Zaman terus berubah. Era milenium bertansformasi menjadi era digital dimana tantangan industri 4.0 kian meningkat pesat. Terlebih dengan hadirnya pendemi. Pergeseran nilai dan adaptasi kebiasaan baru teraplikasi hampir di setiap sektor kehidupan.
Dulu, setiap mereka yang menulis harus berkutat dengan komputer. Pun kemudian dicetak pada lembaran kertas. Menjadi karya yang bisa dibaca pada lembar halaman majalah, koran atau buku.Â
Begitupun dengan memasak. Menjadi ranah domestik yang kurang banyak peminat. Apalagi di kalangan perempuan, stigma memasak bagian dari 3 ur ( dapur-sumur-kasur). Dalam perspektif gender nilainya tidak lebih dari sebuah aktifitas domestik yang kekunoanÂ
Siapa sangka dua bidang tersebut diatas, baik menulis ataupun memasak mengalami metamorfosa nilai, tampilan bahkan peminat. Era digital membuka akses seluas-luasnya kepada tiap individu untuk bisa menulis. Bagi mereka yang memiliki gaya tulisan straight.  news, aneka portal netizen journalist memberi ruang  yang sangat terbuka.Â
Aneka langgam tulisan bisa dengan mudah dijumpai dalam berbagai portal digital. Tak sebatas karya jurnalisme warga, melainkan juga aneka bentuk sastra, puisi, cerpen, pun novel semua tersedia secara digital.
Lebih dari lima tahun saya belajar banyak di dunia digital. Sebut saja sejak mengenal Kompasiana. Berawal dari menulis aneka tema. Selanjutnya saya mengenal dunia media sosial. Ini pun masih menjadi platform yang bisa menampung karya tulisan, sebut saja menjadi Influencer newbie.
Semua saya jalani seiring hobby dan kreatifitas rumahan. Selain menulis saya pun dengan senang hati bergiat di dapur mungil yang saya miliki. Siapa sangka, berawal dari aktifitas ibu rumah tangga yang sesekali menyajikan masakan rumahan, kemudian berkembang menjadi hobby mengisi waktu luang. Apalagi di masa pandemi dimana hampir seluruh waktu kita habiskan di rumah saja.Â
Learning by doing. Semua saya pelajari secara otodidak. Saya sadar, usia saya sudah melampaui batas maksimal untuk menjadi pekerja tetap di sebuah perusahaan atau bahkan PNS. Namun bukan berarti saya terlalu tua untuk mengejar mimpi dan target masa depan saya.
You are never too old to follow your dreams. Sebuah kalimat motivasi yang saya dapatkan dari channel motivasi di media sosial bertajuk Dhar Man. Hal itu pula yang membuat saya sadar, tidak cukup kiranya saya hanya menjalani menulis dan Memasak sebatas hobby.
Ada sebuah capaian atau target yang harus saya kejar dari dua aktifitas tersebut. Masing-masing memiliki peluang dan tantangan kedepan. Up Grading, meningkatkan atau menambah skill menjadi sebuah keharusan!
Saya orang yang menyukai challange atau tantangan. Begitupun dengan skill, tanpa tantangan kemampuan yang kita miliki tentu akan menjadi stagnan tak akan pernah berkembang.
Satu Ramadan Bercerita, Menantang Diri Meningkatkan Skill Menulis  Â
Pun tahun ini saya punya target, bisa mewujudkan cita-cita membukukan sepenggal kisah perjalanan menjadi sebuah buku. Sungguh ajang samber THR ini menjadi sebuah warming up tersendiri sebelum masuk fase dan proses menulis secara paripurna.
Apapun nanti hasilnya, yang pasti saya telah mencoba dan berusaha. Toh ada juri terbaik dari para pembaca. Kita ikhlaskan saja sebentuk target menambah skill menulis bukan semata pada hadiah apa yang bisa diraih, melainkan konsistensi menulis dan menulis.
Tak lupa saya sempatkan untuk membaca setiap harinya. Baik membaca tulisan dalam bentuk digital, ataupun karya-karya penulis ternama yang mewujud dalam karya buku yang saya miliki. Ya, menulis tanpa membaca apalah artinya.
Memasak tak Sekedar Mengolah Bahan Makanan menjadi Masakan
Siapa bilang dunia masak memasak hanya menjadi ranah kalangan perempuan?. Zaman now, memasak kerap dilakukan mereka yang berjenis kelamin laki-laki. Sebut saja cheft Juna, Nicky Tirta, Norman Ismail, Rudy Khoirudin hingga sang Maestro Om William Wongso.
Bagi saya belajar memasak itu penuh seni mengelola emosi. Tidak sekedar seni mengolah bahan makanan menjadi masakan. Jika dulu saya belajar memasak dari aneka buku resep masakan atau tayangan di televisi. Maka era digital menjadikan aktifitas belajar memasak menjadi begitu menyenangkan.
Aneka channel YouTube hingga aplikais dan platform kuliner bisa menjadi referensi cara membuat aneka masakan. Bahkan begitu banyak acara zoom yang menjadi ruang belajar memasak. Bergabung dalam WAgrup sebuah kelompok cooking club' menjadi salah satu cara saya untuk meng-up date kemampuan memasak.Â
Tak jarang saya menerima tantangan lomba memasak, atau re-cook sebuah resep masakan melalui Instagram agar kemampuan emamsak saya berkembang. Ah ya, lagi-lagi challange menjadi kata kunci agar skill kita bisa ter up grade secara terus menerus mengikuti tantangan zaman.
Seperti kata sang legendaris dunia masak memasak ibu Siska Suwitomo :Â
"Mudah bukan cara membuatnya?".
Nyatanya kini untuk memasak apapun bisa dengan mudah dan menyenangkan. Apalagi selama bulan Ramadan ini, dari sekedar memasak menu takjil hingga menu-menu lainnya, pasti sangat menantang sebagai bekal ketrampilan di masa yang akanÂ
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H