Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Getuk

20 Oktober 2024   01:14 Diperbarui: 20 Oktober 2024   01:30 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber Sajian Sedap IdnTimes.com

Sedari subuh simbok tampak berbenah. Ia menata gethuk dalam bakul yang terbuat dari anyaman bambu. Makanan berbahan singkong itu sudah digumulinya sedari remaja. Pada usianya yang kian renta,  Aku sudah berkali meminta agar simbok tak lagi berjualan.

Tubuhnya kian membungkuk karena setiap hari menggendong bakul berisi getuk-getuk itu. Tangannya semakin keriput akibat mengupas rendaman singkong kemudian  mengukusnya. Ketika matang dia beri warna dengan rebusan air daun suji. Jadilah getuk berwarna hijau. Singkong matang kemudian ditumbuk dalam lesung batu dan alu kayu. Setelah halus, barulah dibentuk menjadi gulungan dengan bantuan alat sederhana

Gethuk, camilan tradisional bercita rasa manis. Dilengkapi dengan taburan kelapa parut yang sudah dikukus. Dari gethuk-gethuk itu pula aku kini dapat menyelesaikan sekolah. Aku tidak malu menjadi anak penjual gethuk. Aku bahkan bangga dengan gethuk buatan simbok. Tak jarang aku membawa setengah dari gethuk untuk aku jual di sekolah. Nyata, gethuk buatan simbok laris manis terjual.

Simbok perempuan kuat dengan raut wajah yang tak pernah tersentuh bedak dan  gincu. Sehari-hari dia mengenakan kain batik yang dililit. Baju yang ia kenakan jauh dari kesan modern. Kebaya bermotif kembang dengan warna yang nyaris usang. Penampilan simbok justru terkesan unik. Disaat banyak perempuan berumur menggunakan legging, justru Simbok tak bergeming dengan gaya busana kekunoan.

pagi itu aku meminta untuk turut serta ikut berjualan

"Sekolahmu piye nduk?", simbok balik bertanya tentang sekolahku

"Pun  rampung, kantun nenggo pengumuman lulus minggu ngajeng" aku menjawab dengan menerangkan bahwa aku sudah hampir selesai sekolah, hanya tinggal menunggu pengumuman kelulusan minggu depan.

Simbok diam, dia masih saja sibuk dengan perlengkapannya berjualan gethuk. Dalam hidupnya, mengolah dan menjual gethuk untuk membiayai hidup dan memenuhi kewajiban menyekolahkan anaknyalah yang menjadi langgam kebahagiaan.

Simbok bukanlah perempuan berpendidikan. Bagaimana cara memperoleh penghasilan melalui jualan gethuk itulah bagian dari cara dia mengenal makna sekolah.

"Jer Besuki Mawa Bea" demikian dia pernah berkomentar.

Simbok itu hebat, dia tak pernah mengeluh tentang ketidaksempurnaan hidupnya.  Pun tidak mau berfikir njimet. Yang tidak ada tidak usah dipaksakan ada. Di hadapanku ada gethuk. Akan aku bawa kemana masa depan kami bersama gethuk-gethuk ini, sebuah PR tersendiri.

Pagi itu, menjadi titik awal aku memaknai keajaiban dibalik gethuk-gethuk buatan simbok. Ketika rombongan  wisatawan mancanegara melewati tempat simbok berjualan di sudut pasar Kota Yogyakarta. Dari sekian banyak rombongan turis yang melintas, hanya tiga orang yang kesemuanya laki-laki yang melirik dengan makanan berwarna hijau itu.

Lelaki berkulit putih pucat, bermata biru, berhidung mancung dan berambut pirang itu lantas mendekat. Menunjuk gethuk dengan telunjuknya yang juga berwarna putih pucat

"what is this" agak terbata dia bertanya.

"Gethuk" nyaris bersamaan dan begitu kompak simbok dan aku berucap menjawab tanya turis itu.

"Ge...tu-c" ulangnya terdengar lucu dengan mulutnya yang tampak maju. Mecucu, orang Jawa menyebutnya demikian. 

Dan pertanyaan demi pertanyaan satu per satu terlontar. Aku sedikit banyak bisa menjawab dengan kapasitas bahasa Inggris yang pas-pasan. Melihat situasi dan keadaan, Simbok memintaku untuk melayani turis yang ternyata berasal dari Belanda itu. Tiga  porsi gethuk terhidang ditangan mereka. Tiba-tiba seseorang dari mereka mengulurkan tangan kanannya sembari berucap,

"Erick"

Spontan aku menyambut uluran tangan itu dan berkata

"Lindri"

"Getuc...Lindri", tiba-tiba turis bernama Erick itu menggabungkan gethuk dengan namaku.

Terlihat Erick sibuk membongkar tas yang sedari tadi dia gendong di punggung. Tas itu tampak besar. Seperti kebanyakan turis-turis asing gunakan ketika mereka berjalan menyelusuri jalanan di Malioboro.

"this is it" girang setengah berteriak dia berkata.

Aku mulai mengamatinya. Memastikan benda yang dia pegang. Tampak dalam kotak semacam bahan makanan berwarna putih susu, lalu dia keluarkan dengan sedikit tergesa.

"Do yo know this? .Erick mendekat dan bertanya padaku sembari memperlihatkan benda beralaskan kertas berwarna perak

"Cheese", Dia yang bertanya dia juga yang menjawab

Aku hanya mengangguk. Melihat apa yang akan dia lakukan kemudian. Dalam kotak yang dia gunakan untuk menyimpan keju ada  sejenis parutan terbuat dari plastik. Erick pun menggerakkan tangannya merubah bentuk keju yang semula kotak padat menjadi serpihan memanjang dan bertabur diatas potongan getuk.

"So delicious" Pekiknya sembari mencomot potongan terakhir gethuk yang  bertabur keju parut.

Dia keluarkan dari dalam tasnya beberapa potong keju dan dia berikan itu kepadaku. Dia memintaku memarutkan keju-keju itu diatas gethuk-gethuk beralaskan daun pisang. Setelah membuat atraksi parutan keju, Erick membayar dengan harga berlipat.

Atraksi tiga turis manca membeli getuk menjadi pusat perhatian pengunjung. Begitu turis itu berlalu, serbuan pembeli berkerubut bak semut. Dalam sekejap gethuk buatan simbok habis tak tersisa.

Tak seberapa lama, ketika kami bersiap pulang. Sosok menghebohkan itu datang kembali. Kali ini dia sendiri. Entah dimana dua teman yang menjadi rombongannya. Bagaikan disambar petir disiang hari, tanpa ada hujan yang menyertai. Aku pingsan ditengah pasar akibat kata-kata yang diucapkan Erick

"Will u marry me?"

Hah??? bagaimana bisa anak seorang penjual gethuk diajak menikah sama bule ganteng yang ternyata anak pengusaha keju dari Belanda?

Tapi itulah hidup. Ceritanya tak bisa ditebak semudah menjawab teka teki silang. Perubahan itu yang membuat simbok berhenti berjualan gethuk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun