Mohon tunggu...
Tanah Beta
Tanah Beta Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mahasiswa Semester Akhir pada IAIN Ambon

menulislah sebelum dunia menggenggam nafasmu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sari Konde dan Kematian yang akan Datang (II)

7 April 2018   01:15 Diperbarui: 7 April 2018   02:33 870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itu seperti pidato-pidato politisi yang dengan nada, sura, dan frasa satir menyudutkan pihak-pihak yang tidak disenanginya. Lalu itu, pun diperbincangkan disebuah stasiaun Televisi (Tv) Suasta Nasional dan menjadi perdebatan sengit para penyanyi rock (politisi) ketika masa kampanyae tiba.

Aku hanya ingin kematian-kematian yang akan datang bisa ditepis sebelum kiamat Sugra itu mampir. Dan menjadikan semua orang seperti orang gila tak bertempat tinggal. Sungguh tak elok jika menjadi tamu dirumah sendiri ketika melayat sebuah mayat yang dijemput kematian.

Namun, mungkin saja itu akan menjadi sebuah kenangan terpahit Aku dalam lika-liku kehidupan, dijalani. Tapi, entah kenapa selalu Saya datang dalam mimpi-mimpi Aku setiap hari, memanggil Aku dengan nada gemetar; lalu menampakan wajah yang gugup dan bibir begitu pucat, lalu berkata:

"Saya akan datang menjemput kematianmu Aku"

Seketika sekujur tubuh Aku menggil; gemetar ketakutan, keringat mulai  tumbuh dan berkembang sebesar jagung di sekujur tubuh Aku. "mimpi yang sangat aneh" ketus Aku dalam ketakutannya.

***

Selepas beberapa langkah menjauh dari Rumah Sakit Kenangan, bayangan yang acap kali datang setelahnya pergi, kini muncul kembali dan menutup tatapan Aku---Nenek bersari konde itu datang dengan wajah yang sedih dan tubuh yang tidak segemulai seperti dahulu. Pinggul yang tampak seperti gitar spanyol, kini telah terlihat seperti seurat lidi dan tidak berisi, hanya tersisa kulit membungkus tulang. Lalu perlahan ingatan di rumah itu kembali hadir dalam kepala Aku; tentang kebahagian atas duka; hura-hura orang-orang yang melayat; keceriaan yang akan dibungkus kematian lain dan kejadian tragis diluar rumah itu.

Selalu menghantui Aku. Semuanya menjadi sumbu kematian yang sudah semakin dekat, sebab tanah-tanah telah dijual, hutan-hutan telah dibabat, dan samudera yang sudah dihancurkan dengan bom buatan tangan orang-orang yang tak pernah memikirkan kesusahan orang lain---jelata yang bejat. Bukan tanpa alasan kematian itu semakin menghampiri, namun itu semua terjadi karena kerakusan hidup semakin menyetubuhi raga orang-orang lapar. Tidak seperti mereka yang kenyang namun rakus akan semua makanan. Itulah yang menjadi beban dalam kepala Aku.

Semua itu telah diramal, bahwa akan terjadi dan Aku tidak akan bebas dari kematian-kematian yang semakin dekat dengan tahun maut yang sudah di depan mata, berjarak 1000 kaki, dan mungkin saja besok akan tepat didepan pelipis jika semakin saja mereka terbuai dengan kematian Saya atau Sari Konde itu. Atau akan menjadi sesuatu yang mengaburkan arah pemikiran orang-orang dengan kematian mereka.

Bukan kematian biasa seperti disaksikan banyak orang.  Kematian ini akan datang menjemput semua orang di tanah ibu ini. Tapi, Aku meyakini, kematian ini adalah kematian dengan metode mencabut nyawa tanpa menanam jasad dan dibiarkan begitu saja, berjalan seperti roh masih didalam tubuh. Dan kematian itu, perlahan sudah mulai berkecambah bak kacang yang tumbuh dimusim hujan. (*)

Ambon, April 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun