"Terus?"
Pertanyaan Al seakan memicu diri 'ku untuk berpikir keras, harus memulai dari mana, tapi darah di dalam tubuh 'ku terus mengalir deras memacu semangatku untuk berpikir.
"Begini, sejak di sekolah, kita selalu diajarkan untuk menghargai hak orang lain dan dituntut untuk bertaggung jawab atas sesuatu yang punya keterkaitan dengan kita, Kewajiban."
Pikir 'ku: mungkin memulai dari situ bisalah untuk memicu semua yang pernah aku temukan dalam buku-buku bacaan lalu termuntahkan dari dalam kepala, tumpah pada telinga Al, masuk ke dalam kepalanya dan menetap sebentar di sana untuk diskusi terus berlanjut.
"Hak dan Kewajiban, apa maksudnya?"
"Dua kata itu mungkin bisa mewakili kata demokrasi, jika hak 'mu terpenuhi, dan kau sudah menjalankan kewajiban, itu artinya kau telah memahami demokrasi dengan baik"
"Bukannya demokrasi itu bebas berpendapat? Entah mengkritik polisi, DPR, Menteri bahkan Presiden sekali pun?"
"Iya memang benar ada benarnya yang kau katakan dan itu bagian dari lain dari demokrasi, juga semua itu menjadi Hak 'mu, toh itu juga ada di dalam konstitusi kita, UUD 1945."
"Tapi kenapa akhir-akhir ini semua itu seperti mitos yang sudah didekonstruksi untuk kepentingan kekuasaan?"
"Begini, Al sejak dulu, setelah kita terlepas dari penjajah, kehidupan bangsa kita memasuki babak baru yang dikenal "kemerdekaan" dengan jargon Orde Lama (Orla) yang dipimpin langsung oleh Soekarno, disitulah dimulai. Dia dan beberapa pendiri negara lainnya berunding untuk menentukan seperti apa sistim yang akan digunakan di negara ini"
"Kemudian dalam perundingan panjang, dia (soekarno) dan wakilnya, Moh. Hatta saling silang pendapat. Soekarno ingin negara ini menjadi negara demokrasi, namun Hatta mau lain, dirinya ingin negera ini menjadi federal dengan memiliki beberapa negara bagian hal itu didasarkan pada rentang jarak antara beberapa wilayah di Indonesia dengan pemerintah pusat."