah walaupun tidak dapat di sembuhkan. Mendengar hal itu si ibu langsung tanpa pikir panjang mentetujui usulan tersebut.

Dan benar saja, kurang dari 3 hari si ayah pun kembali terlihat segar dan sehat walaupun sebenarnya ada banyak benda tertanam di dalam badannya sebagai pengganti organ yang sudah rusak.

Ada pesan dari sang dokter sebelum mereka pulang, ia menitipkan sebuah resep obat yang tidak boleh lupa di minum.

Setelah beberapa minggu si ayah pun terlihat sangat sehat seperti sebelum ia sakit. Seperti pepatah yang menyebutkan kalau mati itu di tangan Tuhan, malam itu ia sadar kalau obat yang wajib di minum itu sudah habis. Karena hari sudah sangat malam, kira-kira pukul 11 lewat ia pun memutuskan untuk membelinya besok.

Tak lama setelah ia berbaring tubuhnya kembali sakit akibat tidak meminum obat tersebut. Sontak si ibu yang tidur seranjang dengannya kaget dan segera melakukan pertolongan pertama semampunya. Karena merasa tak kuat melihat suaminya kesakitan, ia pun membangunkan anaknya untuk pergi ke rumah sakit terdekat untuk membeli obat yang wajib di minum itu.

Si anak pun panik mendengar hal tersebut. Tanpa pikir panjang ia pun membawa dompet, jaket dan langsung berangkat menggunakan motor agar cepat. Sesampainya di sana ternyata obat tersebut memerlukan resep dokter.

Karena terburu-buru saat berangkat ia sadar bila resep itu masih di rumah. Berbagai argumen ia lontarkan, berusaha meyakinkan si apoteker bila ayahnya mungkin tak akan lama lagi pergi. Namun semuanya sia-sia, apoteker tersebut tetap mengikuti prosedur rumah sakit.

Karena panik ia pun menelpon ibunya memberitahukan hal tersebut. Untung saja mereka memiliki tetangga yang baik, sebut saja pa Udin. Pa udin ini adalah seorang kontraktor shift sore, jadi pada waktu itu ia baru saja tiba di rumah. Mendengar permintaan tetangganya yang sangat panik, ia pun dengan sukarela mengatar resep tersebut ke rumah sakit.

Tak sampai 30 menit si anak sudah menerima resep itu dan menyerahkannya kepada apoteker. Berbagai pertanyaan muncul dari si apoteker ketika melihat bahwa resep itu dari Malaysia. Mulai dari kenapa tidak berobat saja ke rumah sakit kita, memangnya pelayanan kita jelek apa, dan sebagainya.

Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut sang anak. Ia hanya dapat diam terpaku melihat jam. Tatapannya tajam seakan melihat musuh, bunyi jarum jam terdengar bak cacian. Tiap detik kini begitu berharga, ia tak tahu bagaimana nasib sang ayah di rumah.

Benar saja, sesampainya di rumah ia menemukan sudah banyak orang berkerumun di rumahnya mengantar sang ayah untuk tidur selama-lamanya.

Pertanyaannya sekarang adalah, siapa yang patut di salahkan? (beri alasan agan)
1. Si anak yang lupa membawa resep dokter?
2. Si ibu yang lupa menitipkan resep dokter?
3. Si ayah yang menganggap sepele penyakit yang di deritanya?
4. Pihak rumah sakit yang memiliki aturan ketat dalam mengeluarkan obat tertentu walaupun dalam kondisi darurat?
5. Si apoteker yang terkesan cuek dan mengulur-ngulur waktu?

Jawaban orang mungkin berbeda-beda karena setiap orang pasti memiliki sudut pandangnya sendiri.

Tapi yang perlu di renungkan adalah apakah manusia sekarang masih memiliki moral? Atau mungkin itu hanyalah kata-yang kini di simpan di museum kata 'Laskar Pelangi'?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun