Mohon tunggu...
Tanah Beta
Tanah Beta Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mahasiswa Semester Akhir pada IAIN Ambon

menulislah sebelum dunia menggenggam nafasmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Anak-anak Hujan

11 Juni 2017   08:55 Diperbarui: 13 Juni 2017   12:03 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah menyerahkan tehnya, ibu warung itu lalu kembali dan seperti biasa, ia pergi melayani tamu-tamu lain yang datang untuk makan. Dan aku masih menemani Andi menghabiskan makanannya. Ia sangat menikmati makanannya, dan itu membuatku tertelan ludah beberapa kali sembari berbisik dalam hati "nikmat sekali makannya" desusku.

Usai Andi menghabiskan makanannya, Aku lalu memasukkan tangan kanan ke saku celana bagian depan, dari dalam saku, ku tarik dua lembar uang sepuluh ribu rupiah lalu ku sodorkan pada ibu penjaga warung itu untuk membayar sepiring nasi dan segelas teh panas yang sudah di habiskan Andi. Setelah membayar harga makanan, ku ajak Andi kembali ke anak-anak hujan (teman-teman Andi) tadi. Sesampainya kami berdua di sana, Aku melihat dari jarak yang tidak terlalu jauh, tampak raut mereka kebingungan, dan sepertinya mereka sedang mencari Andi.

Aku dan Andi berjalan mendekati mereka, wajah mereka cukup lesuh, mungkin karena dari tadi mencari Andi namun tak ketemu. Saat berada di dekat mereka, ada seseorang mendekati kami, itu teman Andi, atau mungkin kakaknya---wajahnya tampak merah, kaya'nya da sedang marah, entahlah, aku tak tahu. Dia mendekat kea rah kami dan kemudian bertanya kepada Andi, namun aku yang membalas pertanyaannya. "ose9 dari mana, Andi, katong cari ose dari tadi?" anak itu bertanya.
 "maaf, tadi kaka ajak Andi pi jalan-jalan seng bilang kamong10" aku menjawabnya.

Setelah mendengar jawabanku, tiada lagi pertanyaan yang muncul dari mulut manis anak itu. Aku memandang di sekeliling mereka, wajah-wajah anak-anak hujan ini begitu polos dan manis-manis, semetara Andi masih berdiri di sampingku. Kemudian, aku mengambil jaket yang ku sarungkan ke andi tadi dan bergegas meninggalkan anak-anak hujan itu. Aku pergi meninggalkan mereka, dan tak tahu lagi apa yang terjadi selanjutnya di antara mereka.


Pustaka Pena, 11 Juni 2017

Catatan :

# penulisan ini berdasarkan ingatan atas pengalaman beberapa hari yang lalu di kota, namun tidak sempat mengambil gambar, so saat itu Hp Lowbet.

# gambar yang di pakai, di ambil dari internet.

# Percakapan yang terjadi di atas, kami lakukan dengan dialeg Ambon :

  • Sapa = Siapa
  • Beta = Aku; Saya
  • Kanapa = kenapa; mengapa
  • Bagini = begini
  • Seng = Tidak; tak
  • Su = Sudah; udah
  • Pi = pergi
  • Deng = dengan; bersama
  • Ose = Kamu; kau
  • Kamong = Kalian

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun