Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Getuk

20 Oktober 2024   01:14 Diperbarui: 20 Oktober 2024   01:30 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedari subuh simbok tampak berbenah. Ia menata gethuk dalam bakul yang terbuat dari anyaman bambu. Makanan berbahan singkong itu sudah digumulinya sedari remaja. Pada usianya yang kian renta,  Aku sudah berkali meminta agar simbok tak lagi berjualan.

Tubuhnya kian membungkuk karena setiap hari menggendong bakul berisi getuk-getuk itu. Tangannya semakin keriput akibat mengupas rendaman singkong kemudian  mengukusnya. Ketika matang dia beri warna dengan rebusan air daun suji. Jadilah getuk berwarna hijau. Singkong matang kemudian ditumbuk dalam lesung batu dan alu kayu. Setelah halus, barulah dibentuk menjadi gulungan dengan bantuan alat sederhana

Gethuk, camilan tradisional bercita rasa manis. Dilengkapi dengan taburan kelapa parut yang sudah dikukus. Dari gethuk-gethuk itu pula aku kini dapat menyelesaikan sekolah. Aku tidak malu menjadi anak penjual gethuk. Aku bahkan bangga dengan gethuk buatan simbok. Tak jarang aku membawa setengah dari gethuk untuk aku jual di sekolah. Nyata, gethuk buatan simbok laris manis terjual.

Simbok perempuan kuat dengan raut wajah yang tak pernah tersentuh bedak dan  gincu. Sehari-hari dia mengenakan kain batik yang dililit. Baju yang ia kenakan jauh dari kesan modern. Kebaya bermotif kembang dengan warna yang nyaris usang. Penampilan simbok justru terkesan unik. Disaat banyak perempuan berumur menggunakan legging, justru Simbok tak bergeming dengan gaya busana kekunoan.

pagi itu aku meminta untuk turut serta ikut berjualan

"Sekolahmu piye nduk?", simbok balik bertanya tentang sekolahku

"Pun  rampung, kantun nenggo pengumuman lulus minggu ngajeng" aku menjawab dengan menerangkan bahwa aku sudah hampir selesai sekolah, hanya tinggal menunggu pengumuman kelulusan minggu depan.

Simbok diam, dia masih saja sibuk dengan perlengkapannya berjualan gethuk. Dalam hidupnya, mengolah dan menjual gethuk untuk membiayai hidup dan memenuhi kewajiban menyekolahkan anaknyalah yang menjadi langgam kebahagiaan.

Simbok bukanlah perempuan berpendidikan. Bagaimana cara memperoleh penghasilan melalui jualan gethuk itulah bagian dari cara dia mengenal makna sekolah.

"Jer Besuki Mawa Bea" demikian dia pernah berkomentar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun