Mohon tunggu...
Tanah Beta
Tanah Beta Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mahasiswa Semester Akhir pada IAIN Ambon

menulislah sebelum dunia menggenggam nafasmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Andre, Hujan dan Sepenggal Kisah di Ambang Senja

28 November 2017   14:09 Diperbarui: 28 November 2017   17:44 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan selalu menciptakan rindu yang tak pernah usai, "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" Eka Kurniawan.  Rindu dan Hujan selalu berpapasan dalam kisah Romansa penuh emosional yang tak berjarak.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pagi itu hujan masih deras---sedari malam menghunjami, membasahi tanah-tanah gersang. Jendela bilik kecil milik Andre masih terkunci rapat---dia masih lelap dengan tidurnya. Sementara penghuni rumah lain, semuanya telah terjaga sejak azan subuh berkumandan. Namun Andre masih bermesraan dengan bantal guling yang disangkanya adalah kekasihnya, sampai pagi datang pun jua tak terjaga dari tidurnya.

Semalam Ia keluyuran bersama teman-teman---nongkrong sembari menyeruput kopi hitam hangat nan pekat  di sebuah cafe yang tak jauh dari rumahnya, orang-orang sering menyebutnya Rasionalisme Cafe. Ia dan beberapa temannya bernostalgia, bercerita, dan bersendagurau. Tapi tak tahu apa yang dibincangkan. Sampai dia lupa: bahwa malam sudah semakin larut. Bersamaan itu hujan deras menukik ke dalam tanah; bunyi hujan bertengger di gendang telinga---begitu merdunya hujan yang mendendangkan senandung rindu.

Tetibanya pekat kopi hitam tak lagi tersisa pada cangkir mini milik cafe, Andre bergegas menuju rumah---meninggalkan teman-temannya, saat itu hujan mulai reda, masih menyerupai gerimis, dan tiada deras seperti tadi. Ia melangkahkan kaki di atas basahan tanah---berjalan menelusuri kegelapan jalan, lalui lorong kecil, dan tibalah Andre di depan pintu rumah. Ketukan pintu tiga kali berbunyi, tak lama kemudian suara seorang perempuan menyahuti dari dalam rumah: "siapa" sahut suara perempuan itu. "buka pintunya, aku mau masuk" pinta Andre yang mengenakan kemeja kotak-kotak dan berdiri di depan pintu itu, bajunya tampak basah.

Pintu terbuka, Andre lalu masuk dan berjalan menuju kamar tidurnya tanpa menghiraukan perempuan yang membukakan pintu untuknya. Di kamar, Ia melepaskan kemeja yang dikenakan, mengambil handuk dan menuju kamar kecil---berbilas setelah terkena gerimis. Usai segala urusannya di kamar kecil itu, Andre kembali ke kamar tidurnya dan memulai cerita baru melalui mimpi yang tak ingin terlewatkan...

Di ambang senja Andre bergegas meninggalkan rumah---memenuhi janji yang sudah dibuatnya---pergi melunasi hutang yang harus dibayar olehnya, bertemu si juwita. Dengan perawakan dan stile yang begitu memukau---mengenakan kaos oblong hitam bercorak tulisan yang berfilosofi, celana jeans, dan ditangannya tergenggam setangkai bunga yang dibelinya di tokoh tak jauh dari tempat pertemuan. Air mukanya tampak girang dan bahagia. Bertatih-tatih melewati gang-gang kecil menuju sebuah tempat pertemuan; tempat dimana dia dan pujaan hatinya sering bertemu.

Di sana, Andre sudah ditunggui seorang gadis dengan stile perempuan modern; dengan rambut ikal terurai---panjangnya hampir mendekati pantat, mengenakan baju yang tangannya hampir mendekati pundak, celana setinggi lutut dan ketat, sampai menonjolkan bokong yang begitu bohai. Seorang perempuan yang sering dipanggil Sejuk oleh Andre. Bagi Andre, Sejuak adalah perempau teristimewah di semesta ini, tak ada yang lain. Seandainya Tuhan hanya menciptakan dua manusia, Andre meminta agar bumi hanya di tempatinya bersama Sejuk.

Sesampainya Andre pada tempat pertemuan itu, Dia lalu berjalan perlahan mendekati Sejuk yang berdiri dan menonton akhir cerita mentari yang bersinar---matahari hampir tenggelam. Begitu tertegunnya Sejuk pada matahari yang hampir ditelan kegelapan malam, lalu lupa kalau Andre sedang membuntutinya pela-pelan dari belakang. Andre dengan perlahan mendekati Sejuk lantas melingkari kedua lengannya pada pinggang sejuk---memeluknya dari belakang. Sejuk pun terkejut ketika merasakan tangan Andre yang memeluknya. Ia lalu memalingkan wajah kepada Andre dan melemparkan senyum manis---ada rindu yang terselip pada senyum itu; rindu yang tak pernah usai.

Andre membalas senyum hangat padanya, mereka saling bertatapan mata, begitu lamanya mata kedua manusia yang sama-sama dihuajani rindu tak berkesudahan itu saling membalas tatapan... lalu perlahan andre melepaskan pelukannya dan mengambil tangan Sejuk, Ia pun berlutut dihadapannya. "kau begitu cantik" goda Andre pada kaksihnya. Sembari itu, Andre lantas mengambil setangkai bunga dan diberikan kepada Sejuk. Ada rinai bahagia yang tampak dari wajah Sejuk, pipinya merekah merah, dan malu-malu, pun jua mengambil bunga yang diberikan  Andre dan... "oh, kau sungguh romantis sayang" Sejuk berucap dengan penuh kasih pada Andre.

Roman muka keduanya begitu hangat akan cinta yang begitu deras---sederas hujan yang tak jua usai. Andre pun berdiri dan berhadapan dengan Sejuk, tampak begitu gugup saat wajah keduanya berdekatan---bibir kedunya hanya berjauhan seinci, dan perlahan bibir andre bersarang di bibir Sejuk, lalu dengan ciuman mereka menikmati sisa siang yang sebentar lagi dilahap malam. Kemudian kedunya menyelami yang terjadi di antara merek, dan...

Andre Terkejut dari mimpi itu, padahal dia sedang menikmati sisa senja bersama pujaan hatinya, namun mimpinya terganggu oleh bunyi ketukan pintu, sementara hujan belum lagi reda. Dengan kesal Andre berdiri dari tempat tidurnya, mendekati pintu lelu membukanya. "ganguin mimpi orang saja" ketusnya.

Di depan pintu kamar, Perempuan yang semalam membukakan pintu untuknya berdiri dengan menggenggam segelas teh hangat, menyodorkan kepada lelaki dewasa yang baru terjaga dari mimpi indahnya---Andre. Usai memberikan segelas teh, ia meninggalkan Andre dan menuju ruang kekuasaannya---dapur. Andre kembali dengan memegang segelas teh hangat, meletakannya di atas meja yang berdekatan dengan tempat tidurnya. Ia lantas membuka jendela, dan menyaksikan pertengkaran antara hujan dengan atap rumah tetangga sebelah yang begitu mengusik telinga. Lalu kembali mengambil teh dan menyeduhkannya.

Sesaat, usai menyeduhkan teh yang di antarkan perempuan itu, Andre lalu berjalan meningglakan kamarnya---menuju ruang tengah di rumahnya. Di sana ia mendapati seorang lelaki --- sering dipanggil ayah olehnya--- sedang duduk di atas kursi kecil yang terbuat dari rotan, di depannya terdapat tumpukan filter yang memenuhi asbak rokok di atas meja, dan menatap sederet huruf pada lembaran kertas yang ia genggam, sebuah surat. Andre menegur sebentar dan berlalu darinya.

Pergi menuju pintu utama dari rumah mereka, menikmati dinginnya pagi hari yang di penuhi bulir-bulir hujan yang sedari tadi menggiyuri bumi. Dari depan pintu rumah, ia tak melihat sesiapa pun yang melintasi jalan---begitu sunyi, akibat hujan yang tak pernah usai. Dan mengingat-ingat kembali mimpi yang sudah ia terjaga darinya.

Ambon, 26 November 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun