Sekarang aku sudah di Denpasar lagi. Entah kenapa disini seperti ada kesamaan dengan disitu pada jaman dulu. Makanya aku betah. Teringat sewaktu kecil makan buah wuni/buni, disini pun ada. Disini orang-orangnya baik banget, sudah seperti kampung halaman sendiri. Kenapa juga nama desa Tegalwangi disini juga ada. Dulu apakah merupakan desa kembar atau bagaimana? Aku sungguh penasaran.
Surat ini aku tulis biar afdol, sebab sekarang jarang pada menulis surat. Lebih banyak menggunakan WA, lebih nyaman langsung sampai. Namanya juga hidup jauh dari sana sini, terkadang tak tertahan rasanya ingin melihat kampung halaman. Tapi bagaimana lagi, mungkin baru bisa pulang kesana saat lebaran tahun depan. Tak apalah, yang penting mendoakan, disana tak terjadi sesuatu yang tak diinginkan.
Sebab lama tak menulis suratm aku bingung mau menulis apalagi. Yang penting doa untuk orang tua, teman-teman semua yang ada disitu tak pernah putus. Oh iya, tahun depan pemilu kan? Jangan sampai desa kita ribut hanya gara-gara beda mendukung calon. Memilih itu bebas rahasia, harus tetap tentram dan aman semua.
Sekian surat dariku, jika ada waktu luang aku sambung lagi.
Wassalam,
Uut
Nb : Uut Nama kecil yang banyak digunakan untuk memanggilku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H