Tahun 2016 banjir mengakibatkan 3 orang meninggal dunia, 176.860 orang mengungsi dan 10.687 rumah terendam. Tahun 2017 banjir mengakibatkan 6 orang meninggal dunia, 20.124 orang mengungsi, 1.178 unit rumah terendam, 2 unit fasilitas peribadatan rusak dan 1 unit fasilitas pendidikan rusak. Tahun 2018 banjir mengakibatkan 2 orang meninggal dunia, 1 orang luka-luka, 31.679 orang mengungsi dan 1.230 unit rumah terendam.
Selain banjir ada juga bencana lain yakni puting beliung. Tahun 2012 puting beliung mengakibatkan 1 orang meninggal dunia, 41 orang luka-luka, 135 unit rumah rusak berat, 204 unit rumah rusak sedang, 216 unit rumah rusak ringan, 1 unit fasilitas kesehatan rusak, 4 unit fasilitas peribadatan rusak dan 4 unit fasilitas pendidikan rusak.
Jika kita lihat data di atas ketiga wilayah ini memang kerap dilanda bencana alam. Kalau dilihat total korban jiwa memang DKI Jakarta lebih banyak, namun kita tidak bisa langsung membandingkan begitu saja sebab kepadatan penduduk ketiga wilayah ini sangat berbeda jauh.
Mungkin perbandingan yang paling representatif adalah persentase. Dilihat dari ragam bencana, wilayah calon Ibu Kota baru ini “lebih unggul” yakni ada bencana kebakaran hutan dan lahan.
Dampak dari kebakaran hutan dan lahat ini tidak bisa dianggap enteng. Ada beragam flora dan fauna yang juga terancam disana. Barangkali ada spesies unik/langka yang tidak dimiliki daerah lain. Jadi sudah tepatkah calon Ibu Kota Negara yang baru ini lebih minim bencana? Silahkan kita nilai sendiri.
Sumber data: BNPB.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H