Satu kebahagiaan, justru ketika kawan lama kita yang dalam kondisi "prihatin" berkenan hadir tanpa ada gap psikis. Hingga satu teman yang sedang mendapat ujian kehidupan dengan polosnya berkata, bahwa dirinya sangat terhibur dengan acara kumpul-kumpul. Kami mengingat nama lengkap satu sama lain. Tidak ada pertanyaan kamu sekarang kerja apa? karena hal tersebut akan memancing ketidaknyamanan umum.Â
Kami sadar, makna kerja bagi setiap orang adalah berbeda. Ada yang memandang pekerjaan sebagai salah satu tolak ukur kesuksesan pada umumnya. Namun bukankah tujuan silaturahmi bukan untuk semacam sensus ekonomi, dimana setiap yang datang harus menyebutkan pekerjaan bila perlu jabatan bahkan gaji/ penghasilan yang bisa dihasilkan?
kurang lebih 3 jam pertemuan sederhana dengan kawan lama menghadirkan seribu makna tentang proses kehidupan. Kami menyimak cerita salah satu teman yang sedang mengalami ujian kehidupan. Semua saling menguatkan, memberi dukungan moriil, menyemangati hingga mencoba menawarkan solusi. Disela-sela acara kadang kami tergelak bersama mengenang masa-masa "culun" era tahun 90-an.
Saya berulang kali menarik nafas dalam-dalam. Malam ini saya bersyukur dengan pertemuan singkat itu. Bahwa Seribu makna jauh lebih utama dibanding puluhan orang yang bisa hadir, terlebih seribu makna itu mampu menjadi sebuah renungan, catatan dan sesuatu yang tetap membawa suasana fitri di hati sanubari. Seribu makna yang tak bisa ditukar dengan nominal anggaran kepanitiaan reuni untuk acara gemerlap pada umumnya yang sekedari menjadi etalase semu seremonial belaka. selebihnya tidak ada ketulusan yang berkelanjutan.
Malam ini izinkan saya mengabadikan kisah tentang seribu makna ituÂ
Tegalwangi, 23 April 2023
salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H