KAI dulu, kini dan nanti terus mengalami metamorfosa layaknya kupu-kupu. Kian cantik memesona, ramah dan sigap pelayanannya. Saat membawa serta anggota keluarga yang berkebutuhan khusus misalnya, tersedia kursi roda yang bisa digunakan bahkan petugas dengan ramah membantu penumpang tanpa ada kesulitan saat harus naik ke dalam gerbong. Sistem kolaborasi dalam tiketing, mempermudah calon menumpang memilih jenis kereta sesuai anggaran yang dimiliki. Bahkan KAI berkolaborasi dengan pihak penyedia layanan tiket digital yang terhubung aneka jenis pembayaran.
Ditengah inovasi yang terus dilakukan oleh KAI, sebagai penumpang setia kelas ekonomi saya hanya berharap Pak Didiek Hartantyo selaku Direktur Utama tetap mempertahankan gerbong-gerbong istimewa seperti KA Serayu (Pasar Senen - Kroya Via Kiara Condong- Tasikmalaya dst), KA Bengawan ( Pasar Senen- Solo), KA Sri Tanjung ( Lempunyangan Yogyakarta - Ketapang Banyuwangi), KA Probowangi (Surabaya Gubeng - Ketapang Banyuwangi), dan lain-lain.  Biar bagaimanapun  PSO (Public Serviced Obligation) menjadi nafas pelayanan publik tanpa kesenjangan kelas.
Banyak cerita tercipta dari dalam gerbong kereta. Bagi seorang penulis, KAI adalah sarana yang mampu mendulang inspirasi tanpa batas. Saya dengan yakin memberikan rekomendasi KA Serayu kepada seseorang yang melintas Jakarta- Tasikmalaya dengan penuh keyakinan. Bukan saja terkait harga yang ekonomis, melainkan pemandangan nan menawan saat melintas jembataan Sasaksaat ataupun saat bisa mencicip pecel di bumi pasundan. Ada peluang bagi KAI terus berkolaborasi dengan pedagang kecil menengah di stasiun dalam rangka berbagi ruang ekonomi agar semakin tertata. Baik itu penjual makanan tradisional ataupun penjual aneka oleh-oleh lokal.Â
Selain kolaborasi, KAI tentunya harus terus terintegrasi dengan dengan sarana perhubungan baik darat, laut ataupun udara. Layanan integrasi KAI akan semakin membuat penumpang merasa aman dan nyaman. Sebagai contoh adanya integrasi stasiun Solo Balapan dengan Terminal Tirtonadi. Â Begitu juga dengan Stasiun Lempuyangan- Yogyakarta dengan Bandara Yogyakarta International Airport. Hingga layanan integrasi dengan pelabuhan penyeberangan sekelas Merak ataupun Ketapang Banyuwangi.
Integrasi layanan KAI ini diharapkan mampu membuka ruang kolaborasi multistakeholder sehingga penumpang KAI bisa mendapatkan layanan satu atap tanpa perlu repot disaat harus melakukan perjalanan multi trip. Selain kolaborasi dan integrasi, semoga KAI juga meningkatkan intensitas promosi. Tidak sebatas diskon tarif khusus bagi alumni perguruan tinggi, melainkan bisa memberikan apresiasi berupa pemberian layanan fasilitas perjalanan bagi mahasiswa aktif yang berprestasi guna menunjang mobilitas lintas daerah yang mendukung studi. Â Hal tersebut mengingat semasa menjadi mahasiswa S1 di Purwokerto dulu, saya palig sering menggunakan kereta api Logawa (Purwokerto - Yogyakarta), atau Gaya Baru Malam Selatan (Purwokerto - Jakarta).
Semoga Kolaborasi dan Integrasi ditambah Promosi menjadi kata kunci yang kian mengukir kisah indah dalam peradaban gerbong KAI dibawah pememimpinan Pak Didiek Hartantyo . Bak Lokomotif yang membawa gerbong-gerbong yang mengangkut penumpang sampai dengan aman dan nyaman, pak Didiek pasti bisa membawa KAI menjadi pilihan moda transportasi yang tak mudah terganti. Penumpang KAI pun kian berseri, seiring laju kereta memasuki stasiun  akhir diiringi instrumen lagu kicir-kicir bernuansa Betawi.
Dalam hati saya bergumam, setiap kisah dalam peradaban KAI sungguh mampu mendatangkan  penyemangat dan tentunya menjadi sarana untuk  mendidik agar menjadi lebih baik.