Pondok Pinang, 9 Mei 2021
Mbak DaniÂ
Di TegalÂ
Mba, aku ora mudik. Alhamdulillah sehat kabeh. Aku durung bisa kirim akeh, titip Ma karo Bapak ya. Muga-muga pada sehate kabeh.
Mas Gino bada Nang umah? Dinda bada esih durung balik sing Malaysia ya? Wingi pas telpon Ma ngabari jare Dinda be ora bisa balik disit.
Kiye ana jajan nggo badanan. Adang nggo Ma Tah Wingi wis titip Ratmi, sekalian titip nggo bagi zakat anak yatim. Adang pakete wis anjog, kabari lewat WA. Setitik mbuh apa tulung diterima ya mba.
Suwun,
UutÂ
======≠=========^=====
Surat tulisan tangan tersebut saya selipkan dalam bingkisan lebaran yang akan saya kirim ke Tegal. Ini tahun kedua lebaran dalam pandemi, sehingga hanya bingkisan lebaran yang saya kirimkan sebagai tanda takzim adik terhadap kakak.
 Ada tradisi tak tertulis dalam keluarga besar kami, bahwa setiap lebaran maka mereka yang lebih muda mengirimkan bingkisan lebaran. Biasanya berisi aneka makanan dan minuman. Ya, sebuah simbol kekerabatan mewujud dalam hantaran bingkisan, Orang Tegal bilang, "ora ketang gula teh", (meskipun hanya berupa gula dan teh).
Sementara biasanya yang berusia lebih tua menyiapkan amplop yang diperuntukkan utnuk anak-anak dari keluarga yang berusia lebih muda. Begitulah salah satu tradisi lebaran yang mau tidak mau berubah menyesuaikan protokol kesehatan selama pandemi.
Ehem..kira-kira, tanpa saya terjemahkan maknanya, rekan Kompasianers dan pembaca yang Budiman apakah mengerti arti bahasa ngapak dalam surat saya diatas?!
Dalam surat tersebut saya menitipkan bapak dan ibu serta berharap mereka sehat tak kurang suatu apa. Saya juga menyebut nama Mas Gino, dia adalah Kakak ipar, suami dari Kakak perempuan saya.Â
Begitu juga saya menyebut nama Dinda, dia adalah keponakan yang saat ini masih bekerja di perusahaan elektronik di Malaysia pasca tamat SMK.
Badanan, atau Bada istilah/bahasa yang digunakan warga ngapak Tegal dan sekitarnya untuk menyebut hari raya. Sementara nama Ratmi yang juga tertulis dalam surat adalah teman sepermainan saya sewaktu kecil. Nama lengkapnya Suratmi. Dia salah satu pengurus Kegiatan santunan anak yatim di Desa kami.Â
Begitulah surat singkat saya kepada Kakak perempuan. Dua tahun kami tidak bertemu. Pastinya banyak cerita yang tidak akan pernah bisa diungkap lewat surat. Semoga Korona lekas minggat, sehingga kita semua bisa berkumpul bersama keluarga.
Adakalanya surat menjadi sesuatu yang romantis, dan penuh kenangan jika itu dikirim untuk seseorang yang istimewa layaknya sedang kasmaran. Namun untuk keluarga, selembar surat tentu tak bisa mengganti kenyamanan saat kumpul bersama keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H