Menariknya lagi,konon pembuatan dodol Betawi menjelang idul Fitri dilakukan secara gotong royong. Dari segi pengadaan bahanpun dilakukan dengan patungan. Siapa menyumbang apa atau berapa untuk memelihara bahan kebutuhan membuat dodolnya. Hingga saat pembuatan pun, proses gotong royong tetap berlanjut. Sampai dodol Betawi matang dan harus dibagi rata pada semua yang terlibat dalam proses pembuatan dodol.Â
Dodol Betawi untuk Idul Fitri menjadi sajian lebaran anti kesenjangan. Dulu di setiap rumah warga asli Betawi akan tersedia potongan dodol dalam piring. Menjadi menu kue lebaran yang kompak di setiap rumah.
Rasa dodol yang manis legit ini memang tak pernah lekang oleh zaman. Terlebih ketika membuat dodol Betawi menjadi bagian dari tradisi menjelang idul Fitri.
Sayang,konon tradisi membuat dodol Betawi secara gotong royong sudah semakin memudar kini. Warga lebih cenderung memilih untuk membeli atau memesan dodol pada penjual. Praktis sih, tapi justru itu yang membuat tradisi warga Betawi menjadi sebuah elegi, bahwa tradisi Betawi kian meringsek oleh budaya masa kini.
Ssssttt siang tadi saya pun ikut "urun" untuk menambah pembelian bahan. Sayang proses pembuatan dodol konon baru akan dilakukan pada hari Kamis mendatang. Biasanya proses membuat dodol lebaran kurang 4-3 hari. Hal itu dimaksud agar saat lebaran, dodol masih "anget-anget" gitu. Begitu kurang lebih celoteh  Mpok Anis.Â
Hmmmmm saya pun membayangkan bagaimana rasanya dodol Betawi fresh from the oven. Matur sembah Nuwun Gusti, meski saya besar di kalangan masyarakat Jawa, namun sudah dua lebaran ini nanti saya menyatu dengan tradisi warga Betawi.
Salam persaudaraan....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H