Hari ini, hari ke 13 umat muslim menjalankan puasa Ramadan. Pendemi masih belum sepenuhnya teratasi. Ramadan terasa sepi, tanpa ada kegiatan taraweh berjamaah di Masjid/mushola sekitar tempat tinggal kita.
Begitupun saat hari ini, umat Budha merayakan Waisak 2564 BE. Tahun ini tidak ada puncak perayaan Tri suci Waisak di candi Borobudur seperti tahun-tahun sebelumnya. Tidak ada tradisi khas masyarakat Budha Indonesia saat Waisak, yakni kirab yang diikuti ribuan masyakarat di sekitaran Candi Mendut hingga candi Borobudur. Â Ribuan lampion tidak tampak dilepas ke atas langit saat menjelang perayaan puncak Waisak yang kian semarak.
Layaknya persaudaraan  sejati, Masing-masing umat beragama tersebut hanya menjalankan ibadah menurut keyakinan masing-masing dari rumah.Â
Puja Bhakti dan meditasi umat Budha pun dilangsungkan secara daring melalui beberapa channel digital yang bisa disimak dan diikuti tanpa mengurangi makna mendalam.
Waisak dan kesadaran untuk tetap menjaga jarak. Wujud kebaikan dan kebajikan kecil saat pendemi menjadi komitmen bersama. Upaya untuk tidak kian memperluas penyebaran Corona agar Waisak tahun depan kembali gegap gempita penuh lantunan doa.Â
Energi semangat kebaikan dan kebajikan harus tetap ditebarkan. Masuk kedalam tiap relung jiwa anak manusia, terlepas apapun agamanya. Tak peduli apakah mereka yang tengah lapar dahaga berpuasa selama Ramadan, ataupun mereka yang khusyuk memanjatkan puja bakti dan meditasi saat Waisak datang. Atau mereka yang telah terlebih dahulu merayakan paskah hingga hari Nyepi.Â
Sebagai seorang muslim saya yakin dan optimis. Sinergi Ramadan dan Waisak menyatukan unsur bulan sejuta kebaikan dan kebajikan. Waisak menjadi momentum yang mengingatkan 3 peristiwa sekaligus atas kelahiran Sidharta Gautama, tercapainya puncak penerangan sempurna hingga menjadi Budha sekaligus mangkatnya Budha Gautama.Â
Kebaikan, kebajikan yang dibalut dengan cinta kasih, tolong menolong, saling membantu sesama tanpa memandang latar belakang golongan dan agama disaat musim Corona menjadi hal yang  patut kita lakukan, sekecil apapun bentuknya yakin akan bermanfaat bagi sesama.
Dua unsur positif dalam relasi antara manusia tersebut akan menjadi nilai yang salah satu pengejawantahannya mewujud dalam kearifan lokal yang sering kita sebut sebagai gotong royong. Â Kita semua pasti sepakat, bahwa Bahu membahu, saling tolong menolong antar sesama itu menjadi hal yang wajib selayaknya Relasi Hablum Minallah - Hablum Minan Naash dalam Islam. Ataupun ajaran welas asih dalam Budha.
Meski Ramadan dan Waisak tahun ini umat muslim tidak bisa shalat berjamaah, begitupun umat Budha tidak bisa hadir di Vihara-vihara untuk merayakan detik-detik kelahiran sang Budha, kita harus tetap optimis bahwa kebaikan dan kebajikan itu akan terus kita lakukan.
Meski hanya melalui siaran langsung di saluran digital, para pemangku agama Budha begitu khusuk memanjatkan puja Bhakti dari berbagai Vihara.
Bahkan sejak sehari sebelum puncak Waisak ,puja bakthi doa-doa telah  dipanjatkan oleh Banthe yang disiarkan langsung melalui akun YouTube Medkom Sangga Theravada Indonesia. Sungguh tak berkurang semangat menebar kebaikan dan kebajikan meski umat Budha yang bisa berkumpul bersama saat Waisak seperti biasanya.
Melalui channel yang sama disiarkan pula pesan Dhamma yang menebar energi kebaikan serta optimisme dalam menjalani kehidupan dalam berbagai keadaan. Saya mengutip sebagian inti penyampaian  pesan Dhamma.Selain meneladani kisah kebaikan dan jalan panjang Sang Budha mencapai penerangan sempurna,sebait pesan yang tercantum dalam Parinibbana Sutta, kiranya bisa menjadi renungan universal linta iman. Bahwa "segala yang terbentuk akan berubah, maka berjuanglah dengan sungguh-sungguh.Â
Beberapa Vihara melalui saluran online digitalnya menyiarkan pesan kebaikan dan kebajikan. Betapa selaras inti ajaran Islam selama Ramadan dengan pesan Dhamma saat perayaan Waisak. Toleransi diantara keduanya membaur menjadi energi untuk tetap semangat beribadah, semangat tolong menolong dalam situasi seperti ini.
Yakin saya penuh, jika kebaikan dan kebajikan terus dijaga melalui pengejawantahan , penerapan sikap sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat maka ujian Corona dapat kita lewati. Optimis bahwa kehidupan pasca Corona akan dapat kembali membaik selama kita memegang teguh keyakinan untuk selalu menjalankan kebaikan dan kebajikan dalam kehidupan.
Hal itu saya rasakan benar saat saya mengikuti Pilgrimage yang merupakan rangkaian dari Borobudur Internasional Conference bersama  Dagri Rimponche , bara Bikshu dan peserta lintas Iman lain. Bahwa kebaikan dan kebajikan akan bertahan dan tidak akan hilang jika diterapkan, dipraktekkan tidak sekedar dibicarakan. Semoga energi kebaikan Ramadan dan kebajikan Waisak membawa semangat optimisme untuk terus berjuang dalam mengarungi kehidupan
Salam,
Namo Buddaya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H