Ambon, September 2018
Tuan yang terhormat.
Sudah barang seminggu harmal (Hari-malam), barangkali juga sebulan; telah datang kabar yang mengejutkan rakyat. Soal ekonomi yang seakan tak bersahabat. Sampai ibu-ibu banyak mengeluh dagangan yang melonjak harga begitu hebatnya.
Tapi tuan, mereka tak pernah bisa untuk berkeluh kesah setelah apa yang sudah terjadi ketika berbagai pemberitaan mengabarkan: Rupiah diinjak Dolar atau 15 ribu rupiah Indonesia seharga dengan 1 dolar Amerika. Ini seakan bangsamu tak punya harga tinggi Dimata liberal, pun Eropa dan dunia.
Sampai kapan tuan harus diam dengan yang sedemikian itu. lalu termangu menengada dagu dengan telapak tangan tanpa ada geliat gerak tuan untuk mengembalikan senyum bangsamu ini. bagaimana bisa tuan duduk diam dengan hal yang sudah-sudah itu membuat bangsa tuan sendiri menjadi tak berharga dengan nilai rupiah yang rendah Sebegitu murahnya Dimata liberal? entahlah tuan, tapi keresahan ini sudah terlalu lama berkabung dalam dada dan begitu menyesakan.
sempat pun merasa bosan dengan memikirkan keadaan ini, tapi apalah arti kebosanan yang tak memberi barang sedikitpun keinginan bangkit. kata "bosan" hanya menjadi ilusi bagiku.
Dan kebosanan akan membawa pada kepelikan menjadi abdi bangsawan. Terseret arus sejarah yang mengekang dengan segala tindak-tanduk kejadian abad 20. Maka biarkan dirimu bebas dalam tinta-tinta yang tergenggam dalam hati atas nama kepercayaan pada bangsamu sendiri. Bukan pada pemeras harta benda Pertiwi: seperti saat ketika bumi ini semakin digerus dengan politik dalam perekonomian. Maka tak ayal jika kau diam saat rupiah menjadi lelucon bangsa lain.
"Han, memang bukan sesuatu yang baru. Jalan setapak setiap orang dalam mencari tempat ditengah-tengah dunia dan masyarakanya, untuk menjadi diri sendiri, melelahkan dan membosankan untuk diikuti.
Lebih membosankan adalah mengamati yang tidak membutuhkan sesuatu jalan l, menjangkarkan akar tunggang pada bumi dan tumbuh pada pohon."
yang diatas itu hanya sebuah kutipan yang coba Beta ambil dari kelancangan pikirannya Pramoedya Ananta Toer ketika menasehati seorang bernama Han yang belum jua Beta kenal siapa dia sebenarnya, dan Beta hanya jadikan itu sebagai ingatan untuk setiap anak bangsa yang menduduki pertiwi.
maka, tuan jangan, jangan sesekali diam