Mohon tunggu...
tammi prastowo
tammi prastowo Mohon Tunggu... profesional -

belajar menulis dengan jujur. email: tammi.prastowo@yahoo.com. tulisan lain ada di http://rumahdzaky.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Wanita di Tengah Pusaran Kuasa

10 Juni 2010   04:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:38 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Betapa besar pengaruh wanita terhadap jalannya pemerintahan negara. Karena wanita, percaturan politik suatu negara dapat berubah arah. Perang bisa mereda karena wanita. Namun, ada juga peperangan yang disulut oleh wanita.

Di balik kelentikan tangan dan kerlingan matanya, wanita menyimpan pesona yang merontokkan jiwa lelaki. Melalui kisah Rara Mendut, YB. Mangunwijaya menyodorkan sejumlah bukti untuk menguatkan premis tersebut.

Retna Jumilah dengan Panembahan Senapati

Retna Jumilah itu anak sulung adipati Madiun. Dia kakak Raden Calonthang. Peran putri sulung ini tercatat dalam sejarah ketika Madiun kocar-kacir diserbu Mataram.

Panembahan senapati menggempur kadipaten madiun yang dianggap tidak mau tunduk terhadap kekuasaan mataram. Adipati madiun dan Raden Calonthang melarikan diri. Sewaktu panembahan senapati memasuki puri kadipaten, retna jumilah yang menyambutnya dengan tegar. Di bahunya terdapat endong penuh anak panah. Tangankanan Retno Jumilah memegang keris pusaka sedangkan pistol dipegang tangan kirinya. Gagah dia menghadang Panembahan Senapati.

Mendapati sikap perlawanan tersebut, Panembahan Senapati urung murka. Dia justru jatuh cinta pada Retna Jumilah. Putri kadipaten madiun itupun dikawininya. Sebagai tindak lanjut dari perkawinan itu, Raden Calonthang diangkat menjadi adipati Madiun yang baru.

Panembahan Senapati harus membayar mahal untuk perubahan kebijakan itu. Adipati Pragola, adik sang permaisuri senapati, merasa sakit hati. Ada dua alasan yang dimiliki pemimpin kadipaten Pati ini. Pertama, tidak rela kakak perempuannya akan tersaingi oleh Retna Jumilah. Kedua, pengangkatan Raden Calonthang sebagai adipati Madiun seolah mengabaikan segala pengorbanan para pendukung Mataram ketika berjuang menundukkan madiun. Kebijakan panembahan senapati membuat madiun menjadi api dalam sekam bagi mataram. Wujud sakit hati itu berupa 3 kali pemberontakan adipati pragola terhadap Panembahan Senapati. Namun ketiga pemberontakan tersebut berhasil diredam.

Rara Mendut dengan Adipati Pragola II

Adipati Pragola II meneruskan perjuangan ayahnya. Ketika kekuasaan mataram dipegang oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma yang menggantikan tahta Panembahan Senapati, Adipati Pragola II unjuk sikap. Dia tidak serta merta mengakui kedaulatan Mataram atas Pati. Dalam suatu pertempuran yang dipimpin langsung oleh Sultan Agung, Adipati Pragola II gugur. Dia tewas oleh tombak pusaka mataram yang bernama kiai baru.

Di tengah perjuangannya, Adipati Pragola sempat menyunting Rara Mendut. Namun putri duyung pantai utara itu tidak disentuhnya selama sama sekali. Dia ingin menuntaskan perjuangan menegakkan kedaulatan Pati terlebih dahulu. Dalam masa penantian itu, Mendut tinggal di puri Pati untuk bersiap diri menyambut kemenangan sang adipati. Sayangnya, harapan itu tidak pernah terwujud. Gugurnya adipati Pragola II menandai runtuhnya kadipaten Pati.

Atas perintah raja mataram, Tumenggung Wiraguna menggempur benteng-benteng Pati. Seluruh peti harta dan pusaka puri pati diangkut ke Mataram. Kota Pati dibakar habis. Semua istri, selir, dan putra-putri adipati pragola dibunuh. sementara para putri bangsawan pati diboyong ke mataram sebagai harta rampasan perang, termasuk Rara Mendut.

Rara Mendut dengan Tumenggung Wiraguna

Jatuh cinta pada pandangan pertama. Ungkapan tersebut bisa dipakai untuk menggambarkan ketertarikan Tumenggung Wiraguna kepada Rara Mendut. Ketika putri boyongan sedang dikumpulkan oleh balatentara mataram, Rara Mendut berusaha lolos dari puri. Dia sempat membuat repot orang yang bertugas menangkap para putri hidup-hidup. Tumenggung Wiraguna bertemu rara mendut dalam situasi itu.

Kegesitan Rara Mendut seolah menjadi magnit bagi kerasnya jiwa besi wiraguna. Tidak heran jika wiraguna memberanikan diri meminta rara mendut sebagai hadiah kepada raja mataram. Dari sini muncul dugaan keliru tentang motivasi tumenggung wiraguna. Sebagian besar orang menganggap wiraguna ingin mengawini rara mendut karena terpesona dengan tubuh sintalnya. Namun rama mangun melalui novel ini mematahkan anggapan tersebut. Tumenggung wiraguna ingin mengawini mendut karena dia terinspirasi sebuah tembang dandanggula. Isi tembang tersebut ialah suatu ramalan tentang masa kejayaan mataram. Menurut ramalan tadi, mataram bakal jaya jika mataram berhasil menyatukan wilayah gunung dengan wilayah pantai.

Tumenggung wiraguna merasa inilah saat yang tepat. rara mendut bukan Cuma tubuh jelita. Dia merupakan pengejawantahan jiwa pantai utara, kaum bahari. Sementara wiraguna menganggap dirinya sebagai unsur gunung yang menyimbolkan mataram. Oleh karena itu, rara mendut seharusnya tidak hanya tunduk, tetapi mencintai mataram. Pemikiran tersebut membuat wiraguna tidak memperkosa mendut walaupun bisa. Dia ingin mendut menyerahkan diri secara sukarela. Apabila gunung dan pantai bisa bersatu, maka mataram berada di puncak kejayaan.

Sayang, harapan tersebut tidak terwujud. Wiraguna marah dan mewajibkan mendut membayar pajak setiap hari sebanyak tiga real. mendut berusaha menebus dirinya dengan berjualan puntung rokok, bukan rokok utuh. Puntung yang semakin pendek, semakin basah oleh air liur perempuan itu harganya semakin tebal. Tentu anda sudah tahu ujung cerita kisah ini, bukan?

Sejarah memang mencatat adanya wanita yang menjadi penentu arah suatu kekuasaan. Hal ini disebabkan karena wanita memiliki pesona yang kuat terhadap pemegang kendali kekuasaan yang kebetulan berjenis kelamin laki-laki. Bagi saya, membaca novel ini meneguhkan pemikiran yang pernah diungkapkan oleh Rasulullah SAW. Wanita itu tiang masyarakat. Jika harkat dan martabat wanita dalam suatu masyarakat itu rusak, maka rusak pulalah masyarakat tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun