Siapa yang tidak mengenal masjid Istiqlal. Masjid negara yang berada di ibukota Jakarta. Keberadaannya tentu menjadi salah satu pusat kegiatan ibadah bagi pemeluk agama Islam. Bukan saja bagi mereka yang berasal dari Jakarta saja, Istiqlal kerap menjadi jujugan bagi umat muslim dari seluruh Indonesia, khususnya pulau Jawa. Pun bagi mereka muslim dari manca negara.
Tahun 2006 adalah tahun pertama saya singgah di Istiqlal. Momentum ramadan menjadi tonggak awal saya merasakan kedamaian luar biasa semenjak saya bekerja di Jakarta. Sebagai fresh graduated, saya patut bersyukur pernah bekerja di ring 1 salah satu departemen (sekarang disebut kementerian) yang berlokasi di Medan merdeka Utara Selemparan pandang istana negara sekaligus dekat jaraknya dengan istiqlal.
Sepulang kerja, saya berjalan kaki menelusuri jalan yang dimana  terdapat  tempat es krim legendaris Ragusa. Berdesakan dengan jamaah lain saat hendak mengambil wudlu, hingga tersesat di lantai bawah Istiqlal pernah saya rasakan.Â
Banyak koridor yang mirip antara 1 blok dengan blok yang lain. Ya, luas kawasan masjid Istiqlal memang tak perlu diragukan lagi. Sebagai masjid negara saya meyakini, ini adalah masjid terluas yang pernah saya singgahi.
Kesan pertama yang begitu mendalam, membuat saya seolah jatuh hati pada Istiqlal. Setidaknya setiap Ramadan tiba, Istiqlal menjadi masjid pilihan dimana saya bisa beribadah dengan maksimal. Tak sekedar berbuka puasa bersama, salat wajib , taraweh hingga tadarus saja. Sebelum pandemi melanda , saya pun rutin mengikuti itikaf ( bermalam ) di Istiqlal bersama beberapa jamaah lainnya.
Pun ketika saya sudah tidak bekerja di tempat kerja pertama saya, Istiqlal tetap tidak tergantikan. Ada nuansa kerinduan yang memanggil manakaka ramadan tidak singgah disana. Meski saya tinggal di daerah sekalipun, setiap ramadan saya sempatkan melawat ke ibukota. Barang sehari -tiga hari, saya membenamkan diri dalam khusuk ibadah di Istiqlal.Â
Ya, Istiqlal merupakan bangunan cagar budaya dan menjadi simbol toleransi antar umat beragama. Di sebatang Istiqlal, terdapat gereja katedral. Bahkan renovasi Istiqlal menjadikan keduanya antara masjid dan gereja saling terhubung melalui lorong bawah tanah yang kini difungsikan sebagai tempat parkir kendaraan.
Nadzar Kepada Istiqlal.Â
Puncaknya saat saya mengajak suami untuk pindah ke ibukota tahun 2019. Kali pertama suami saya ajak beri'tikaf. Awalnya dia bingung, bagaimana bisa kami harus tingg beberapa hari lamanya di sebuah masjid megah ibukota?! Namun, begitu suami melihat banyak jamaah yang khusuk beribadah, dia pun menyesuaikan diri. Bahkan saat harus melakukan shalat dengan duduk, akibat masih dalam pemulihan pasca kecelakaan kerja, banyak saudara sesama muslim yang membantu mencarikan kursi dan memberikan tempat.
Alhamdulillah, hanya rasa syukur penuh selama ini telah mengenal Istiqlal secara lebih saat Ramadan. Damainya lantunan ayat Alquran yang dibaca oleh imam masjid Istiqlal kerap membuat saya menitikkan air mana saat beribadah disana. Terlebih saat qiyamul lail ( shalat malam, antara jam 1-2 dinihari sebelum sahur).
Idul Fitri tahun 2019 adalah seolah menggenapkan saya dengan masjid Istiqlal. Shalat Ied bersama yang dihadiri oleh Presiden beserta rombongan menjadi cerita tersendiri kelak dikemudian hari.Â
Ramadan Tahun 2020, pandemi menyisakan kesedihan mendalam sebab kami tidka bisa beribadah di Istiqlal. Alhamdulillah tahun ini saya sempatkan taraweh di Istiqlal dengan protokol kesehatan ketat. Tahun ini Istiqlal meniadakan buka puasa bersama, tadarus, itikaf dan qiyamul lain. Istiqlal di dibuka menjelang subuh dan ditutup pukul 21.00.
Semoga kedepan saya bisa menunaikan nadzar saya kepada Istiqlal.amin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H