Setelah penyiraman selesai, air laut dibiarkan terpapar terik matahari sampai sore hari. Â Sekitar pukul 15.00- 16.00 wita, air laut yang sudah mengkristal diatas permukaan pasir siap dipanen dan ditampung dalam bak. Disanalah terdapat proses penyulingan. Kristal air laut akan disuling hingga menghasilkan air tua yang siap dijemur dalam wadah dan berubah menjadi butiran kristal garam. Sungguh proses pembuatan garam Kusumba membutuhkan effort tenaga dan keuletan tangan-tangan kelompok rentan.
Manakala selesai melihat proses pembuatan, wisatawan yang datang diharapkan berkenan menyisihkan donasi sekaligus membeli garam sebagai oleh-oleh. Garam Kusumba dibandrol dengan harga berkisar Rp.25.000- Rp 35.000 saja. Rata-rata dalam sehari Petani garam mampu memproduksi sekitar 25 kg garam jika cuaca bersahabat. Garam yang dihasilkan di tampung ditempat penyimpanan yang masih sederhana dalam karung.Â
Mata rantai ekonomi garam Kusumba tak berhenti sebatas produksi. Pemasaran garam Kusamba dilakukan secara langsung kepada wisatawan yang datang, melalui koperasi ataupun kerjasama dengan beberapa pengusaha dari Kota sekitar. Pada Umumnya petani garam Kusamba mensupplay kebutuhan garam mencapai 50 Kg dalam setiap transaksi.Â
Transisi Energi Adil  tidak semata berfokus pada berapa rupiah nomimal yang bisa dihasilkan oleh kelompok rentan. Kita harus pula memastikan apakah kelompok rentan sudah memahami dan merasakan hak-hak keadilan dalam proses distribusi tersebut. Jangan sampai garam Kusumba memunculkan mata rantai ketidakadilan gender dan ekonomi dimana ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan secara fantantis tanpa memperhatikan tingkat kesejahteraan dan resiko perubahan iklim yang harus mereka rasakan.
Wisata berbasis komunitas dan pemberdayaan masyarakat ini tentu harus memperhatikan ekosistem lingkungan yang berkelanjutan upaya agar garam Kusumba tidak kehilangan taksu budaya.
Menanti Kristalisasi Program Multi Stakeholder, Jaring Pengaman Bagi Kelompok Rentan
Garam kusamba dan kelompok rentan perempuan petani garam dengan segala potensinya haruslah menjadi prioritas  sasaran kebijakan dan program pembangunan multi stakeholder. Hal itu diharapkan mampu menjadi jaring pengaman sosial-ekonomi-budaya dan bisa membuat keberlangsungan produksi garam Kusamba di tengah ancaman perubahan iklim.Â
Peningkatan kapasitas produksi dari hulu ke hilir melalui tenaga pendampingan, pelatihan diversifikasi ketrampilan penunjang lain menjadi kristalisasi program yang dinanti oleh kelompok rentan yang masih tergantung pada alam. Tak cukup sekali dan hanya berasal dari satu dua lembaga semata, kerjasama multi sektor akan membantu terbentuknya jaring pengaman secara berlapis kepada kelompok rentan agar mereka tetap berkelanjutan