Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Senyum Me' Yogi, Mendulang EBT Lintas Generasi dari Kotoran Babi di Desa Bongkasa Pertiwi

19 Juni 2024   03:28 Diperbarui: 19 Juni 2024   03:47 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok pri Bungut Paon, dapur tradisional yang tersupport oleh teknologi biogas

Bali tak hanya dikenal sebagai surga pariwisata. Filosofi  keseimbangan hidup Tri Hita Karana mewujud hampir di setiap lini kehidupan masyarakatnya. Seperti halnya saat saya bertandang ke Desa Bongkasa Pertiwi yang terletak di Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung. Deretan rumah yang masih memegang teguh tradisi lokal begitu kentara terlihat dari bangunan fisik serta suasana budaya warganya. Siapa yang menyangka, dibalik kemelekatan tradisi di Bali terdapat oase bagi keberlanjutan teknologi energi terbarukan yang sangat bermanfaat bagi kalangan perempuan.

Perjalanan mengantarkan saya bertandang ke rumah Me'Yogi, Perempuan yang berusia lebih dari 60 tahun di Banjar Karang Dalem 1 Desa Bongkasa Pertiwi. Tak sulit mencari rumah Me'Yogi sebab didepan rumah berarsitektur Bali tersebut terpampang plang bertulis Biogas House atau Rumah Biogas. Terdapat pula puluhan rumah lain yang bertuliskan rumah biogas, menjadi penanda bahwa rumah tersebut menjadi pengguna sekaligus pendulang Energi Baru Terbarukan (EBT) berupa biogas untuk memenuhi kebutuhan memasak sehari-hari.

Perempuan muda menyambut kedatangan saya begitu  memasuki angkul-angkul, pintu masuk utama rumah Bali. Perempuan  yang masih duduk di kelas 2 SMP  itu bernama Geg Rani, cucu dari Me' Yogi. Terjadi transformasi penngetahuan EBT lintas generasi. Bukan hanya Me' Yogi yang sudah membersamai EBT,namun Rani pun begitu menguasai seluk beluk pemanfaatan teknologi pengolahan limbah kotoran ternak di rumahnya.

dok pri Perempuan lintas generasi dan transformasu pengetahun dan praktek pengolahan biogas sebagai EBT
dok pri Perempuan lintas generasi dan transformasu pengetahun dan praktek pengolahan biogas sebagai EBT

Antusias saya menyimak keterangan Geg Rani. Saya ingin melihat secara langsung proses dan bukti pemanfaatan biogas. Begitu kami beralih dari bale dauh menuju pekarangan belakang, muncul Me' Yogi dengan senyum dan penampilan khas perempuan Bali. Kami bertiga pun tampak akrab satu sama lain layaknya tim pendulang EBT menuju Transisi Energi Adil untuk masa depan perempuan berkelanjutan. Tak tercium bau kotoran ternak sedikitpun ketika kami memasuki lokasi kandang. 2 ekor babi tampak dalam kandang yang bersih.

Begitulah, tulisan ini dengan tidak mengurangi rasa hormat tidak sedang mempersoalkan halal haram terkait keberadaan babi sebagai masakan/hidangan. Keberadaan babi bagi sebagian krama Bali, diyakini memiliki nilai spiritual budaya tersendiri. Sebut saja di Desa Timbrah Kabupaten Karangasem, dikenal tradisi Usaba Sumbu. Terdapat mitologi dibalik ratusan babi guling yang dihaturkan dalam upacara adat. Bahkan terdapat awig-awig Desa Adat Timbrah yang kurang lebihnya menyebut bahwa menghaturkan babi melalui tradisi Usaba Sumbu menjadi sebuah bentuk dan harap keberkahan bagi warga desa.

dok Pri. Kandang babi bersih, kotorannya bahan utama pembuatan biogas
dok Pri. Kandang babi bersih, kotorannya bahan utama pembuatan biogas

Lain di Desa Timbrah, lain pula tradisi di Bongkasa Pertiwi. Keberadaan babi di Bali sudah menjadi bagian dalam kehidupan budaya. Babi nyatanya tak sekedar menjadi ciri khas makanan tradisional Bali semata. Namun memberi senyum bagi sebagian perempuan di Desa Bongkasa Pertiwi  yang sudah merasakan manfaat EBT selama ini.

Cekatan Geg Rani menerangkan bagian demi bagian dari instalasi dan proses sederhana pembuatan biogas dari kotoran babi. Saya nyaris tidak percaya bahwa mendulang EBT begitu mudah dan ramah lingkungan. 15 menit konsep proses biogas diterangkan detail dan sangat jelas. Saya masih belum puas manakala sharing pengetahuan antar sesama perempuan tanpa disertai praktek langsung.  Geg Rani maupun Me'Yogi memberi kursus privat. Mereka menyebut, biogas bisa dibuat dari kotoran sapi, namun di Bongkasa Pertiwi, warga menggunakan kotoran babi.

dok. Pri penutup bak reaktor biogas
dok. Pri penutup bak reaktor biogas

dok pri Inlet/mixer Pencampur kotoran babi agar menjadi cairan 
dok pri Inlet/mixer Pencampur kotoran babi agar menjadi cairan 

Saya pun bertanya perihal kapan biasanya mereka mengolah kotoran babi di instalasi pengolahan biogas?. Mereka menyebut, biasanya akan mengolah kotoran babi pada sore hari agar saat pagi dihari berikut, sudah bisa dihasilkan biogas yang siap digunakan untuk memasak. Pada awal penggunaan instalasi biogas, proses pengolahan kotoran babi dilakukan setiap hari. Hal itu dimaksudkan untuk menampung persediaan biogas yang siap dialirkan melalui pipa dan selang ke kompor khusus. Namun setelah 2-3 bulan penggunaan biogas, proses pengolahan bisa menyesuaikan dengan tingkat kebutuhan. maksimal setiap 2 hari sekali, agar kotoran babi tidak menumpuk dan menimbulkan bau tidak sedap sebaiknya tetap melakukan proses setiap hari.

dok pri Me' Yogi dan Geg Rani menuang kotoran babi dan menambah air di Inlet
dok pri Me' Yogi dan Geg Rani menuang kotoran babi dan menambah air di Inlet

Sore itu perempuan lintas generasi tak saja berbicara tentang romantika energi berkelanjutan. Kami meyingsingkan lengan baju agar kedepan  EBT kian membumi bagi kalangan perempuan dari pelbagai latar belakang budaya. Bukankah setiap perempuan butuh pemerataan kesejahteraan melalui cara sederhana dengan memanfaatkan potensi di sekitarnya?. 

Agar tidak penasaran dan bisa menjadi bekal keilmuan terapan, saya pun menjadi bagian dalam proses mengolah kotoran babi di instalani biomassa bersama Me'Yogi dan Geg Rani. Pertama, Geg Rani menyiapkan kotoran babi yang sudah ditampung ditempat khusus. Dia menambahkan, akan lebih bagus lagi jika ada kencing babi yang menyertai. Namun jika tidak ada pun tak mengapa, asal ada kotoran babi paling tidak setengah ember sedang atau lebih. 

Kotoran Babi  kemudian dimasukkan ke dalam lubang inlet dengan diameter sedang. Bentunya menyerupai sumur namun terdapat alat pengaduk dari besi (dalam gambar instalasi biogas disebut inlet + mixer). Bagian Inlet + mixer ini terhubung dengan pipa yang mengarah ke bak reaktor tempat  fermentasi kotoran  bawah tanah yang cukup dalam.  Bak reaktor diberi penutup cor yang kuat. Dilengkapi pula dengan kolam pembuangan sisa fermentasi yang menghasilkan bio-slury. Terdapat juga kontrol panel untuk mempermudah kontrol penyaluran ke pipa yang mengarah ke selang dapur.

dok.pri Mengolah Mixer- Menjadi Bagian dari Perempuan Melek EBT dengan belajar secara langsung proses biogas 
dok.pri Mengolah Mixer- Menjadi Bagian dari Perempuan Melek EBT dengan belajar secara langsung proses biogas 

Me'Yogi menambahkan air dari kran yang dialirkan melalui selang. Saya tidak mau berpangku tangan, memutar mixer/pengaduk besi agar kotoran dan air tercampur dan dapat dialirkan ke penampungan. Tak butuh waktu lama. untuk 1/2 - 1 ember sedang kotoran babi hanya butuh 15-20 menit memutar tuas mixer. Saya tidak menyangka prosesnya semudah itu. Begitu sudah tercampur dan kotoran berubah mencari cairan pekat, Geg Rani membuka katup penampungan dan cairan masuk ke bak reaktor. Selesai begitu ungkap Me'Yogi sembari tersenyum.

Mata saya terbelalak dan meminta ijin untuk melihat ketersediaan biogas di dapur dan pemanfaatannya. Berjarak sekitar 15 meter dari instalasi biogas, dapur Me'Yogi memperlihatkan dua sisi yang berbeda. Pertama, dapur semi modern dengan instalasi biogas lengkap dengan kompornya. Kedua, masih terdapat bungut paon, dapur tradisional tungku kayu.

dok pri Bungut Paon, dapur tradisional yang tersupport oleh teknologi biogas
dok pri Bungut Paon, dapur tradisional yang tersupport oleh teknologi biogas

dok pri Dapur Semi Modern dengan perangkat biogas di rumah Me'Yogi
dok pri Dapur Semi Modern dengan perangkat biogas di rumah Me'Yogi

dok.pri api dari biogas biru merata
dok.pri api dari biogas biru merata

Lagi-lagi Me'Yogi tersenyum memperlihatkan ruang kemandirian energi tempat keluarganya mengolah aneka menu masakan setiap hari. Kompor biogas satu tungku dengan mudah dihidupkan. Terlihat api biru menyala sempurna dan merata. Menurut mereka memasak dengan api biogas tidak membutuhkan waktu yang lama, lebih cepat dari penggunaan gas biasa.

Me' Yogi mengenang saat awal pembuatan instalasi sekitar tahun 2017/2018. Dia menambahkan,  Tidak semua warga berkenan dengan pemasangan instalasi, hanya yang mau saya- tidak ada paksaan dari pihak yang memfasilitasi yakni BUMDes Mandala Sari dan dukungan penuh dari perusahaan air minum dalam kemasan yang beroperasi di wilayah Mambal. Me'Yogi merasa sangat terbantu dan berterima kasih karena merasakan manfaat dari pembuatan biogas. Tak hanya menghasilkan gas untuk memasak, sisa fermentasi menghasilkan bio-slury yang banyak digunakan  oleh petani sebagai pupuk organik.

dok.pri Me' Yogi memperlihatkan penampungan bio- slurry 
dok.pri Me' Yogi memperlihatkan penampungan bio- slurry 

Lebih lanjut Me'Yogi menuturkan bahwa tenang rasanya menggunakan biogas, tidak kuatir dan sangat hemat. Geg Rani menambahkan, kecuali jika ada kebutuhan upacara yang mengharuskan kami masak banyak, maka mau tidak mau membeli tambahan gas dari luar. Perempuan lintas generasi itu berkisah tidak terasa sudah lebih dari 6 tahun. Sejak Geg Rani masih duduk di bangku kelas 2 sekolah dasar hingga sekarang sudah kelas 2 SMP, EBT dari kotoran babi setia menjadi sumber bahan bakar di dapur keluarga. Tidak ada bau yang tercium sedikitpun dari penggunaan biogas di dapur Me' Yogi,  Sempurna!. 

dok. pri foto dari baliho kampung mandiri biogas di rumah Me' Yogi
dok. pri foto dari baliho kampung mandiri biogas di rumah Me' Yogi

Takjub  dengan senyum  Me' Yogi  yang  menyulap kotoran sapi yang  menjadi biogas. Di Bongkasa Pertiwi, Me' Yogi bukan satu-satunya perempuan pendulang EBT. Ada Nini Diah, Bu Nadi , Gung  Canthi, Gung Mangku, Bu Mayun,. Dayu Biang, Bu Eka dan sederet nama perempuan lain yang sudah berperan lebih dari sekedar pengguna, melainkan pendulang sekaligus transformer yang telah berkenan berbagi pengetahuan dan pengalaman kepada sesama perempuan lintas generasi , lintas budaya dan lintas gender tentunya.

Setelah pamit dan mengucap terima kasih kepada Me' Yogi dan Geg Rani,  sepanjang perjalanan Bongkasa Pertiwi menuju Denpasar, saya melangitkan harap. Harus kian bertambah perempuan melek  EBT baik dari kotoran babi maupun sapi di  penjuru Indonesia. Upaya menciptakan kesejahteraan keluarga dan kesejahteraan kolektif kaum perempuan perlu mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak. Tak terkecuali dari Oxfam yang selama ini berfokus pada keadilan gender, keadilan ekonomi, dan hak-hak dalam krisis.

Kolaborasi, sinergi dan afiliasi program Oxfam yang telah sejalan dengan beberapa program pemerintah Indonesia hendaknya mendapat dukungan penuh terkait dengan pemerataan wilayah yang sarat tradisi di Nusantara. Sebagai perempuan yang sudah mendapat sedikit bekal ilmu terapan biogas dari Me'Yogi saya merasa tertantang untuk bertemu perempuan yang siap mendulang EBT untuk masa depan perempuan yang berkelanjutan tidak saja di Bali, namun di beberapa daerah dengan potensi tradisi dan peternakan babi/sapi  seperti Ambawang - Kalimantan Barat, Pulau Madura, Kalimatan Utara, Maluku Utara, Boyolali jawa Tengah dll.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun