Nurdin Halid aka Nurdin Silit aka Worst Freddy Mercury Impersonator aka Iblis Penggoda Sepak Bola Indonesia aka Tuanku Juragan Dipangku Besoes Baginda Nurdin Halid memang jadi superstar di Indonesia. Tiada lagi yang bisa menandingi kemahsyuran doi saat ini. Satu hal yang bikin doi jadi pusat perhatian adalah karena jika berbagai permasalahan di Indonesia itu sulit mencari siapa yang patut disalahkan, untuk dunia sepakbola mudah sekali. Sebut saja nama dia: Sang Tuanku Juragan Dipangku Besoes Baginda Nurdin Halid 1. Perang Saudara yang Dimenangkan Sang Nurdin Julius Caesar mampu terangkat menjadi pemimpin besar Romawi akibat mengalahkan Pompey dalam sebuah perang saudara. Sang Nurdin juga menjadikan ajang pemilihan ketua PSSI sebagai arena perang dengan bertarung melawan dua orang yang juga sama-sama pejabat meski memiliki perbedaan latar belakang politik. Di kongres PSSI di Hotel Indonesia, Nurdin mengalahkan Jacob Nua Wea dan Sumaryoto. Waktu itu kemenangannya cukup mengejutkan, karena Nurdin yang relatif muda mampu menyingkirkan Jacob Nua Wea yang lebih senior dan notabene seorang menteri. Apalagi waktu itu kongresnya sempat berlangsung panas dan diberitakan sempat nyaris terjadi pertumpahan darah (du ile lebainya. Tapi bener kok ^_^)
Sang Nurdin memang lihai dalam menghadapi perang. Sebelum 'Perang Saudara' itu, Sang Nurdin juga berperang dengan pihak pengadilan lantaran dijerat kasus korupsi yang akut. Untuk peperangan ini Sang Nurdin lebih magis dari Caesar. Gimana nggak magis, di bisa membuat raib uang milyaran rupiah dengan begitu saja dan hanya dia yang tahu uang itu ke mana. Lebih fenomenal lagi, dia mampu menyihir orang-orang di bawahnya untuk berpikir kalau perangnya dengan aparat tidak memengaruhi kepempimpinannya di PSSI. Simak kutipan-kutipan terkenal dari para centurions Nurdin: "Ini masalah hukum, dan tidak ada kaitannya dengan persepakbolaan Indonesia. Jangan dicampur-adukan masalah hukum yang menimpa pak Nurdin Halid dengan organisasi," harap Andi Darussalam Tabusalla. "Masalah hukum (ketua umum PSSI) itu tidak akan mempengaruhi jalannya organisasi PSSI," jelas Subardi, yang sehari-harinya adalah juga anggota DPD dari daerah pemilihan Yogyakarta. "Saya tidak ingin mengomentari masalah hukum pak ketua umum, karena itu merupakan masalah pribadi. Yang jelas, dalam hubungannya dengan organisasi PSSI, saya dan anggota Exco lainnya tetap akan mendukung beliau," kata Zein. Yes, masalah korupsi itu masalah pribadi dia. Uang yang raib ditelan demit Bumi juga masalah pribadi karena sudah masuk kantong pribadi. El Oh El. 2. Prefect of The Morals Begawan sepakbola ini memang luar biasa. Di sini mungkin hanya sepakbola yang mau ngapain saja sulit diapa-apain. Ada rusuh, didiamkan. Ada wasit dikeroyok, dianggap persoalan biasa. Berlindung di balik pejabat FIFA yang bak pinang dibelah dua itu, PSSI jadi kebal untuk diapa-apain. Dibubarin susah, dikentung nyolot. Jadinya PSSI seperti punya satu kedaulatan sendiri bow. Dan, lebih hebat dari Indonesia karena Indonesia jadi berasa negara jajahan PSSI. PSSI itu Romawi, Nurdin jadi Julius Caesar. Lihat saja nanti pun kalau PSSI ganti kepala, gelarnya akan Nurdin di depan. Misalnya Nirwan Bakrie jadi ketua PSSI ya nanti dia punya nama Nurdin Nirwan Bakrie. Yah, ini orang Indonesia jadi yang diabadikan nama depan buat gelar.
Kalau di era Caesar, doi sendiri juga disebut sebagai seorang Prefect of The Morals. Ini statusnya sudah setingkat dewa kali, nggak bisa disentuh. Mirip lah dengan kelakuan Sang Nurdin. Bahkan pemerintah saja berani dilawan dan ditakut-takuti. Kepala Staf TNI AD saja bisa dijegal dengan doi. Gile bener, setingkat presiden noh! Iyalah, terang-terangan doi bilang kok kalau Negara harus tunduk kepada PSSI. Canggih bener dah nih orang. Maka, sebenarnya tinggal tunggu waktu saja gelar setingkat Prefect of The Morals disematkan oleh dirinya kepada dirinya sendiri. Mungkin namanya bukan itu. yah, paling itu: Sang Tuanku Juragan Dipangku Besoes Baginda Nurdin Halid. 3. Perang Galia Perang Galia adalah perang paling agung dalam kehidupan Julius Ceasar yang membuat dia dielu-elukan sebagai pemimpin besar. Untuk kasus Sang Nurdin, rentang waktunya beda. Perang Galia ala Sang Nurdin terjadi di belakang (tetapi terjadi sebelum kongres yang akan memilih dia ketiga kalinya). Sang Nurdin demi menunjukkan bahwa dia adalah jendral hebat, doi bikin perang besar yang bagi dia amat sangat agung itu. Perang itu adalah perang melawan LPI.
Sang Nurdin menganggap bahwa LPI adalah duri dalam daging PSSI. Untuk itu wajib dilindas agar tidak ada lagi di dunia ini. Seperti komik Asterix, Sang Nurdin sebenarnya ngeri dengan LPI dan nggak pede dengan apa yang sudah dia bikin. Padahal LPI itu dibanding sirkus sepakbolanya hanya seujung kuku saja. Setelah AFF 2010, suporter banyak yang menggeserkan perhatiannya ke LPI ketimbang sirkus sepakbola PSSI. Tentu LPI yang masih sangat muda tidak banyak menawarkan apa-apa selain harapan bahwa liga tersebut lebih baik dari LSI dan kawan-kawan. LPI lalu terus menerus diserang dan hendak dibumihanguskan dengan berbagai cara. Surat WNI salah satu pemain LPI disita, wasit dicabut ijinnya, pemain asing dianggap pekerja ilegal dan ditakut-takuti akan dideportasi, belum lagi serangan opini yang terus menerus dianggap kacangan. Perang ini akan terus digalakkan sampai LPI tidak bisa bernafas dan Nurdin semakin mengukuhkan posisinya di mata senat dan di mata rakyatnya.
Silahkan ke halaman berikut 4. LSI Sebagai Circus Maximus Jika LPI dianggap sebagai Galia, LSI di era Sang Nurdin jika di jaman Romawi sudah ibarat sebuah Circus Maximus. Di jamannya Caesar, Circus Maximus bisa dikatakan arena hiburan terbesar. Di situ bisa berlangsung apa saja, namun tontonan utamanya adalah balapan kereta kuda. Di era Caesar, untuk merayakan kejayaan dan kepulangannya ke Roma setelah perang, dia mengadakan sebuah pesta tontonan berdarah yang gila-gilaan. Tidak kurang dari 400 singa dikorbankan, dan ratusan gladiator diadu dalam berbagai partai. Puncaknya adalah tontonan perang brutal di mana para tawanan perang diadu satu sama lain di arena tersebut. Angka yang dikorbankan dalam festival itu adalah 2000 orang, 200 kuda, dan 20 gajah. Holy shit. Buat
bestialy orgy kalau difilmkan bisa buat stok bertahun-tahun tuh.
Festival di Circus Maximus menimbulkan protes. Pesta gila-gilaan itu dianggap rakyat hanya buang-buang uang dengan percuma hanya demi sebuah tontonan yang makin lama makin melelahkan. Tidak ada hasil apa-apa. Mirip lah dengan LSI. LSI dibuat Sang Nurdin hanya untuk merayakan dirinya jadi ketua, tidak ada niat baik untuk sebuah kompetisi yang menghasilkan. Buktinya nyata saja, kebanyakan makan korbannya daripada prestasinya. Walau LSI tidak bisa dibikin
besitialy orgy, tapi era Sang Nurdin menimbulkan banyak sekali masalah di dalam atau di luar sepakbola. Hooliganisme, kebrutalan dalam
olahraga, jual beli pertandingan, dan segala macam ketololan lainnya. Pokoknya nggak banget deh! Problem LSI memang sudah akut. Indikasi LSI cuma untuk pamer cderita
Sepakbola nasional dan demi gegap gempita semata memang sudah tercium dari lama. Sepertinya Sang Nurdin tidak mau cuma dibilang penerus. Doi pengen banget lebih dari seorang Azwar Anas yang mengawinkan Galatama dan Perserikatan jadi Liga Indonesia. Di jaman dia format kompetisi hampir selalu berubah tiap tahun. Maksudnya jelas, biar dibilang selau bikin gebrakan baru tiap tahun. Sampai puncaknya disebut LSI - Liga Super Indonesia. Ganteng banget kan tuh nama, lebih ganteng dari liga Eropa malah. Tapi super di sini hanya sekadar embel-embel. Liganya sendiri sih sampah. LSI dan divisi di bawahnya sama aja culunnya.
5. Penyakit Kronis Sang Nurdin Sejarah mencatat bahwa Julius Caesar kemungkinan mengidap penyakit epilepsi bawaan. Di mini seri Rome juga dikasih tahu kok soal kelemahan ini. Kekurangan Caesar ini malah katanya yang menggiring dia menuju kematiannya yang brutal itu. Menurut teori, penyakit bawaan ini membuat dia suka memberi keputusan aneh, termasuk mengurangi penjagaan atas dirinya. Kekurangan lain kabarnya juga soal pendengaran Caesar yang rada kurang bagus. Nah, lain Caesar lain Sang Nurdin. Baginda yang satu ini juga punya penyakit sendiri. Nggak mau kalah lah, orang hebat juga kudu punya penyakit biar kelihatan nyentrik.
Satu yang pasti Sang Nurdin itu dah pasti budek. Budek kuping juga budek nurani. Lah, yang tereak kalau dia bego dan korup dan kudisan sudah buanyak banget masih saja bilang yang kritik dia pasukan bayaran. Sudah jelas kalau orang itu nggak suka spanduk bertaburan nama dia, masih saja dipasang. Yah, diturunin lah. Dan, yang paling penting adalah orang itu nggak mau lagi Baginda jadi diktator sepakbola lagi. Selain budek yang tadi, Sang Nurdin juga punya penyakit yang baru saja ditunjukkin. Namanya sindrom cengengimus diabolicus. Jadi, Sang Nurdin yang kadang sok pede sok gagah itu juga manusia biasa yang boleh nangis dan cengeng. Haiyah, bisa ngerjain KASAD tapi diteror pake SMS aja nangis-nangis di DPR. Dasar cengengimus. Agak mengejutkan juga sih dia nangis. Mungkin tingkah polah Julius Nurdin ini terinspirasi dari tindakan Gayus Anthony yang juga berlagak nangis di sidang. Sudahlah, mending kalau masih begini Nurdin tiap hari make rok aja ke mana-mana.
6. Idus Martii Julis Caesar secara kesohor mati di saat Idus Martii, tanggal 15 Maret ketika doi hendak ke Teater Pompei, para anggota senat dipimpin oleh Brutus malah beramai-ramai membunuh dia. Ini mungkin peristiwa pembunuhan politik paling kesohor sepanjang masa. Setidaknya ada kira-kira 60 anggota senat yang terlibat dalam pembunuhan itu. Caesar sendiri mendapat 23 tikaman pada badannya. Brutal memang, dan itu terjadi karena rangkaian kekesalan Senat terhadap Caesar. Oke, tulisan ini bukan berarti menginspirasikan pembunuhan atas Sang Nurdin. Janganlah. Doi itu legenda sepakbola paling akbar milik Indonesia. Salah satu penampilan paling kesohor dia adalah saat dia tampil dengan band-nya Queen membawakan lagu rock terbaik sepanjang masa: Bohemian Rhapsody. Biarkan penyakit kelamin yang memakan dia nanti. Pembunuhan mungkin tidak terjadi. Tetapi ajal kekuasaan Sang Nurdin tampaknya sudah amat teramat dekat. Caesar dijatuhkan Senat, sekarang Nurdin sudah ditelikung oleh ke-84 pemilik suara di PSSI untuk menendang Sang Nurdin dari singgasana. Yap, wajib tuh hukumnya si laknat durjana hilang dari peredaran sepakbola Indonesia. Garuda di Dada Kita Semua !!!
Sumber asli dari Blog Tanagok.comBaca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Olahraga Selengkapnya